Bulan puasa sudah berlalu, hari raya Idul Fitri pun sudah terlewati. Terasa berbeda semua kegiatan yang biasa terjadi di setiap bulan Ramadhan.
Tradisi mudik yang belum bisa terlaksana, momen buka bersama dengan rekan yang sudah lama tak jumpa serta mungkin berkumpulnya para anggota keluarga besar yang juga dilakukan melalui media online.
Bidang-bidang ekonomi serta bisnis mulai kembali beroperasi dengan penerapan new normal. Agak menarik ketika dikatakan menggunakan masker adalah salah satu new normal.
Sebenarnya masker sudah sangat lumrah digunakan bagi sebagian orang yang sering berada di tempat keramaian atau menggunakan transportasi umum maupun pribadi seperti motor.
Namun apa sebenarnya makna dari new normal ini? Khawatir kah kita bahwa ini akan selamanya menjadi kebiasaan baru di tengah masyarakat atau memang peralihan dimana teknologi telah menjadi daftar kebutuhan pokok kebutuhan sehari-hari dewasa ini?
Kemudian akankah sulit merubah kebiasaan yang lama menjadi kebiasaan baru ini? Layakkah terus menyudutkan pemerintah atau pihak berwenang apabila kebijakan ini tidak berjalan?
Tentu saja semua pihak memiliki kepentingan masing-masing untuk memperoleh kebaikan dalam perjalanan hidupnya. Sulit membatasi bagian sosial dengan kultur budaya di Indonesia yang begitu kental dengan hubungan silaturahmi.
Bagaimana mudik merupakan salah satu contoh ritual yang telah biasa dilakukan dalam setiap momen hari raya. Momen dimana bertemu sanak saudara terasa menyejukkan ketika Lelah menghadapi rutinitas pekerjaan di ibukota.
Lalu mencuci tangan, budaya yang sebenarnya bukanlah budaya yang bisa disebut sebagai new normal. Karena sejak kecil sudah diajarkan untuk selalu menjaga kebersihan dan hal ini kembali populer setelah merebaknya pandemic virus.
Secara pribadi kita sendiri patut sadar bahwa kebersihan itu memang penting. Tidak perlu merasa bahwa new normal sulit diterapkan.
Kita pun sebenarnya wajib menjalankan apa yang ada pada petunjuk new normal tersebut tanpa adanya virus. Masa kita harus tunggu tertekan dulu baru mau ada perubahan untuk beradaptasi terhadap kondisi terbaru.
Yang agak sulit memang penerapan di ruang-ruang umum atau sarana umum. Tidak terkecuali di tempat-tempat wisata. Apakah ketika menikmati fasilitas umum kita mampu menumbuhkan kesadaran pentingnya kebersihan?
Membuang sampah pada tempatnya saja kerap kali kita lupakan dan seakan tidak peduli. Barulah ketika banjir melanda seakan sadar bahwa membuang sampah sembarangan adalah penyebabnya.Â
Jadi marilah pada momen ini setidaknya kita mulai menumbuhkan kesadaran pada diri kita masing-masing. Tidak usah merasa rugi jika orang lain belum memiliki kesadaran bagi diri mereka. Toh semua kebaikan yang kita lakukan tentu saja akan kita nikmati sendiri.
Tidak usah pula belajar menegur orang-orang yang seakan tidak peduli kepentingan umum. Biarlah mereka menanggung sendiri hasil perbuatannya. Ketika kita melakukan yang baik pun belum tentu diri kita mendapatkan timbal balik yang baik apalagi kita tidak menjalankan yang baik.
Kebaikan akan mencari sendiri jalannya dan menghasilkan tanggapan yang baik pula bagi yang melakukannya. Sebagai pribadi kita hanya perlu melakukan yang terbaik untuk diri sendiri sehingga manfaatnya mungkin saja dapat dinikmati orang lain.
Kalo tidak dinikmati orang lain setidaknya kita melakukan yang terbaik bagi diri sendiri sehingga kita telah bertanggung jawab pada diri sendiri. Selamat dating new normal….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H