Kali ini aku ingin menulis hal-hal yang ringan tapi juga tidak menghilangkan esensi tentang manfaat sebuah tulisan. Karena menulis sendiri sebetulnya adalah mengisi dan memasukkan aneka warna dalam gelombang otak kita. Menulislah maka Anda akan mendapatkan hal yang tidak didapatkan orang-orang yang tidak menulis. Menulis itu menyehatkan dan menggembirakan.
Mangga kita renungkan dan terapkan.
Aku baru saja menelaah tulisan Kyai Sahal (terkenal dengan nama Sahal Japara) tentang Tips Bagaimana Menjalani Hidup untuk Sukses di Dunia dan di Alam Baka. Sahal adalah penggiat literasi pesantren yang saat ini sedang menempuh pendidikan di sebuah perguruan tinggi di Malang. Aku mengikuti setiap tulisannya, membaca setiap status FB-nya karena memang menggiurkan untuk ditelaah. Seorang anak muda yang begitu concern dengan literasi. Terutama di lingkup pesantren.
Contoh tulisannya yang aku petik adalah berupa filosofi pendek. Meskipun pendek, bagiku ini sangat mengagumkan sekaligus mengharubirukan aku. Ditulis dalam Bahasa Jawa (nanti aku terjemahkan) yang aku yakin itu adalah sampainya pencarian makna urip (Jawa : hidup).
LAMUN URIP IKU URUP, MANGKA PATI MESTHI BATHI.
LAMUN RINA DADI SURUP, MANGKA ATI KUDU BALI.
“Ketika hidup berguna bagi semesta (urup = semesta), maka ketika wafat (kita) akan jadi (orang) beruntung;
Ketika siang (rina= siang) jadi menjelang malam (surup= malam), maka (fokus) hati harus siap-siap kembali”.
Inilah konsep rahmat bagi semesta, yang ada di dalam ajaran agama samawi. Hidup berguna bagi sesama dan selalu ingat tempat kembali kita. Jika konsep ini diterapkan dalam setiap gerak dan langkah kehidupan kita pribadi, maka tak mustahil kita akan menjadi orang yang sangat dicintai oleh sesame. Manusia itu harus berdaya guna bagi sesama dan bagi alam sekitar.
Akan tetapi, kita ini banyak merasa bahwa kita adalah penduduk permanen dunia, bahkan ketika sudah udzur (surup). Contoh kasus adalah, di negara kita sendiri; alangkah banyak kasus yang sangat memalukan yang terjadi. Mulai dari kasus penjarahan, penghinaan, penggarukan uang bukan haknya, pemaksaan kehendak, pemerkosaan hak-hak, penyalahgunaan wewenang & kekuasaan, serta masih banyak lagi.
Memalukan.
Orang-orang yang melakukan hal-hal nista tersebut sesungguhnya berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang dituai itu untuk dinikmati di dunia SAJA. Padahal, sejatinyalah kita ini penduduk akhirat yang karena takdir Tuhan, harus mampir ke dunia. Ruh/roh kita berkendara jasad dunia, agar bisa survive.
Subhanallah. Kembali ke quote Kyai Sahal di atas, bagi yang sudah menjelang surup, terutama yang sudah 40-an tahun ke atas, monggo hatinya ditata agar ketika makin surup maka kita harus siap-siap bali (kembali).
Hidup untuk kembali. Hidup (lah) lalu pulang (lah).
****
Sahal Japara adalah penulis novel filosofis kehidupan berjudul KUNTUL NUCUK MBULAN (ditulis dalam Bahasa Indonesia). Novel, literasi pesantren ini sangat terkenal. Beliau adalah santri Perguruan Islam Mathali'ul Falah - Kajen - Margoyoso - Pati.
Foto: Kyai Sahal Japara & Gus Farid Abbad di Google
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H