Saya terus terang terkejut saat Ade Armando mengabarkan di group kalau ia digagalkan menjadi Guru Besar. Dari tulisan berantai yang ia sebarkan, alasannya katanya adalah masalah etika dan kebiasaannya menyinggung (katanya) orang lain.
Penasaran, saya mendatangi langsung Bang Ade, demikian panggilannya, di tempat ia biasa mengajar Fisip UI. Apakah benar ia dihalangi menjadi guru besar hanya karena masalah etika.
Sore itu, 7 Agustus 2019, Bang Ade bersedia menerima saya untuk membuat sebuah wawancara singkat untuk mengklarifikasi apa yang terjadi.
"Tidak pernah ada penjelasan secara tertulis. Tapi ketika saya sempat 'disidang' oleh para guru besar itu, mereka katakan bahwa 'Anda tahulah tulisan-tulisan ada yang bicara tentang agama itu'. Itupun saya kejar, 'memang ada peraturan ya, bahwa seorang guru besar di UI, di FISIP, tidak boleh bicara agama?'"
Bang Ade merasa bahwa dalam bidang ilmu FISIP, tidak ada pembicaraan yang bisa dihalangi.
"Agama adalah salah satu bidang yang kita kaji dalam ilmu sosial, sebagai subjek dalam ilmu sosial. Jadi tidak ada masalah seharusnya." Ia membandingkan dengan profesor teknik dan kedokteran adalah orang-orang yang kencang berbicara mengenai politik di Indonesia.
Saat saya tanyakan, apakah ada aturan etika yang tertulis dan dirumuskan di UI yang melarang kebiasaannya menulis hal-hal kontroversial.
Bang Ade menjawab, rasanya tidak ada, "Tidak ada, itu yang jadi masalah. Makanya saya tanya. Tolong sebutkan contoh, tulisanlah, contoh bukti yang menunjukkan bukti saya memang melanggar standar etika dan integritas. Yang menarik adalah tidak pernah bisa diberikan kepada saya bukti tersebut."
Kalaupun ada etika yang selama ini berlaku, Bang Ade menyebutkan bahwa pelanggaran etika dosen itu terlalu normatif, misalnya plagiat.
Bang Ade mengkonfirmasikan bahwa pada tahun 2018 ia memang pernah diminta menandatangani pakta integritas guru besar. Namun ia menyatakan bahwa hanya dibebani pakta tersebut bila sudah menjadi guru besar.
Ia menyatakan tidak keberatan menandatangani pakta tersebut, walaupun merasa aneh karena sebelumnya tidak pernah ada guru besar yang diharuskan menandatangani pakta semacam itu.