Mohon tunggu...
Dian Chandra
Dian Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Arkeolog mandiri

Pemilik buku: Sapatha dari Negeri Seberang (2021), Lalu (2022), Relung (2022), Jalan-jalan di Bangka (2022), Hen (2022), Aksara Anindya (2022), Aksara Mimpi (2023), Diary para Hewan (2023), dan Kepun (2023)

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Bujang Harek (1942) || Cerpen Dian Chandra

1 Oktober 2023   09:10 Diperbarui: 1 Oktober 2023   09:15 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BUJANG HAREK (1942)

Toboali, 1942

Tahun 1942, kolonialisasi dan kecongkakan Belanda di Toboali pada akhirnya rubuh jua. Sayangnya, kota tua itu tak sepenuhnya dapat merdeka. Selepas kepergian Belanda, justru Jepang yang mengambil alih semua inventaris sisa kolonialisasi Belanda.

Sebagian masyarakat mengelu-elukan Jepang sebagai sang penyelamat sebagaimana yang dijanjikan Jepang. Namun, rupa-rupanya tak semua masyarakat berpikiran serupa, Bujang Harek dan kawan-kawannya, misalnya. Diam-diam tanpa sepengetahuan Jepang, Bujang Harek dan kawan-kawannya merancang strategi untuk melawan Jepang.

Agar tak ketahuan, para pejuang itu bersembunyi di dalam hutan-hutan yang berada di sekitar wilayah Toboali. Pada masa itu boleh dibilang keadaan hutan tidak lah lebih baik dari pada sebuah kuburan. Hutan pada masa itu tampak gelap, angker dan menyimpan seribu misteri di dalamnya. Terlebih di sanalah bermukim segala jenis hantu dan jin. Bujang Harek dan kawan-kawannya bukan tak tahu akan hal itu. Namun, bagaimana pun mereka harus tetap memilih hutan sebagai tempat persembunyian.

Maka dibangunlah oleh mereka sebuah pondok hume sebagai tempat mereka bernaung untuk sementara waktu. Mula-mula mereka membabat hutan dengan peralatan seadanya, berupa kapak, parang dan cangkul. Terlihat batang-batang pohon tinggi menjulang, daun-daun yang rimbun menutupi masuknya cahaya matahari, dan akar-akar pepohonan yang besar-besar. Melihat akar-akar yang besar itu membuat salah satu dari mereka, seorang pria paruh baya yang bernama Atak, berpesan agar jangan memukul akar kayu dan jangan pula bersiul.

Kawan-kawannya yang terdiri dari 10 orang pria itu hanya mengangguk-angguk, sebagian malah tak terlalu merespon peringatannya. Bujang Harek sebagai pemimpin perjuangan, merasa perlu mengingatkan kawan-kawannya itu. Setelahnya, Bujak Harek mulai membagi tugas dalam membabat hutan dan sekaligus membuat pondok hume.

"Aku harap malam iini kita sudah dapat tidur nyenyak di dalam pondok!" tegas Bujang Harek.

Mendengar ucapan Bujang Harek yang penuh wibawa itu tak ayal membuat kawan-kawannya menurut jua. Maka berpencar lah mereka. Ada yang ke barat, selatan, timur, dan utara. Masing-masing dengan tugas yang berbeda.

***

Malam menjelang, samar-samar cahaya bulan menerangi wajah Bujang Harek dan kawan-kawannya. Pondok yang mereka rencanakan, rupanya telah berdiri cukup kokoh. Meski hanya terbuat dari beberapa batang kayu dan beratapkan daun nipah, setidaknya cukup layak untuk menjadi pelindung mereka dari serangan binatang liar dan dinginnya malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun