Mohon tunggu...
HUM
HUM Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sebut saja saya HUM, panggilan inisial yang melekat ketika saya beranjak dewasa. Saat masa anak-anak yang begitu lucunya sampai masa remaja yang sedemikian cerianya, tidak pernah terbersit sekalipun panggilan HUM, tapi yang namanya takdir siapa yang bisa menolaknya kan..?!\r\n\r\nhttp://www.69hum.com\r\n email : hardono.umardani@bicycle4you.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mendapatkan Hidayah Setelah Mengintip Tetangga Mandi

12 Februari 2016   23:43 Diperbarui: 12 Februari 2016   23:59 993
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Planet Kenthir"][/caption]

Kisah ini sebenarnya ofderekot karena mempertaruhkan kredibilitas saiya, tapi demi mensukseskan diri mendukung elgebete...ehh..mendukung kaum kenthir maka dengan sangat menyesal dan penuh paksaan yang berkecamuk dalam dada ini, meluncurlah cerita aib masa kecil yang penuh adegan ngeri-ngeri sedap berikut ini.

Selamat menikmati.

Bagi kaum kenthir yang sekarang sedang menikmati masa tuanya tentunya pernah mengalami jaman keemasan di masa kecilnya dulu, kecuali lahir...ceprot...langsung gedhe..kenthir pulak..klop deh penderitaan lo..#hihi

Baiklah...biar tidak terlalu berpanjang dan lama seperti anu saiya, kita buka nganunya bersama-sama #byak
Jadi ceritanya kira-kira pas jaman SD, tepatnya males banget sih buat mengingat-ingat, padahal isi cerita ibarat kata abang sopir truk pasir.. "Lali rupone eling rasane".

Sebagai anak bungsu yang sangat dimanja oleh belaian bunda, bangun pagi merupakan rutinitas yang sangat membosankan. Bagaimana tidak bosan coba, masih enak tidur kok musti bangun, padahal kan belum bosan tidurnya. Huft.. 
Hasilnya setiap pagi musti ditarik plus guyur aer seember biar bangun, alhasil telat mulu berangkat sekolahnya. So pasti omelan plus cubit plus ceblek bokong dari Bunda piara...piara apa... jadi sarapan setiap pagi.

Akhirnya pada suatu hari saiya bertekad untuk bangun pagi. Jaman itu belum musim alarm pakai henpon, jadi belilah sebuah jam beker yang sudah di trial mengeluarkan suara erangan dasyat yang dijamin membangunkan orang sekampung, kalau dipasang pakai toa mesjid. Dan pagi harinya terbukti kinerja jam beker sangat mumpuni, sampai loncat dari atas kasur. Tidak berapa lama kemudian terdengar suara adzan subuh dari masjid yang berada tidak jauh dari rumah. Dengan mata masih merem sebelah, segera membasuh muka dengan air wudhu. Lanjut ngejar sholat jama'ah di masjid. Pak Kyai tetangga sebelah sampai heran melihat sosok kecil yang tumben muncul pagi itu. Senyum simpul dan mata bersinar sebelah (sebelah masih merem) si anak kecil membalas tatapan aneh Pak Kyai.

Sampai di sini ceritanya masih lurus dan nggak ada kenthirnya. Lanjut kemudian ceritanya berawal dari pulang sholat subuh berjamaah, menyusuri jalan kecil dan lorong antar rumah tetangga. Tiba pada sebuah rumah yang terlihat ada nyala dari lubang angin. Semakin dekat ke TKP mulai terdengar suara gemericik air. Ohh..iya, TKP tersebut adalah sebuah kamar mandi milik seorang tetangga, tepatnya seorang ibu muda dengan satu anak masih kecil waktu itu, Mahmud Abas lah. Sedikit penasaran dan banyak ingin tahu, dengan pelan tapi pasti saiya coba mendekati titik cahaya keluar dari lubang angin. Tubuh kecil ini tentunya jauh untuk bisa menjangkau lubang di atas tadi. Tapi sebentar dulu, sepertinya dewi fortuna berpihak pada anak kecil yang pulang dari masjid ini. Di samping TKP ada sebuah tandon air yang menempel ke dinding kamar mandi. Rejeki anak sholeh #senyum iblis.

Tengok kanan kiri sepi, suasana pagi yang masih gelap mendukung sekali untuk berkamuflase di kegelapan. Dengan berbekal pengalaman dan skill panjat pohon yang mumpuni, tandon air berhasil dipanjat dan nangkring manis di atas. Cari posisi pas di lubang yang bisa menjangkau sudut pandang optimum ke dalam kamar mandi. Pemandangan yang hampir bikin jantung copot tersaji di depan mata...seoarang Mahmud Abas sedang mengguyurkan air ke seluruh tubuh polosnya. Dyarrr...langsung nyutt..nyutt kepala ini, atas bawah tentunya. Anak kecil yang terlanjur dewasa pada waktunya. Detik demi detik setiap momen spesial itu tidak terlewatkan, sampai akhirnya tubuh polos tadi terbalut handuk tebal dan lampu dimatikan. Layar ditutup.

Masih dengan kepala nyut-nyutan, merenung jorok cukup lama di kamar. Sampai tidak sadar jam menunjukkan waktu untuk segera mandi biar tidak telat berangkat sekolah. Akhirnya pagi itu dengan wajah cerah dengan siul ceria mengiringi perjalanan ke sekolah, jalan kaki tentunya.

Pengalaman ngeri-ngeri sedap pagi itu masih terngiang sampai malam. Dengan tekad yang semakin membulat, pasang jam beker seperti kemarin. Malam terasa lama sekali berlalu sampai akhirnya mata ini terpejam. Bunyi dering beker pertama langsung membuat badan ini melompat segera. Ambil sarung langsung lari ke masjid, lebih dulu datang dari Pak Kyai yang tambah pasang tampang heran. Kali ini saiya balas dengan mata melotot terang dua-duanya. Tidak sabar menunggu rakaat terakhir dan doa dari Pak Kyai. Selesai amin terakhir langsung lari menyusuri lorong menuju TKP kemarin. Dan tepat sesuai harapan, nyala lampu dari lubang angin dan suara gemericik air begitu merdunya di telinga. Langsung panjat tandon air dan menempatkan posisi angle yang pas dan layar terkembang #byak

Rutinitas pagi tersebut berlangsung setiap hari dan bahkan tidak butuh jam beker lagi untuk membangunkan anak kecil ini. Alarm bawah sadar sudah langsung bekerja menyongsong adzan subuh yang berkumandang dari masjid. Sampai pada suatu hari yang sudah digariskan, setelah rutinitas subuh di masjid dan sudah menempatkan diri di posisi wuenak di atas tandon air, karena kecerobohan dan kurang hati-hati, tidak sengaja kaki menginjak kayu rapuh di ujung tiang penyangga tandon air. Krakk....!! Suara kayu patah tadi langsung menghentikan suara guyuran air dari dalam kamar mandi. Dua bola mata dari balik lubang angin bertemu tatapan melotot sang mamah muda. Teriakan keras langsung menyadarkan saiya untuk segera ambil langkah seribu dari TKP. 
"Wooiiii...siapa itu ngintip..!!" teriak si mamah muda sambil melotot dan menyambar handuk menutupi pemandangan yang setiap hari menjadi sarapan pagi si anak kecil.

Ternyata itu adalah pagi terakhir saya berkesempatan melihat pemandangan lembah bukit dan pegunungan. Besok paginya sudah tidak terlihat lagi cahaya keluar dari lubang angin itu karena sudah ditutup rapat tana menyisakan celah. Yang tersisa hanyalah suara gemercik siraman air mengguyur, cukup bisa membayangkan apa yg ada di balik dinding sana. Tapi ternyata kebiasaan bangun pagi untuk sholat berjama'ah di masjid tetap terjaga. Tanpa perlu bantuan jam beker lagi, alarm bawah sadar sudah berbunyi, meski tidak bisa lagi menikmati pemandangan sarapan pagi.

Ternyata hidayah memang bisa muncul dari hal-hal yang tidak pernah kita duga yak..? Bahkan harus dengan mengintip tetangga yang rajin mandi pagi. Rejeki anak sholeh #nyengir

Salam, 
HUM

[caption caption="69hum.com"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun