Untuk mendapatkan itu semua, dibutuhkan sekumpulan orang yang mempunyai kesadaran akan pentingnya ruang publik dan mempunyai semangat anarkis positif dalam menciptakan ruang publik. Komunitas, adalah contoh gerakan yang paling memungkinkan untuk itu. Ada beberapa alasan mengapa komunitas adalah gerakan yang paling mudah. Pertama adalah komunitas sendiri membutuhkan ruang untuk berkumpul dan melakukan aktifitasnya. Artinya, jika komunitas mampu menciptakan ruang publik yang menyenangkan, berarti komunitas tersebut mendapatkan manfaat bagi dirinya sendiri, sekaligus untuk masyarakat sekitar. Kedua adalah, sebagian komunitas sudah mempunyai organisasi dan platform yang matang tapi tidak kaku. Menciptakan ruang publik tidak bisa diciptkan dari sendiri. Meminjam istilahnya Kang Emil, ide itu kakinya pendek. Harus didukung rame-rame.
Jika komunitas bisa diibaratkan mesinnya, kreatifitas adalah bahan bakarnya. Sebenarnya ruang kosong itu masih banyak, namun dibutuhkan kreatifitas untuk melihatnya secara berbeda. Budaya kreatif ini biasanya tumbuh subur dikalangan anak muda, karena itu kebanyakan pencipta ruang publik ini didominas oleh anak muda. Perubahan bisa dimulai dari ide kreatif, bertemu dengan komunitas yang mempunyai energi positif.
Sebagai contoh yang sangat manis anarkisme dalam menciptakan ruang publik adalah komunitas Keuken dari Bandung. Mereka bisa dikatakan menggunakan cara yang tidak biasa untuk menciptakan ruang publik yang menyenangkan. Mereka menyewa, atau setidaknya meminjam ruang-ruang yang sebenarnya bukan ruang publik untuk dijadikan ruang bagi event mereka. Event mereka sebenarnya adalah culinary festival, namun menggunakan tempat-tempat yang tidak biasa. Lapangan baseball. Gudang kereta api, sampai bandara pernah mereka sewa untuk dapat digunakan sebagai event mereka. Tujuannya adalah menumbuhkan kesadaran dari masyarakat bahwa mereka mempunyai hak untuk mendapatkan ruang publik, dan menggunakan cara anarkis yang kreatif untuk mendapatkan ruang publik yang layak.
Tantangan ke Depan
Menciptakan ruang publik secara anarki positif ini juga mengalami beberapa tantangan. Tantangan yang paling besar adalah semakin sempitnya ruang terbuka. Kebutuhan pemukiman mendorong lahan terbuka yang menganggur dimanfaatkan oleh pengembang-pengembang property. Tantangan kedua adalah birokrasi. “Meminjam” lahan bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan kemampuan lobi yang kuat ke pemegang atau pemilik lahan untuk dimanfaatkan sebagai ruang publik. Tantangan yang ketiga adalah perubahan masyarakat yang menjadi “makhluk ekonomi”. Tantangan ini benar-benar dirasakan oleh kota besar seperti Jakarta. Kebutuhan ekonomi dan kesibukan kerja akan memperkecil kepedulian masyarakat tentang ruang publik.
Tantangan itu semua yang harus dihadapi oleh komunitas yang peduli ruang publik. Namun dengan semangat tinggi dan kreatifitas, semua tantangan itu bisa dihadapi. Dan kita semua harus bersemangat untuk menjadi bagian dari solusi penciptaan ruang publik.
Salam optimis untuk Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H