Mohon tunggu...
Dian Chandra
Dian Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Arkeolog mandiri

Pemilik buku: Sapatha dari Negeri Seberang (2021), Lalu (2022), Relung (2022), Jalan-jalan di Bangka (2022), Hen (2022), Aksara Anindya (2022), Aksara Mimpi (2023), Diary para Hewan (2023), dan Kepun (2023)

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sepilihan Puisi dari Buku Relung

5 September 2022   20:11 Diperbarui: 5 September 2022   20:14 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KEKOSONGAN
 pagi-pagi kubeli gorengan
dalam wadah kertas
kumakan satusatu: balabala, cireng, risol kering, tahu isi, tempe kering
sembari kubaca pelanpelan
kertas yang berminyak:
-kurakura yang membopong bumi di punggungnya-
 

kulihat abang gorengan
yang tak berhenti menggoreng
berdiam kekosongan di matanya
sedang di kertaskertas yang ia susun berjajar dekat gorengan dan limpahan cabe hijau
berbaring spectrum pengetahuan
yang telah ditelantarkan tuannya
demi semakan seminum badan
 

kubuka ponsel pintar
menggulir berandaku yang ramai:
-manusiamanusia berdialog dengan semesta yang bisu-
 

tangantangan yang bicara:
tentang titik yang meledak
menjadi alam semesta, tentang mana yang paling sibuk berkeliling, tentang bumi yang bulat yang datar, tentang tarik menarik tapi tak jatuh, tentang kuantum, tentang 99,9% kekosongan dalam atom
 

yang kepalaku ada di dalamnya
membilang kerja membilang ingatan:
-tong kosong nyaring bunyinya-
 

di sana kulaju langkah panjangpanjang:
-menemani jiwajiwa kosong-
wajah rimba

 
Toboali, 11 Maret 2022

#

LALU LINTAS DI LINTAS WAKTU

 
aku memacari nasib
dan
menikahi takdir
 

yang lalu berbulan madu di jalan-jalan
melihat-lihat:
 

orang-orang berswafoto di pinggir jalan;
anak kecil berwajah sedih
yang berjongkok di badan jalan;
nenek mengasuh anak anaknya: menyuapinya harapan
agar tak serupa anak perempuannya
yang pilu selalu;
warung-warung bakso yang sesak
dijejali semaunya keinginan: lapar, rakus, rakus, pamer, dendam, dendam, dan liur yang menetes-netes
sebab ingin
sebab terpesona
sebab menggemari dengan banyak-banyak kuah cabai;
pohon jambu air yang dikelilingi penikmat-penikmat musiman;
pertengkaran dua pengemudi
yang berebut lalu;
ibu yang menjunjung nampan di kepalanya
menjual butir-butir lelah
yang mengkristal di balik ketiak
pelipis
dan
kehidupan;
dan
keramaian lalu lalang penghuni jalan
yang mengacaukan pandang
yang menyerupai kebisingan di rumah lebah
 

lekas kugenggam takdir
meminta basabasi kehidupan
di lintas waktu:
aku yang paling berbahagia
 

Toboali, 07 Maret 2022
 

##


 

SEMUT

Serupa semut- semut merah. Kita kuat mengangkut segala duka di punggung waktu. Kita dapat menghidu aroma-aroma, bau-bau, yang mulai lewat di hidung kita: luka, tawa, dan takut. Yang semua kita gegas dalam sunyi. Jauh menuju lubang-lubang peradaban dan penantian umat manusia.

Toboali, 25 Januari 2022

Puisi diambil dari buku kumpulan puisi berjudul RELUNG (LSP, 2022) karya saya sendiri (Dian Chandra).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun