Bukankah yang lebih gila itu justru si Tetua dan kawanan kalong bodoh itu? Kegilaan macam apa itu yang rela menggosongkan badan di kabel-kabel listrik hanya demi menikmati kegelapan di mana-mana? Hanya demi melihat kelam di hati penduduk Desa Mesam Mesem. Huh! Gila, sungguh gila! Aku sudah muak!
kekejian ini nyata,
tulang-tulang jatuh
dari pokok-pokok kabel
: sedang aku tak ingin makan
tulang
dan menumpuk kematian
Setelah lelah melihat pemandangan sate kalong, pada akhirnya kulampiaskan kemarahanku kepada Tetua Kalong yang semakin sepuh dan rapuh itu.
"Tidakkah kau lihat, pohon-pohon tempat kita bernaung dan mencari makan telah semakin berkurang. Ulah siapa lagi, kalau bukan ulah orang-orang itu, yang gemar mendukung gedung-gedung dan mencampakkan alam," tutur Tetua, nadanya tegas. Aku pun kikuk.
"Orang-orang itu membikin garis kematian semakin mendekati kita. Tak lama lagi tak akan ada lagi kawanan kalong. Lalu untuk apa kita bertahan dengan segala kemalangan ini? Orang-orang itu harus merasakan segala kekelaman ini. Biar, biar saja mereka mandi keringat di gelap malam. Biar, biar saja anak-anak mereka merengek-rengek karena kepanasan dan takut gelap. Biar, biar saja peralatan listrik mereka menjadi tak berguna. Biar, bisa saja kekelaman menguasai hati mereka."
Kau tahu, setelah itu ramai-ramai kawanan kalong menyerbu pemukiman penduduk Desa Mesam-Mesem. Menyebarkan segala kepijit dan mematikan segala cahaya. Uhh, aku tak tahu hendak kemana.
Maka ini lah kisahku, yang kutulis sembari bergelantungan di kabel-kabel. Uhh, aku merasa keren sekali.
Tamat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H