Mohon tunggu...
Dian Chandra
Dian Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Arkeolog mandiri

Pemilik buku: Sapatha dari Negeri Seberang (2021), Lalu (2022), Relung (2022), Jalan-jalan di Bangka (2022), Hen (2022), Aksara Anindya (2022), Aksara Mimpi (2023), Diary para Hewan (2023), dan Kepun (2023)

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Di Rumah Tuan dan Nyonya Dhi pada Pukul 22.00

4 Juni 2023   09:58 Diperbarui: 4 Juni 2023   10:21 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B


Episode 1: 

TIDAK ADA LEBARAN DI RUMAH TUAN DAN NYONYA DHI
 

dalam kepalanya (tuan & nyonya dhi) segala meledak-ledak
hati bergumul lumpur
sedang tungku perapian tak lagi menyala
dan ia (tuan dan nyonya dhi) mematung, masing-masing
satu di kamar, satu di ruang tamu
untuk menyimak baik-baik malam lebaran
: suara-suara takbir dari sana-sini
yang mulai melagu dalam-dalam (pada kepala tuan dan nyonya dhi)

ahh, bikinkan saja rendang pasangan (entah tuan dhi, entah nyonya dhi)
yang dipotong-potong semaumu
usai menyodorkan dosa masing-masing

....

Ini malam lebaran. Orang-orang tak lagi tarawih dan mulai sibuk dengan opor, rendang, dan ketupat. Sebagian sibuk membunyikan takbir. Sebagian lagi sibuk memilah-milah baju baru, sepatu baru, kasut baru, dan apa-apa yang baru. Ahh, sebagian di antaranya sibuk membasuh belasan toples yang kelak akan diisi oleh aneka kue, camilan, dan snack khas hari raya.

Sementara di ujung sana, tempat Tuan dan Nyonya Dhi memulai kehidupan biduk rumah tangganya, terpampang dua punggung yang saling menjauh. Satu terduduk di sofa yang baru pagi tadi dibersihkan oleh Nyonya Dhi. Dia lah Tuan Dhi, sebatang rokok bertengger di kepitan jemarinya. Sedang, di tengah-tengah kasur, tengah bergumul perempuan berumur kepala tiga dengan pikirannya yang sama jalangnya. Dia lah Nyonya Dhi. Keduanya hening. Namun, dengan kerutan di jidat masing-masing. Mungkin keduanya sedang menahan ego masing-masing.

Sementara dari dua arloji yang diletakkan begitu saja di atas rak buku berbahan baja ringan, terdengar bunyi khas yang menandakan satu jam telah berlalu. Dan keduanya tak peduli dengan bunyi laknat itu. Bahwa malam kian larut. Bahwa waktu tidur sembari saling memeluk telah tiba. Namun, keduanya masih terpaku pada posisi semula. Abai.

Sedang di luar sana, suara-suara takbir berlalu lalang. Tak ketinggalan pula suara beduk, mercon, dan kembang api. Ya, orang-orang merayakan kemenangan masing-masing. Usai mengendalikan lapar dan haus beserta dengan nafsu yang telah mereka kekang di pucuk kepala masing-masing. Kini semuanya bergembira. Lalu bersiap menyiapkan tangan kanan untuk saling berjabat tangan di keesokan harinya. Tentu, dengan hati yang lapang untuk saling memaafkan, untuk saling meminta maaf.

"Tit ... tiiit ... tiiit!" Lagi-lagi dua arloji bermerk itu serentak membunyikan diri. Pun lagi-lagi Tuan dan Nyonya Dhi masih mematung. Beruntung ketiga anak-anaknya tengah diasuh oleh ibu dan bapak keduanya. Satu anak di barat, di rumah ibu dan bapak Nyonya Dhi. Dua anak di selatan, di rumah ibu dan bapak Tuan Dhi.

Nyonya Dhi menarik napas panjang, lalu mengembuskan dengan sangat kasar. Kemudian perempuan beralis tipis itu memejamkan matanya dengan amat perlahan. Bersamaan pula dengan suara serentak dua arloji, yang sama serentaknya menunjukkan angka 22.00.

Lalu .... 

"Blush!" Nyonya Dhi tersedot ke dalam kasur. Tanpa sedikitpun suara dari mulut Nyonya Dhi hingga dia raib begitu saja. Kemudian, yang tersisa hanyalah beberapa butir air mata yang telah mendanau di atas kasur.

Rupa-rupanya di sana, di ruang tamu, tempat Tuan Dhi berjuang menghabiskan sebungkus rokok, juga sama gaibnya. Sosok jangkung itu lenyap, dan hanya menyisakan puntung-puntung rokok beserta abunya.

Hening. Sebelum akhirnya bermunculan suara-suara dari setiap sudut rumah, yang meracau, mendesah, mendesis, dan mengomel-ngomel.

"Sudah pukul 22.00 waktunya kita menjadi diri sendiri," ujar AC di kamar yang mendadak punya mulut, kaki, dan tangan. Dia meloncat dari langit-langit kamar, lalu mendarat di atas kasur.

"Hei, kau ini kebiasaan. Sakit, tahuuu!" teriak kasur, yang kini hendak berdiri dengan kedua kakinya.

"Horeee! Aku mau nyari berita viral terbaru, ahh!" Riang suara ponsel. Benda pipih itu mulai melongokkan kepala ke dalam tubuhnya sendiri.

Sementara di waktu yang bersamaan, di luar kamar, di mana buku-buku bernaung. Telah terjadi keributan besar. Buku-buku yang mulanya tersusun rapih, mulai beterbangan bagai kupu-kupu raksasa. Mereka saling menyerang.

"Pokoknya, kali ini giliran aku yang menulis cerita Tuan dan Nyonya Dhi!" teriak sebuah buku berjudul Sapatha dari Negeri Seberang, bersampul kebiruan.

"Tidak! Aku lah yang seharusnya melanjutkan kisah mereka. Kau tahu apa? Nyonya Dhi bahkan sering menulis di tubuhku tentang seluruh keinginan-keinginannya," kelit sebuah buku tulis bergambar karakter Doraemon.

"Huh! Kalian ini. Nyonya Dhi itu lebih suka membaca komik Kobo Chan. Kalian tak lihat, dia bahkan telah membeliku sejak jaman kuliahan dulu," terang buku bersampul anak lelaki setengah botak itu dengan nada khas anak kecil yang sedang marah-marah.

"Hei, hei! Kau pikir Nyonya Dhi mau hidup di dunia anak-anak? Kau gila?"

"Tapi dunia anak-anak itu menyenangkan. Banyak pelajaran yang bisa diambil!"

"Sudah ... sudah! Biar kali ini Aksara Anindya saja yang bertutur. Ini kan nama anaknya. Mereka pasti akan cepat rujuk!"

"Tidak bisa!"

"Pokoknya ceritaku!"

"Bukuku!"

"Aku!"

Lalu .... 

"Duaaar!" 

Kertas-kertas berhamburan di lantai. Disertai dengan ocehan si lantai keramik yang sibuk menyumpahi buku-buku malang itu. Sebab, telah mengotori tubuhnya dan tubuh kaumnya. 

"Bedebaaah!"

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun