Mohon tunggu...
Dian Chandra
Dian Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Arkeolog mandiri

Pemilik buku: Sapatha dari Negeri Seberang (2021), Lalu (2022), Relung (2022), Jalan-jalan di Bangka (2022), Hen (2022), Aksara Anindya (2022), Aksara Mimpi (2023), Diary para Hewan (2023), dan Kepun (2023)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kalong-Kalong || Cerpen Dian Chandra

11 November 2023   10:43 Diperbarui: 11 November 2023   10:56 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

#Cerpus

KALONG KALONG || Cerpen + Puisi Dian Chandra

Dalam gelap aku berumah, untuk menguasai segala ketakutan dan kemarahan orang-orang.

Hei, Kau! Biarkan malam ini aku berkisah tentang ulah kaumku. Mereka gemar bermukim dalam kegelapan dan senang menguasai gelap. Kau tahu, sudah lima malam ini Desa Mesam Mesem selalu mati lampu setiap pukul 22.00 hingga pagi menjelang. Itu pun bila beruntung, bila tidak, maka listrik tak kunjung hidup selama seharian- semalaman. Huh!

Ahh, aku ingat betul ulah siapa itu. Ya, siapa lagi kalau bukan ulah kawananku yang berhati keji itu. Saban malam mereka bertengger di tiang listrik dan kabel-kabelnya. Tak peduli akan mati tersengat, pokoknya asal listrik padam, mereka sudah puas. Uhh!

malam-malam
kalong-kalong
membunuh diri
: mereka hendak
mengunyah-ngunyah kegelapan
(malam & hati orang-orang)

Kadang-kadang aku bertanya-tanya, kenapa sih kalong-kalong dewasa itu nekad bunuh diri hanya demi kelam malam? Apa kau tahu? atau mungkin kau bisa menebaknya?

Huh, aku pun pada mulanya tak begitu paham. Yaa, aneh saja kan, melihat satu per satu kalong-kalong dewasa dan tua itu mati bergelantungan di kabel-kabel listrik. Hei, kalian sudah bosan hidupkah?

kalong-kalong menuju
maut
sedang kekalutan
membalut-balut
raut
yang berwajah akut

Aku hitung-hitung selama lima malam itu sudah ada lima puluhan kalong yang menemui mautnya. Uhh, tiba-tiba saja mereka telah menjadi kalong bakar. Mungkin kalau aku menjualnya kepada para makhluk halus, aku bisa mendapatkan keuntungan yang banyak. Bukankah mereka doyan makan sate kalong? Begitulah kabarnya.

Uhh, jika saja aku bisa menjual sate kalong itu, tentu saja uangnya akan kubelikan lahan berhektar-hektar dengan aneka tanaman buah yang lezat. Supaya aku tak perlu bersusah-payah lagi. Uhh!

Sayang, sungguh disayang! Tetua kalong tak pernah bersetuju dengan ide gokilku itu. Katanya aku gila, kebanyakan makan kepijit. Uhh!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun