@@@@@@
“Pak Paijo, kalo’ kali ini beneran sepeda santai, jadi musti ikut. Saya catat di daftar peserta ya, Pak?” Waskito menyambut Paijo saat sarapan pagi di kantin.
Hari minggu besok ada acara ulang tahun kabupaten. Akan diadakan parade sepeda santai dan pertunjukan kesenian serta bazaar di pendopo kabupaten. Pak Bupati sendiri yang akan memimpin rombongan sepeda santai.
@@@@@@
Paijo tertawa lebar sambil melepas kacamatanya yang berkilau saat sampai di garis finish. “Nah, ini baru namanya sepeda santai, tidak bikin badan pegal.”
Suara music dangdut mengalun dari panggung di depan pendopo kabupaten. Spanduk besar terpampang di atasnya “Bike to Work : StopGlobal Warming”. Berbagai slogan lain bertebaran di sekeliling panggung, “Save Our Planet”, “Let’s Go Green”, “Irit BBM” dan bahkan issunya grup band “Efek rumah kaca” bakal manggung di situ.
Di lapangan belakang pendopo digelar bazaar dengan tenda-tenda yang bertebaran di sekeliling lapangan. Suasanya begitu meriah. Sebuah stand tampak dipenuhi pengunjung. Sebuah distributor resmi merek sepeda terkenal rupanya ikut ambil bagian pada acara kali ini. Berbagai macam jenis sepeda dipajang di situ. Dengan iming-iming harga murah dan diskon untuk 100 orang pertama, bahkan dapat hadiah langsung, membuat pengunjung berjubel. Seorang pejabat kabupaten terlihat sedang mencoba mengangkat sepeda yang baru dibelinya. Sepeda yang katanya kuat tapi seringan kapas karena terbuat dari material super alloy itu ditebusnya seharga 25 juta. Katanya buat anaknya ke sekolah daripada tiap hari harus tergantung si Dalimin, tetangganya yang tukang ojek, untuk nganterin.
Diiringi decak kagum orang sekelilingnya dia minta anaknya mencoba sepeda barunya. Dengan malu-malu si anak berbisik ke telinga ayahnya, “Pa, aku kan belum bisa naik sepeda. Besok aja minta diajarin Mas Dalimin.”