Mohon tunggu...
Hardiansyah Nur Sahaya
Hardiansyah Nur Sahaya Mohon Tunggu... -

Enjoy music, travelling, scientific writing, and organizing event. Interest in enviromental issue, economics, social, education system, and crisis of morality.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Every Children is Special

23 September 2014   06:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:52 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kita melihat atau mendengar kalimat ini,

Jika anak di besarkan dengan celaan, ia belajar memaki

Jika anak di besarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi

Jika anak di besarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah

Jika anak di besarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri

Jika anak di besarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri

Jika anak di besarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah

Dan Jika anak di besarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri

Jika anak di besarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri

Jika anak di besarkan dengan pujian, ia belajar menghargai

Jika anak di besarkan dengan penerimaan, ia belajar mencinta

Jika anak di besarkan dengan dukungan, ia belajar menenangi diri

Jika anak di besarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan

Jika anak di besarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawaan

Jika anak di besarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan

Jika anak di besarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan

Jika anak di besarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan

Jika anak di besarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dengan pikiran.

Anak merupakan titipan Tuhan yang harus dijaga dan disyukuri tetapi terkadang sebagian orang tua maupun guru sering kurang mengerti bagaimana cara mendidik anak tanpa menghakimi dan membuat mereka putus asa.

Mari sejenak kita berfikir dan merenung pernakah ketika seorang anak yang melakukan kesalahan dan tindakan di dalam kelas guru langsung menghukum dan menghakimi anak tersebut. Sebagai contoh anak yang tidak bisa mengerjakan dalam kelas matematika guru langsung mengatakan anak tersebut anak yang bodoh, dan akhirnya teman sekelasnya pun ikut menghakimi anak itu. Setelah selesai dari sekolah anak itu pulang ke rumah dan menceritakan apa yang terjadi pada dirinya di sekolah dan orang tua yang seharusnya mencari solusi untuk mengatasi masalah tersebut malah menghukumnya tanpa berbicara dahulu dengan baik kepada anak itu, sehingga dampak yang ditimbulkan adalah anak merasa depresi dan menjadi seorang yang gagal dalam mata pelajaran matematika.

Ketika kembali ke sekolah esok harinya anak itu kembali di hakimi karena ke bodohannya secara terus menerus berulang kali, sampai akhirnya hilanglah kepercayaan diri dalam hidupnya karena dia merasa menjadi seseorang yang sangat gagal begitupun orang tuanya yang melihat dan tau kegagalan anaknya seakan impian dan harapan hancur, pupus, serta sia-sia. Dan pilihan yang terjadi ketika seorang anak depresi adalah bertindak senakal mungkin agar ia dapat perhatian yang lebih dari orang-orang sekitarnya karena anak kurang mengerti siapa diri dia yang sebenarnya.

Pernahkah kita membaca biografi dari seorang Albert Einstein yang pada usia delapan tahun Albert Einstein tidak dapat berhitung, menulis, dan membaca tidak dapat melakukan hal-hal yang sudah umum. Gagal melakukan segala sesuatu yang dilakukan anak seusianya, seperti tidak ada usaha. Begitupun kisah dari seorang Thomas Alfa Edison, edison muda di anggap bodoh karena selalu mempertanyakan jawaban gurunya. Oleh karena keingintahuannya yang tinggi itu, ia pun di keluarkan dari sekolah. Pendidikan formal yang ia tempuh di sekolah hanya bertahan selama tiga bulan. Beruntung ibu Thomas dahulu adalah seorang guru, sehingga ia dapat mengajar Thomas beberapa hal yang ia ketahui. Dan bagaimana kisah kehidupan Albert Einstein dan Thomas Alfa Edison pada usia muda mereka yang disebut sebagai anak bodoh di masa lalunya. Albert Einstein menemukan teori yang sangat penting bagi ilmu pengetahuan yaitu teori relativitas, gerak brownian, dan efek photoeletric sehingga pada tahun 1921 mendapatkan penghargaan nobel di bidang fisika.

Begitupun Thomas Alfa Edison menemukan benda yang sangat penting bagi kehidupan manusia yaitu bola lampu pijar dan memiliki rekor 1.093 paten atas namanya. Edison juga banyak membantu dalam bidang pertahanan pemerintahan Amerika Serikat. Beberapa penelitiannya antara lain : mendeteksi pesawat terbang, menghancurkan periskop dengan senjata mesin, mendeteksi kapal selam, menghentikan torpedo dengan jaring, menaikkan kekuatan torpedo, kapal kamuflase, dan masih banyak lagi.

Jika kita merenung dan belajar kembali seharusnya guru jangan sampai menghakimi bahwa anak itu bodoh, begitupun orang tua jangan pernah mengatakan bahwa anak sendiri gagal. Sesungguhnya anak-anak memiliki potensi, bakat, imajinasi, dan mimpi yang sangat besar namun kurang dimengerti oleh orang-orang dewasa.

Saya selalu ingat kata-kata dari Prof. Yohanes Surya yang mengatakan bahwa tidak ada anak yang bodoh di dunia ini yang ada hanya anak yang tidak mendapatkan guru yang baik dan metode belajar yang tepat. Jika saya berfikir dari kata-kata ini sangatlah tepat hal ini disadari dari bagaimana cerita seorang Helen Keller. Penyakit yang dikatakan dokter pada zamanya adalah “demam otak” menyebabkan Helen menjadi anak yang liar.

Helen Keller berubah menjadi anak yang sangat sulit diatur, menghancurkan piring-piring, dan meneror seluruh anggota keluarga dengan teriakan dan sikap amarahnya. Bahkan banyak kerabat yang menganggapnya sebagai monster dan menyarankan agar Helen ditempatkan di sebuah institusi saja. Ketika menginjak usia tujuh tahun, kedua orangtuanya mulai putus asa dengan kelakuan anaknya yang semakin tidak bisa dikendalikan. Hingga akhirnya orang tuanya bertemu seorang wanita bernama Anne Sullivan dan memintanya menjadi guru pribadi sekaligus mentor Hellen.

Butuh proses panjang agar Anne dapat mengendalikan kebiasaan Helen yang sangat liar. Dengan tekun Anne mengajari Helen berbicara dengan gerakan mulut dan tangan dalam huruf braille, hingga ia bisa masuk kuliah di Radcliffe College (cabang Universitas Harvard khusus wanita) dan lulus dengan predikatmagna cum laude. Tak ada yang menyangka seorang Helen Keller yang buta dan tuli mampu mengukir prestasi sebagai seorang penulis, aktivis politik dan dosen amerika.

Helen pun mendirikan American Foundation for the Blind dan American Foundation for the Overseas Blind, menulis artikel dan buku-buku terkenal yang diterjemahkan ke dalam 50 bahasa, keliling ke-39 negara untuk berbicara dengan para Presiden. Bahkan kisah hidupnya mendapatkan dua penghargaan oscar. Keberhasilan Helen tidak bisa dilepas dari seorang guru bernama Anne Sulivan guru teladan, yang sangat sabar, tangguh, memiliki metode belajar yang baik dan tepat untuk Helen.

Saya sangat yakin bahwa semua anak itu bisa berubah menjadi pribadi yang lebih baik, tugas guru dan orang tua berikan mereka dukungan, doa, perhatian dan kesempatan untuk setiap anak membuktikannya memang tidak segera tetapi pasti, saya sangat yakin itu. Dan terkadang pencapaian peringkat pertama dan nilai tertinggi di sekolah merupakan tujuan dan target dari beberapa guru maupun orang tua. Mereka ingin anaknya selalu berada di urutan pertama, selalu di sanjung, selalu di banggakan oleh semua orang, bahkan bagaimana caranya anaknya tidak bisa dikalahkan oleh orang lain. Perhatikan hal ini, jika orang tua atau guru ingin memenangkan peringkat dan kehormatan demi sebuah pujian dan kebanggan jawabannya adalah jangan miliki seorang anak tetapi milikilah seekor kuda pacu.

Sumber : Mengamati dan Merasakan :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun