Cahaya
Cahaya itu muncul begitu saja ketika kau melepas senyum padaku. Hanya sekilas tapi begitu dahsyat menyayat sanubari. Entah siapa yang lebih dulu memikat dan terpikat. Faktanya, dua mata terpaut, dan dua senyum merekah.Â
Napas Cinta
Padahal aku dan kau tak pernah berdekatan. Tapi napas cintamu meruap di hidungku. Harum berhari-hari melekat di pikiran. Napasmu mengurungku, tak memberi ruang sama sekali. Â
Lantas rindu menghentak-hentak. Bagaimana bisa muncul rindu? Rindu apa ini? Aku jadi curiga sendiri pada rindu yang muncul. Kau jangan berprasangka buruk. Rindu ini gejala awal aku mulai tertarik padamu. Benarkah?
Nyala LilinÂ
Cinta itu mungkin seperti nyala lilin. Awalnya kerlip kecil, kemudian tumbuh membesar seiring waktu yang berhembus. Aku cuma berharap, tak ada puting beliung yang akan memadamkan cinta itu.
Terbawa Mimpi
Tak ada salahnya membawamu dalam mimpiku. Namun aku tak punya keberanian. Kau begitu anggun. Sayang kalau keanggunanmu rusak olehku, meski dalam mimpi.
Dipagut Cinta
Setiap orang pasti terkejut bila dipagut cinta. Bisanya bikin orang tak bisa nyenyak tidur. Semua makanan hanya hambar dirasa. Hanya satu yang mampu mengobatinya, jika sudah memandangi sang pujaan.
Rapuh
Dengarkan irama denyut cintaku, pasti senada dengan denyut cintamu. Kau boleh ragu tapi jangan mengingkarinya. Karena sinar matamu telah mengabarkan isi hatimu. Mari kita pelihara agar tumbuh indah, meski masih rapuh.
Surabaya, Rabu 4/1/2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H