Mohon tunggu...
muhammad haqi amrulloh
muhammad haqi amrulloh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Hobi saya membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Detik Kemerdekaan: Lahirnya Pancasila

5 Desember 2024   00:05 Diperbarui: 5 Desember 2024   00:50 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kemerdekaan Indonesia tidak hanya menjadi tonggak sejarah bangsa, tetapi juga momentum penting lahirnya Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila bukan sekadar simbol kebangsaan, melainkan sebuah pedoman hidup yang menyatukan keragaman budaya, agama, dan suku di Indonesia. Lahirnya Pancasila adalah hasil perjuangan dan pemikiran panjang yang melibatkan para tokoh bangsa di tengah masa transisi menuju kemerdekaan. Dalam esai ini, kita akan mengeksplorasi latar belakang, proses perumusan, hingga pentingnya Pancasila dalam kehidupan bangsa Indonesia.

Saat penjajahan Jepang pada 1942-1945, Indonesia mulai melihat celah untuk mempersiapkan kemerdekaannya. Jepang, yang sedang terdesak dalam Perang Dunia II, membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Maret 1945. Tujuannya adalah memberikan ruang bagi para tokoh Indonesia untuk mempersiapkan struktur negara yang merdeka.

Salah satu agenda utama BPUPKI adalah merumuskan dasar negara. Tugas ini sangat penting karena Indonesia adalah bangsa yang beragam, terdiri dari ratusan suku, bahasa, dan agama. Dasar negara yang dirumuskan harus mampu menyatukan seluruh elemen bangsa tanpa memihak kelompok tertentu. Dalam sidang BPUPKI yang berlangsung dari 29 Mei hingga 1 Juni 1945, para anggota mengusulkan berbagai gagasan mengenai dasar negara.

Pada 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya yang bersejarah dalam sidang BPUPKI. Dalam pidato tersebut, ia mengusulkan lima prinsip dasar negara yang ia sebut dengan istilah Pancasila, yaitu:

1. Kebangsaan Indonesia.

2. Internasionalisme atau perikemanusiaan.

3. Mufakat atau demokrasi.

4. Kesejahteraan sosial.

5. Ketuhanan yang berkebudayaan.

Pidato Soekarno mendapatkan sambutan positif dari banyak anggota BPUPKI. Usulan ini kemudian menjadi dasar pembentukan panitia kecil yang bertugas merumuskan rancangan awal teks Pancasila. Panitia ini dikenal sebagai Panitia Sembilan, yang terdiri dari tokoh-tokoh penting seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Agus Salim, Abdul Kahar Muzakkir, dan beberapa lainnya.

Pada 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan sebuah dokumen yang dikenal sebagai Piagam Jakarta. Dalam dokumen ini, lima prinsip dasar negara dicantumkan, dengan beberapa penyesuaian berdasarkan masukan dari berbagai pihak. Namun, salah satu poin penting yang menjadi perdebatan adalah kalimat dalam sila pertama: "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya."

Pada 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang untuk mengesahkan UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara. Dalam sidang tersebut, beberapa tokoh dari Indonesia Timur mengajukan keberatan terhadap kalimat sila pertama dalam Piagam Jakarta. Mereka merasa bahwa frasa tersebut tidak mencerminkan keberagaman bangsa Indonesia, terutama bagi mereka yang beragama Kristen dan Hindu.

Untuk menjaga persatuan bangsa, para tokoh Islam, termasuk Ki Bagus Hadikusumo, dengan jiwa besar setuju mengganti frasa tersebut menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa." Perubahan ini mencerminkan semangat toleransi dan kebersamaan yang menjadi inti dari Pancasila.

Pancasila memiliki makna yang sangat mendalam dalam konteks kemerdekaan Indonesia. Lima sila dalam Pancasila tidak hanya menjadi dasar negara, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai luhur yang telah ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia sebelum kemerdekaan.

Ketuhanan Yang Maha Esa: Indonesia mengakui keberadaan Tuhan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi memberikan kebebasan bagi setiap individu untuk menjalankan keyakinannya masing-masing. Ini mencerminkan semangat pluralisme yang kuat.

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: Prinsip ini menekankan pentingnya menghormati hak asasi manusia dan menjalankan kehidupan dengan penuh martabat.

Persatuan Indonesia: Sila ini menegaskan pentingnya menjaga keutuhan bangsa di tengah keragaman yang ada.

Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan: Indonesia mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan, mencerminkan semangat demokrasi yang berlandaskan kearifan lokal.

Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: Pancasila menegaskan pentingnya pemerataan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat, tanpa memandang suku, agama, atau status sosial.

Setelah kemerdekaan, Pancasila menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila tidak hanya dihafal, tetapi juga diajarkan di sekolah-sekolah sebagai nilai yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, perjalanan Pancasila sebagai dasar negara tidak selalu mulus. Pada masa Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi, implementasi Pancasila sering kali diwarnai oleh berbagai tantangan. Meski begitu, Pancasila tetap menjadi acuan utama dalam menghadapi berbagai dinamika bangsa.

Di era modern, Pancasila menghadapi tantangan baru. Globalisasi, perkembangan teknologi, dan perubahan sosial-politik sering kali membuat masyarakat lupa akan pentingnya nilai-nilai Pancasila. Beberapa tantangan tersebut meliputi:

*Radikalisme dan intoleransi

Munculnya kelompok-kelompok yang menyebarkan paham intoleransi menjadi ancaman serius bagi persatuan bangsa. Nilai-nilai Pancasila, terutama sila pertama dan ketiga, harus ditegakkan untuk melawan ideologi-ideologi yang bertentangan dengan semangat kebhinekaan.

*Kesenjangan Sosial

Kesenjangan ekonomi dan ketidakadilan sosial yang masih terjadi menunjukkan bahwa implementasi sila kelima belum sepenuhnya tercapai.

*Kemerosotan Moral

Perkembangan teknologi dan budaya global sering kali membawa pengaruh negatif, seperti konsumerisme dan individualisme, yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

*Menjaga Semangat Pancasila

Untuk menghadapi tantangan ini, generasi muda memiliki peran penting dalam menjaga semangat Pancasila. Pendidikan karakter yang menanamkan nilai-nilai Pancasila sejak dini menjadi kunci untuk membangun generasi yang toleran, adil, dan cinta tanah air.

Selain itu, pemerintah, tokoh masyarakat, dan lembaga pendidikan harus bekerja sama untuk menguatkan kembali pemahaman masyarakat terhadap Pancasila. Kampanye-kampanye yang kreatif dan relevan dengan kehidupan modern dapat membantu menjadikan Pancasila sebagai panduan hidup yang nyata, bukan sekadar jargon atau hafalan semata.

Lahirnya Pancasila adalah momen penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila tidak hanya menjadi simbol, tetapi juga pedoman yang mengarahkan perjalanan bangsa menuju kemerdekaan sejati. Nilai-nilai Pancasila yang digagas oleh para pendiri bangsa mencerminkan semangat persatuan, keadilan, dan kemanusiaan yang harus terus dijaga dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Di tengah tantangan globalisasi dan perubahan zaman, tugas kita sebagai generasi penerus adalah memastikan bahwa Pancasila tetap relevan dan menjadi fondasi yang kokoh bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan begitu, cita-cita kemerdekaan yang diimpikan oleh para pendiri bangsa dapat benar-benar terwujud, membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun