Tugas : jurnal studi islam tentang hakikat puasa
Oleh: muhammad haqqi annazily pmi 1d (1240505105143)
Secara etimologis, puasa, Shaum, atau Shiyam berasal dari kata al-Imsaku Anis Syai'i, yang berarti mengekang atau menahan diri dari sesuatu, seperti menahan diri dari makan, minum, bercampur dengan pasangan, berbicara, dan sebagainya. Dalam pengertian lain, puasa berarti menahan diri dari makan, minum, bercampur dengan pasangan, dan tidak berbicara. Menurut Sufyan bin Uyainah, puasa mengajarkan seseorang untuk menjadi sabar dan menahan diri dari makan, Selain itu, ia menyampaikan ayat-ayat al-Qur'an:
Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu. Mereka yang berbuat baik di dunia ini menerima hasil yang baik. Tuhan memiliki bumi yang luas, dan para pekerja setia diberi gaji tanpa syarat." Di dunia ini, kebaikan diberikan kepada mereka yang berbuat baik. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang yang bersabar yang menerima pahala yang tak terbatas. Surat Azzumar, ayat 39: 10.
Arti semacam ini disebutkan dalam Lisan al-Arab, 12/350. Misalnya, dalam al-Qur'an, Allah SWT mengatakan kepada Siti Maryam, ibunda Nabi Isa AS, sebagai berikut:
Ayat ini menunjukkan bahwa Maryam menahan diri untuk tidak berbicara sebagai nadzar terhadap Tuhan Yang Maha Pengasih pada hari ini.Â
Arti seperti ini dapat berkembang lebih jauh, seperti menahan diri dari suatu pekerjaan, menahan diri dari beberapa jenis makanan, dan sebagainya. Secara terminologis atau secara istilah, puasa berarti berhenti makan, minum, berhubungan seks, dan semua aktivitas yang membatalkannya, mulai dari fajar hingga terbenam matahari. Dua bagian ibadah shiyam, atau puasa, terdiri dari :
(1) puasa secara fisik ( lahiriyah) dan (2) puasa secara mental (batiniyah).Â
Tiga hal dilarang selama puasa lahiriyah: makan, minum, dan berhubungan seksual.Berbagai macam hal yang dapat mengganggu puasa bathiniyah, atau ruhaniyah, termasuk menghindari berbicara palsu, bersaksi palsu, dan meninggalkan perbuatan keji dan mungkar. Dilanjutkan dengan menghindari sikap angkuh, ujub (atau merasa paling baik), hasad (atau ingin dilihat baik oleh orang lain), dan perbuatan tercela lainnya yang dilarang agama. Salah satu dari dua kategori puasa yang disebutkan di atas harus termasuk dalam puasa kita, yaitu puasa lahiriyah dan puasa batiniah.Â
Setiap tindakan baik anak Adam akan dilipatgandakan menjadi sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat dari tindakan baik yang sebanding. "Kecuali puasa, amalan tersebut untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya karena dia telah meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku," kata Allah 'Azza wa Jalla (HR Muslim).
Pengertian puasa bukan hanya memiliki kemampuan untuk menahan diri dari konsumsi makanan, minuman, atau hubungan intim di siang hari bulan Ramadhan (juga dikenal sebagai jimak), tetapi juga memiliki kemampuan untuk menahan diri dari semua perbuatan dan ucapan yang dilarang.Â