Mohon tunggu...
Dian Chandra
Dian Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Arkeolog mandiri

Pemilik buku: Sapatha dari Negeri Seberang (2021), Lalu (2022), Relung (2022), Jalan-jalan di Bangka (2022), Hen (2022), Aksara Anindya (2022), Aksara Mimpi (2023), Diary para Hewan (2023), dan Kepun (2023)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Burung-burung Menggugat || Fabel Dewasa

12 Oktober 2023   10:11 Diperbarui: 12 Oktober 2023   10:15 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bumi, 2050

sekian abad berlalu. burung-burung masih dipanggil-panggil dengan getir. selepas prahara. usai karam di lubang maut.

Hari itu adalah hari senin teraneh dalam hidupku. Mendadak burung-burung saling berkumpul di suatu gedung rakyat. Beramai-ramai burung-burung itu berunjuk rasa. Entah apa yang mereka resahkan. Pokoknya mereka terlihat sedang menggugat. Huh! Weeek!

burung-burung

mengaku turunan garuda,

jatayu, phoenix, dodo,

dan kinara

lalu satu-satu mulai gigil

kejang dalam kekejaman

: hingga menggigit lidah sendiri

Dua hari kemudian, burung-burung itu masih saja menggugat di depan gedung rakyat, saling meneriakkan hujat. Mendesak penganut rakyat agar bersiap-siap mangkat.

Tidakkah kau ingin tahu apa keinginan burung-burung itu, hingga nekad menggugat? Uhh, rupanya mereka menolak persekongkolan waktu yang telah memetakan derita di sepanjang generasi burung.

di pokok-pokok pohon. orang-orang menengadah. menziarahi derita burung-burung. yang katanya penat usai dibudak ular-ular. yang sebagian mati di tangan rahwana. hingga membuka-buka pintu kepahlawanan di ujung napas. yang kerap hidup-mati hidup-mati dalam sekali bara api.

seperti belantara di hidup garuda. serupa rimba di tubuh jatayu. serupa cacat di kepak sayap phoenix. semacam gersang di pemukiman burung-burung hutan.

Week, week, weeek! Aku semakin bingung. Kenapa mereka mesti repot-repot mengunjungi gedung rakyat, bukannya permasalahan berakar pada waktu, pada masa lalu yang tak hendak maju-maju. Saat kutanya itu pada salah satu turunan burung dodo, dia pun menjawab, "Manusia adalah mula segala derita turun temurun ini. Orang-orang itu terus menerus melabeli kami sebagai pengecut. Kadang-kadang orang-orang itu kerap melucuti nyawa kami. Sedang gedung rakyat adalah bagian dari orang-orang itu!"

Week, weeek, weeek! Hari itu sunggut pekat sekali. Burung-burung mulai kelelahan. Mungkin telah kehabisan suara. Huh! Nyatanya aku salah. Sayup-sayup salah satu turunan burung yang paling purba mulai bercuit-cuit.

burung-burung menggugat. separuh meminta tak ingat-ingat lagi akan siksa. yang dilontar cemburu ular-ular. dan visnu yang memperpanjang suruh dan titah.

burung-burung menggugat. sebagian mendesak bangkit. usai menyusuri jejak-jejak sita. lalu mencapai sunyi. dan menukik ke rumah malaikat. menjemput pulang raga.

burung-burung menggugat. lainnya hendak mengekalkan kematian. sebab terengah-engah bangkit dari kematian. hingga ke anak cucu.

burung-burung menggugat. banyak yang kehilangan rumah. segala sarang dan pohon lenyap. dilalap api tungku. yang tak kunjung padam. hingga pulau-pulau raib. membikin sangsi di mana-mana.

burung-burung menggugat!

Wek! Aku pun merinding, sedang di sana, jauh di bilik-bilik AC, bernaung sekumpulan rakyat. Mereka hendak mematut-matut untung rugi dan mengeruk-ngeruk kesempatan. Mulailah sebuah persekongkolan besar dan kelam. Ya, sekongkol memang nama lain orang-orang berkedok rakyat itu. Week!

Uh, mendadak aku limbung dan linglung. Apakah aku juga termasuk burung-burung? Tapi mengapa ... mengapa orang-orang itu hendak memburuku? Weeek!

Tamat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun