Saya beruntung bisa menyaksikan proses pembuatan sayur pliek. "Dasarnya sama saja, seperti membuat gulai sayuran," terang Kak Epi dari Rumah Makan Takdir Ilahi, sambil terus mengaduk kuahnya.
Bedanya, santan dimixer dengan pliek, menghasilkan adonan yang baunya luar biasa. Setelah bumbu-bumbu ditumis hingga harum layaknya gulai, barulah santan bercampur pliek tadi dimasukkan dan diaduk hingga matang. Karena di tengah desa ini tetap sinyal 4G bisa tertangkap kuat, maka teman-teman bisa menyaksikan proses memasaknya di sini LIVE streaming:
"Selain dibuat sayur atau ikan," terang Kak Epi, "Ada lagi cara untuk menikmati pliek."
"Apa itu?" tanya saya penasaran. "Nah cari di pasar Aceh Utara, salak Aceh namanya. Campur pliek sama garam dan cabe. Oleskan ke salak Aceh. Sedaap!"
Muka saya langsung menyeringit. Tentu saja karena seperti orang lain yang belum mengerti kuliner khas Aceh, akan mengira salak Aceh itu benar-benar salak. Padahal yang dimaksud adalah Buah Rumbia yang hanya ada di musim tertentu dan adanya hanya di hutan pedalaman. Buah ini bisa ditemui musiman di pasar di sekitar Bireun hingga Sigli.
Entah apa enaknya bumbu kelapa busuk dipadukan sama salak, pikir saya waktu itu. Namun setelah tau buah rumbia itu rasanya seperti apa, saya bisa sedikit setuju pliek memang enak dipasangkan dengan Salak Aceh.
Jadi kulner Aceh bukan sekedar Mie Aceh lho ya. Untuk teman-teman tahu, mie Aceh sebenarnya malah banyak diproduksi mi keringnya di Deli Serdang, Sumatera Utara. Dan yang membawa kedai Mie Aceh ke luar provinsi justru banyak perantau Sumatera Utara dibanding Aceh.
Warga Aceh, walaupun juga berjiwa perantau seperti Minang dan Batak, namun kurang begitu telaten menyebarkan budaya kulinernya ke daerah lain. Karena itulah kita sulit sekali mencari resturan dan rumah makan khas Aceh.
Ini kebalikan dengan orang Padang, misalnya yang malah sulit ditemukan restorannya di Sumatera Barat sendiri, lebih mudah kita temui di luar Sumatera Barat.