Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara merupakan kesepakatan politik para founding fathers ketika negara Indonesia didirikan. Dinamika aktualisasi menjadi tugas yang harus diemban seluruh warga negara Indonesia.
 Moerdiono (1995/1996) menunjukkan adanya 3 tataran nilai dalam ideologi Pancasila. Tiga tataran nilai itu adalah:
 Pertama, nilai dasar, yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak dan tetap, terlepas dari pengaruh perubahan waktu. Dari segi kandungan nilainya, maka nilai dasar berkenaan dengan eksistensi mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar, dan ciri khasnya.
 Kedua, nilai instrumental, yaitu suatu nilai yang bersifat konstektual. Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai dasar yang merupakan arahan kinerja untuk kurun waktu dan kondisi tertentu. Dari kandungan nilainya, nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana, program, bahkan juga nilai-nilai yang menindaklanjuti nilai dasar tersebut.
 Ketiga, nilai praktis, yaitu nilai yang terkandung dalam kehidupan sehari-hari, berupa cara bagaimana rakyat melaksanakan (mengaktualisasikan) nilai Pancasila. Nilai praktis terdapat pada banyak wujud penerapan nilai-nilai Pancasila, baik oleh warganegara maupun perseorangan.
 Bagi suatu ideologi, yang paling penting adalah bukti pengalaman atau aktualisasinya dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jika suatu ideologi tidak dapat diaktualisasikan, maka ideologi tersebut akan kehilangan kredibilitasnya.
 Untuk menjaga konsistensi dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam kehidupan sehari-hari, maka setiap individu perlu menanamkan nilai-nilai dari 5 sila Pancasila tersebut.
 Dinamika aktualisasi Pancasila bersumber pada aktivitas dalam menerima dan menolak nilai-nilai dari luar (asing). Contoh paling jelas dari terjadinya perubahan transformatif dalam aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat adalah empat kali amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan MPR pada tahun 1999, 2000, dan tahun 2002.
 Saat ini, akibat kemajuan ilmu dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi, terjadilah pola hidup masyarakat yang begitu cepat. Demikian juga dengan ideologi, dalam hal ini M. Habib Mustopo (1992: 11-12) menyatakan, bahwa pergeseran dan perubahan nilai-nilai akan menimbulkan kebimbangan, terutama didukung oleh kenyataan masuknya arus budaya asig dan berbagai aspeknya.Â
Kesalahan berpikir demikian oleh Whitehead disebut sebagai the fallacy of misplace concretness (Damardjati Supadjar, 1990: 68). Jika pengaruh itu tidak sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, atau tidak mendukung bagi terciptanya kondisi yang sesuai dengan Pancasila, maka perlu dikembangkan sikap yang kritis terutama terhadap gagasan dan ide yang datang dari luar.
 Dalam konteks budaya, masalah pertemuan kebudayaan bukan masalah memfilter atau menyaring budaya asing, tetapi mengolah dan mengkreasi dalam interaksi dinamik sehingga terjadi sesuatu yang baru. Jati diri bangsa, budaya, dan politik adalah sesuatu yang terus menerus dikostruksikan. Untuk bisa menjalankan peran itu, bangsa Indonesia sendiri harus mempunyai kesatuan nilai yang menjadi keunikan bangsa, sehingga mampu memberikan sumbangan yang cukup berarti dalam komunitas internasional.
 Dinamika dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah suatu keniscayaan, agar Pancasila tetap relevan dalam fungsinya, memberikan pedoman bagi pengambilan kebijaksanaan dan pemecahan masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Daftar Pustaka
Damardjati Supadjar. 1990. Konsep Kefilsafatan tentang Tuhan Menurut Alfred North Whitehead. Yogyakarta: Disertai Doktor di UGM.
Habib Mustopo, M. 1992. Ideologi Pancasila dalam Menghadapi Globalisasi dan Era Tinggal Landas. Bandungan-Ambarawa: Panitia Seminar dan Loka Karya Nasional MKDU Pendidikan Pancasila Dosen-dosen PTN/PTS dan Kedinasan pada tanggal 29-30 September 1992.
Moerdiono. 1995/1996. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka Menghadapi Era Globalisasi dan Perdagangan Bebas. Majalah Mimbar No. 74 tahun XIII.
Soedjati Djiwandono, J. 1995. Setengah Abad Negara Pancasila (Tinjauan Kritis ke Arah Pembaharuan). Jakarta: CSIS.
Suwarno, P. J. 1993. Filsafat Proses (Sebuah Pengantar Sistematik Filsafat Whitehead). Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Whitehead, Alfred North. 1979. Process and Reality. New York: The Free Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H