orang-orang berswafoto di pinggir jalan;
anak kecil berwajah sedih
yang berjongkok di badan jalan;
nenek mengasuh anak anaknya: menyuapinya harapan
agar tak serupa anak perempuannya
yang pilu selalu;
warung-warung bakso yang sesak
dijejali semaunya keinginan: lapar, rakus, rakus, pamer, dendam, dendam, dan liur yang menetes-netes
sebab ingin
sebab terpesona
sebab menggemari dengan banyak-banyak kuah cabai;
pohon jambu air yang dikelilingi penikmat-penikmat musiman;
pertengkaran dua pengemudi
yang berebut lalu;
ibu yang menjunjung nampan di kepalanya
menjual butir-butir lelah
yang mengkristal di balik ketiak
pelipis
dan
kehidupan;
dan
keramaian lalu lalang penghuni jalan
yang mengacaukan pandang
yang menyerupai kebisingan di rumah lebah
Â
lekas kugenggam takdir
meminta basabasi kehidupan
di lintas waktu:
aku yang paling berbahagia
Â
Toboali, 07 Maret 2022
Â
##
Â
SEMUT
Serupa semut- semut merah. Kita kuat mengangkut segala duka di punggung waktu. Kita dapat menghidu aroma-aroma, bau-bau, yang mulai lewat di hidung kita: luka, tawa, dan takut. Yang semua kita gegas dalam sunyi. Jauh menuju lubang-lubang peradaban dan penantian umat manusia.
Toboali, 25 Januari 2022
Puisi diambil dari buku kumpulan puisi berjudul RELUNG (LSP, 2022) karya saya sendiri (Dian Chandra).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H