Chapter 1
 //0// swasti saka warsatita. 1340. posya masa. tithi pancami suklapaksa. pa. ka. sa.wara. wuye. iri
 ka diwasa nireng jangan ing patapan sira mpu siwatmaka. hasung pamgat taransan. saha bhojana. katangapan deni
ra para mpunku satagan janatason. samadaya. mpunku jurw-i tanjunan. sira mpu siwajnana. anganapati i gsang. si
 sira mpu dharma. anganajaya igana. sira mpu baruna. leka irandegan. sira mpu wiraga. makanuni sira pa
 catande. trung sira gajah sakapat. sang upapatting kacansayawan. sira mpu siwatmaka. kosagatan. sira mpu madarjja.
//
sir mpu kartta. buyut i gsa. sira suraba. buyut i pamulu. sira dna. dee patapan. sakehi rara matuha no
 m. samadaya. buyut anarep sira pawuh. hanalihi sira witana. hanigan-i sira manca juru same sirasu. kabaya
n. sira mtt. sira anti. yatika kabeh samasanaksyan-i duk sira mpu iwatmaka haweh pamgat taransan. anakira
mpu iwatmaka. 8. sira mpu netra. sira mpu marmma. sira mpu ghora. sira mpw angarjja. sira mpu hari. sira mpu sarasija. sira kranta. wadon. sira ngin.
//
 Jauh di ujung selatan Desa Pajarakan, tempat dimana kerimbunan hutan mulai membawa kedamaian bagi para pejalan. Seorang gadis muda terus saja membulatkan tekadnya untuk terus berjalan kaki masuk lebih dalam ke dalam hutan Pegunungan Hyang. Ia hanya bepergian sendirian. Mungkin ia sedang melarikan diri dari rumahnya, atau mungkin memang hutan itu adalah tujuan utamanya.
Hutan itu tak sepenuhnya gelap apalagi menakutkan. Sebab, telah dibuat jalan setapak dari perpaduan bebatuan, kerikil dan bata. Sebab musababnya dibuatnya jalan yang bagus itu karena kerap kali dilalui oleh utusan raja, kaum bangsawan bahkan tak jarang raja beserta rombongannya pun melewati jalan itu. Sehingga jalan di tengah-tengah hutan pegunungan itu tak sepenuhnya gelap, dan pula tak sepenuhnya sunyi.
   Â
Gadis itu berhenti sejenak di tepian jalan. Ia duduk di atas sebuah batu besar berwarna hitam. Matanya memandang rimbunnya tanaman hutan. Setelah sampai sejauh ini ia justru berpikir "apakah para penghuni Mandala Sagara dapat menerima kembali kehadiranku?". Sejenak ia meragu. Mengingat ia hanya lah seorang gadis kebanyakan. Bukan dari kalangan bangsawan. Namun, sekejap kemudian ia kembali bersemangat. Tatkala ia menyadari bahwa Mandala Sagara adalah tempat yang tepat untuknya.
Mandala Sagara adalah sebuah pemukiman keagamaan yang asri. Tempat orang-orang belajar dan mengajar beraneka macam ilmu. Tidak hanya tentang agama dan kebajikan. Namun juga hal-hal lainnya seperti ilmu perbintangan, sastra, seni, pertanian, dan lain sebagainya. Tak heran jika gadis muda itu begitu antusias untuk datang kembali.
Nama Mandala Sagara kerap kali disebut sebagai mandala utama dan tertua di Jawa Timur. Disebut pula dalam berbagai kitab dan naskah sastra. Begitu kuno dan bertuahnya hingga tercatat dalam Prasasti Batur. Gadis itu pernah sekali belajar di sana untuk menemani seorang putri dari Pejabat Kabayan. Itu sudah lama sekali. Mungkin saat ia dan anak gadis Pejabat Kabayan itu tengah berumur tujuh tahun.
Anak Pejabat Kabayan dimasukkan ke dalam Mandala Sagara hingga mendapatkan tanda kelulusan dan siap berumah tangga. Agar anak Pejabat tersebut tak kesepian selama belajar maka diajaklah si gadis tadi.
Gadis itu mulai berganti posisi. Kini ia ingin berbaring. Sembari berbaring di atas batu besar. Ia mengenang masa-masa saat ia menempuh pendidikan di sana. Ia paham betul bahwa saat itu ia dan anak pejabat yang bernama Liwidya sedang menjalani salah satu dari empat tahap kehidupan, yaitu Brahmacari. Brahmacari menurut Liwidya adalah semacam pengasingan bagi anak-anak. Tapi tidak bagi gadis itu. Baginya Brahmacari adalah kesempatan emas untuk belajar di bawah kaki guru. Meraup ilmu sebanyak-banyaknya langsung dari sumbernya, yaitu guru dengan kompetensi yang patut diapresiasi.
Setelah dirasanya cukup beristirahat. Ia pun segera bangkit. Sayup-sayup ia mendengar suara langkah kuda. Mungkin sekitar tiga kuda. Ia menunggu sejenak. Barang kali ia bisa mendapatkan tumpangan. Sebab ia tahu tak ada lagi jalan lain yang akan dituju selain menuju tempat yang sama, yakni Mandala Sagara.
Suara langkah kuda semakin jelas terdengar. Diikuti oleh suara pria dan wanita. Gadis itu sengaja berdiam diri di tepi jalan. Menampakkan diri. Benar saja, para penunggang kuda yang terdiri dari dua pria dan satu wanita segera menarik tali kekang kuda agar berhenti tepat di samping si gadia. Kuda pun meringkik keras sembari menaikkan kedua kaki depannya.
Setelah kudanya tenang. Salah satu dari penunggang kuda itu, seorang wanita dengan lincah turun dari punggung kuda. Wanita itu tampaknya berumur sekitar tiga puluhan. Dengan tenang pula ia menghampiri si gadis. Wanita itu pun menanyakan "mengapa seorang gadis muda terlihat sendirian di tengah hutan rimba? Apakah kau tersesat". Tanyanya. Lalu si gadis pun menjawab "aku tidak sedang tersesat. Tujuanku ialah Mandala Sagara. Namun, tidak beruntungnya aku tidak memiliki alat transportasi untuk ke sana. Disebabkan ketidakmampuanku untuk membeli alat transportasi. Meski itu hanya sebuah pedati." Jelas si gadis dengan ramah namun terdengar pasrah.
Lalu secara bergantian Sang wanita pun menjelaskan siapa dirinya. Ternyata ia dan kedua rekan prianya itu adalah seorang pedagang yang memang setiap tiga bulan sekali selalu datang ke mandala Sagara untuk menjual dagangan mereka. Si gadis memandang ke ke arah kuda-kuda. Ia ingin memastikan dagangan seperti apa yang mereka ingin jual. Namun, ia tak menemukan apapun yang dirasanya dapat dijadikan sebagai barang jualan.
Sang wanita nampaknya paham akan rasa kebingungan itu. Ia lalu menjelaskan kembali bahwa barang dagangannya diangkut oleh para pegawainya dengan sebuah pedati. Para pegawainya itu berada di belakang. Sengaja, supaya ia dan rekan-rekannya dapat lebih dulu menemui kepala wanasrama.
Setelahnya sang wanita menawarkan tumpangan kepada si gadis. Dengan senang hati tawaran tersebut diterima. Sang wanita bercerita lebih banyak mengenai dirinya selama dalam perjalanan. Rupanya ia bernama Dharani. Adapun kedua rekannya masing-masing bernama Balyang dan Bacchu
Secara berapi-api Dharani pun menceritakan keinginannya untuk menjadi seorang baigram. Baigram adalah sebutan untuk seorang saudagar perempuan. Meski terlihat mustahil, namun dengan penuh kepastian ia berkata bahwa "Prasasti Jurunan dari abad ke sembilan telah mencatatkan bahwa di tengah masyarakat jabatan tertinggi tidak diperoleh melalui darah dan keturunan, tapi masyarakatlah yang berhak memastikannya!" Tegasnya.
Mendengar hal tersebut, semakin bersemangatlah si gadis untuk menuju Mandala sagara. Diam-diam ia menerbitkan sebuah doa kepada dewanya. Semoga ia bisa memiliki ilmu yang cukup agar bisa dihormati oleh masyarakat dan menjadi pelayan dewa. Pintanya sungguh-sungguh.
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H