[caption caption="Planet Kenthir"][/caption]
Kisah ini sebenarnya ofderekot karena mempertaruhkan kredibilitas saiya, tapi demi mensukseskan diri mendukung elgebete...ehh..mendukung kaum kenthir maka dengan sangat menyesal dan penuh paksaan yang berkecamuk dalam dada ini, meluncurlah cerita aib masa kecil yang penuh adegan ngeri-ngeri sedap berikut ini.
Selamat menikmati.
Bagi kaum kenthir yang sekarang sedang menikmati masa tuanya tentunya pernah mengalami jaman keemasan di masa kecilnya dulu, kecuali lahir...ceprot...langsung gedhe..kenthir pulak..klop deh penderitaan lo..#hihi
Baiklah...biar tidak terlalu berpanjang dan lama seperti anu saiya, kita buka nganunya bersama-sama #byak
Jadi ceritanya kira-kira pas jaman SD, tepatnya males banget sih buat mengingat-ingat, padahal isi cerita ibarat kata abang sopir truk pasir.. "Lali rupone eling rasane".
Sebagai anak bungsu yang sangat dimanja oleh belaian bunda, bangun pagi merupakan rutinitas yang sangat membosankan. Bagaimana tidak bosan coba, masih enak tidur kok musti bangun, padahal kan belum bosan tidurnya. Huft..Â
Hasilnya setiap pagi musti ditarik plus guyur aer seember biar bangun, alhasil telat mulu berangkat sekolahnya. So pasti omelan plus cubit plus ceblek bokong dari Bunda piara...piara apa... jadi sarapan setiap pagi.
Akhirnya pada suatu hari saiya bertekad untuk bangun pagi. Jaman itu belum musim alarm pakai henpon, jadi belilah sebuah jam beker yang sudah di trial mengeluarkan suara erangan dasyat yang dijamin membangunkan orang sekampung, kalau dipasang pakai toa mesjid. Dan pagi harinya terbukti kinerja jam beker sangat mumpuni, sampai loncat dari atas kasur. Tidak berapa lama kemudian terdengar suara adzan subuh dari masjid yang berada tidak jauh dari rumah. Dengan mata masih merem sebelah, segera membasuh muka dengan air wudhu. Lanjut ngejar sholat jama'ah di masjid. Pak Kyai tetangga sebelah sampai heran melihat sosok kecil yang tumben muncul pagi itu. Senyum simpul dan mata bersinar sebelah (sebelah masih merem) si anak kecil membalas tatapan aneh Pak Kyai.
Sampai di sini ceritanya masih lurus dan nggak ada kenthirnya. Lanjut kemudian ceritanya berawal dari pulang sholat subuh berjamaah, menyusuri jalan kecil dan lorong antar rumah tetangga. Tiba pada sebuah rumah yang terlihat ada nyala dari lubang angin. Semakin dekat ke TKP mulai terdengar suara gemericik air. Ohh..iya, TKP tersebut adalah sebuah kamar mandi milik seorang tetangga, tepatnya seorang ibu muda dengan satu anak masih kecil waktu itu, Mahmud Abas lah. Sedikit penasaran dan banyak ingin tahu, dengan pelan tapi pasti saiya coba mendekati titik cahaya keluar dari lubang angin. Tubuh kecil ini tentunya jauh untuk bisa menjangkau lubang di atas tadi. Tapi sebentar dulu, sepertinya dewi fortuna berpihak pada anak kecil yang pulang dari masjid ini. Di samping TKP ada sebuah tandon air yang menempel ke dinding kamar mandi. Rejeki anak sholeh #senyum iblis.
Tengok kanan kiri sepi, suasana pagi yang masih gelap mendukung sekali untuk berkamuflase di kegelapan. Dengan berbekal pengalaman dan skill panjat pohon yang mumpuni, tandon air berhasil dipanjat dan nangkring manis di atas. Cari posisi pas di lubang yang bisa menjangkau sudut pandang optimum ke dalam kamar mandi. Pemandangan yang hampir bikin jantung copot tersaji di depan mata...seoarang Mahmud Abas sedang mengguyurkan air ke seluruh tubuh polosnya. Dyarrr...langsung nyutt..nyutt kepala ini, atas bawah tentunya. Anak kecil yang terlanjur dewasa pada waktunya. Detik demi detik setiap momen spesial itu tidak terlewatkan, sampai akhirnya tubuh polos tadi terbalut handuk tebal dan lampu dimatikan. Layar ditutup.
Masih dengan kepala nyut-nyutan, merenung jorok cukup lama di kamar. Sampai tidak sadar jam menunjukkan waktu untuk segera mandi biar tidak telat berangkat sekolah. Akhirnya pagi itu dengan wajah cerah dengan siul ceria mengiringi perjalanan ke sekolah, jalan kaki tentunya.
Pengalaman ngeri-ngeri sedap pagi itu masih terngiang sampai malam. Dengan tekad yang semakin membulat, pasang jam beker seperti kemarin. Malam terasa lama sekali berlalu sampai akhirnya mata ini terpejam. Bunyi dering beker pertama langsung membuat badan ini melompat segera. Ambil sarung langsung lari ke masjid, lebih dulu datang dari Pak Kyai yang tambah pasang tampang heran. Kali ini saiya balas dengan mata melotot terang dua-duanya. Tidak sabar menunggu rakaat terakhir dan doa dari Pak Kyai. Selesai amin terakhir langsung lari menyusuri lorong menuju TKP kemarin. Dan tepat sesuai harapan, nyala lampu dari lubang angin dan suara gemericik air begitu merdunya di telinga. Langsung panjat tandon air dan menempatkan posisi angle yang pas dan layar terkembang #byak