Mohon tunggu...
Hardi Darjoto
Hardi Darjoto Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Odoo

Penggemar buku, mulai dari Pramudya Ananta Toer sampai J.K. Rowling. Mulai dari novel sampai sejarah Islam. Termasuk majalah Tempo dan National Geographic. Pembaca harian Kompas sejak SMP (karena ayahnya agen koran di Bandung). \r\n\r\nSehari-hari berprofesi sebagai konsultan OpenERP (http://www.linkedin.com/pub/hardi-darjoto/20/64/517)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Syiah: Sejarah Perpecahan Umat

17 Agustus 2013   00:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:13 4535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pelantikan Ali bin Abu Thalib sebagai Khalifah
Masa pemerintahan Ali bin Abi Talib penuh dengan gejolak. Beberapa yang penting adalah (1) Perang Unta, sebuah fitnah pertama umat Islam; (2) konflik dengan Muawiyah yang tidak mengakui kekalifahannya; dan (3) konflik dengan kaum Khawarij yang berakhir dengan kematiannya.

Aisyah dan Perang Unta
Aisyah sedang melakukan ibadah Haji di Mekkah ketika terjadi peristiwa terbunuhnya Utsman dan diangkatnya Ali menjadi Khalifah. Di Mekkah sudah berkumpul sejumlah tokoh dan mantan pejabat era Utsman. Diantaranya Ya'la bin Umayah, mantan gubernur Yaman; Walid bin Uqbah, mantan gubernur Kufah; Sa'id bin As bin Umayyah; Marwan bin Hakam; kemudian Thalhah dan Zubair.

Thalhah dan Zubair mengusulkan kepada Aisyah untuk tidak kembali dulu ke Medinah, namun ke Basrah. Aisyah diminta untuk berpidato menuntut pembunuh Utsman, sambil mencari dukungan di Basrah. Kemudian Aisyah dan rombongan berangkat ke Basrah.

Gubernur Basrah Usman bin Hunaif melarang rombongan Aisyah memasuki Basrah. Thalhah dan Zubair menyampaikan ulang tuntutan mereka untuk menangkap dan mengadili pembunuh Utsman. Aisyah berpidato sehingga sebagian masyarakat Basrah mendukung Aisyah. Terjadi pertempuran singkat yang tidak diketahui awalnya. Walaupun akhirnya disepakati gencatan senjata sambil menunggu kedatangan Ali bin Abi Thalib, tetapi korban sudah jatuh. Gencatan senjata tidak berumur panjang, karena ada provokasi dari sejumlah orang. Gubernur Basrah akhirnya terbunuh dan Basrah dikuasai rombongan Aisyah.

Ketika Ali tiba di Basrah, ia mengirim utusan kepada Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Kelompok Asiyah mengulangi tuntutan menangkap pembunuh Utsman. Ali menjanjikan akan menuntut pembunuh Utsman bila keamanan sudah pulih kembali. Kelompok Aisyah menerima janji Ali, dan kedua pasukan yang sudah berhadapan itu tidak jadi bertempur.

Pada subuh, dari pihak pasukan Ali ada yang memprovokasi menyerang pasukan Aisyah. Maka pertempuran pecah lagi. Masing-masing pihak Ali dan Aisyah merasa pihak lainnya mengkhianati perjanjian.

Ketika akhirnya diketahui Aisyah menunggang unta menuju ke medan tempur, maka Ali memerintahkan untuk menebas kaki unta yang membawa Aisyah. Hal ini dilakukan agar pertempuran tidak berlarut-larut yang bisa membawa korban sesama Muslim lebih besar lagi. Kemudian Ali menemui Aisyah dan berbicara langsung. Keduanya memberi salam dan menyadari bahwa mereka telah menjadi korban fitnah. Aisyah kemudian memutuskan kembali ke Medinah dan Ali memberi pengawalan kepada Aisyah. Sejak peristiwa ini, Ali memindahkan ibukota dari Medinah ke Kufah, dengan alasan menghindarkan kota suci Medinah dari intrik-intrik politik.

Perang Siffin & perdamaian dengan Muawiyah
Setelah urusan dengan Aisyah selesai, maka Ali mulai mengurusi masalah dengan Muawiyah. Muawiyah adalah sepupu kalifah Utsman bin Affan. Ia adalah putra Abu Sufyan dari bani Umayyah. Abu Sufyan adalah salah satu tokoh Quraisy yang menjadi musuh utama Rasulullah dan baru masuk Islam setelah penaklukan Mekkah.

Ketika Utsman terbunuh dan kemudian Ali terpilih menjadi kalifah berikutnya, Muawiyah yang sudah menjadi gubernur Syam (Damaskus) menolak mengakui (membaiat) Ali sebagai Amirulmukminin. Dia menuntut agar pembunuh Utsman ditangkap terlebih dahulu baru ia akan mengakui Ali.

Walaupun Ali telah berusaha membujuk Muawiyah baik melalui utusan maupun surat agar mau mengakui kepemimpinannya, tetapi Muawiyah selalu menolak dengan alasan yang sama. Bahkan ketika Ali mengirim pengganti Muawiyah, pengganti itu diusir dari Damaskus. Sementara itu Muawiyah di Damaskus juga sibuk memperkuat diri baik secara militer maupun bujukan kepada tokoh masyarakat agar mau mendukungnya menjadi pemimpin Islam yang berikutnya.

Akhirnya Ali mengirim pasukan dari Kufah menuju Damaskus. Pasukan itu kemudian berkemah di Siffin, kemudian Ali mengirim utusan kepada Muawiyah untuk berunding. Perundingan berjalan alot dan akhirnya buntu, sehingga meletusnya pertempuran di Siffin antara pasukan Ali dan Muawiyah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun