Mohon tunggu...
muhammad haqi amrulloh
muhammad haqi amrulloh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Hobi saya membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indonesia Negara Demokrasi, Apakah Masih Demokrasi?

20 November 2024   00:10 Diperbarui: 20 November 2024   03:54 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang di anut oleh negara Republik Indonesia. Di mana sistem demokrasi ini yang memegang kekuasaan tertinggi ialah rakyat, maka dari situ seharusnya Negara Republik Indonesia jika ingin menentukan kebijakan hendaklah terlebih dahulu meminta aspirasi masyarakat terlebih dahulu. Namun, biasanya hal tersebut tidak di lakukan dan hanya di wakilkan oleh DPR (dewan perwakilan rakyat), apakah masi bisa di sebut negara yang demokrasi? 

Jika menurut saya pribadi hal tersebut bisa mengurangi ke aslian dari nilai demokrasi tersebut, karena demokrasi haruslah di pegang oleh setiap individu-individu yang berada di lingkup masyarakat atau negara yang menganut sistem pemerintahan tersebut. 

Menurut Marx "demokrasi harus berdasarkan dari dominasi kaum pekerja atau demokrasi ekonomi" mungkin menurut Marx tersebut yang menyatakan kalo demokrasi harus dari dominasi kaum pekerja, karena rata-rata kaum pekerja ialah orang-orang yang memiliki tingkatan menengah ke bawah. 

Karena dalam negara yang maju biasanya memiliki jumlah kaum menengah atau pekerja yang banyak karena hal itulah yang dapat mendorong negara tersebut menjadi lebih maju. Karena memiliki jumlah orang yang banyak untuk dipekerjakan, agar tidak terkesan mengeksploitasi orang-orang tersebut maka sistem demokrasi harus mengutamakan para orang-orang tersebut. 

Untuk menghargai dan mengapresiasi jasa mereka terhadap negara. 

Namun, kembali lagi untuk membahas demokrasi di Negara Indonesia yang seringkali hak-hak mereka dalam berdemokrasi tidak diberikan ruang untuk mengekspresikannya. Bahkan untuk kaum ekonomi kelas bawah seringkali dijumpai orang-orang dari kelas pejabat yang sering membeli hak suara dari orang-orang kaum bawah untuk kepentingan partainya masing-masing. 


Melihat Realita Demokrasi di Indonesia Jika kita berbicara tentang demokrasi, maka esensinya adalah kekuasaan yang berada di tangan rakyat. Tapi kenyataannya, demokrasi di Indonesia saat ini seringkali terasa seperti formalitas belaka. 

Pemilihan umum memang dilakukan, suara rakyat memang dihitung, namun apa yang terjadi setelah itu? Apakah suara rakyat benar-benar didengar? Atau, jangan-jangan, suara itu hilang ditelan hiruk-pikuk kepentingan politik yang jauh dari kebutuhan rakyat?

Salah satu masalah utama yang sering muncul adalah soal representasi. DPR, yang seharusnya menjadi perwakilan rakyat, kerap kali dianggap lebih memprioritaskan kepentingan partai atau elite politik dibandingkan kepentingan rakyat. 

Masyarakat sering merasa diabaikan, padahal demokrasi seharusnya memungkinkan setiap individu untuk didengar tanpa perantara yang memotong atau memanipulasi suara mereka. Apakah ini masih sesuai dengan nilai demokrasi sejati?

Kalau kita lihat, demokrasi di Indonesia memang unik. Ada elemen-elemen penting yang terlihat berjalan, seperti pemilu yang teratur dan kebebasan berbicara di media sosial. Namun, demokrasi kita juga punya banyak kekurangan. Salah satu contohnya adalah praktik politik uang, di mana hak suara rakyat bisa dibeli dengan harga murah. Hal ini sering kali terjadi pada masyarakat kelas bawah, yang berada dalam kondisi ekonomi sulit sehingga suara mereka bisa dieksploitasi.

Ironisnya, praktik ini malah mencederai nilai demokrasi itu sendiri. Seharusnya, demokrasi memberikan kekuatan pada rakyat untuk menentukan masa depan bangsa sesuai dengan nurani mereka, bukan dengan pengaruh uang atau tekanan dari pihak-pihak tertentu. Kalau kondisi seperti ini terus berlangsung, apa bedanya demokrasi dengan sistem lain yang tidak menjunjung kedaulatan rakyat?

Pernyataan Marx yang menyebutkan bahwa demokrasi harus berbasis dominasi kaum pekerja juga bisa menjadi bahan refleksi kita. Di Indonesia, mayoritas penduduk adalah kelas pekerja, mulai dari buruh pabrik, petani, pedagang kecil, hingga pegawai kantoran. Mereka adalah tulang punggung ekonomi negara. Namun, apakah suara mereka benar-benar dihargai dalam demokrasi kita?

Sering kali, kebijakan yang diambil justru tidak memihak mereka. Contohnya, kebijakan terkait upah minimum yang masih jauh dari kata layak atau penghapusan subsidi yang membuat mereka semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup. Seharusnya, demokrasi dapat digunakan untuk memperjuangkan kesejahteraan kaum pekerja ini. Jika mereka diberdayakan dan dihargai, maka Indonesia akan memiliki pondasi yang kuat untuk menjadi negara yang lebih maju.

Jika ingin menyebut diri sebagai negara demokrasi sejati, Indonesia harus memperbaiki banyak hal. Pertama, masyarakat perlu diberi edukasi tentang pentingnya hak suara mereka. Demokrasi bukan hanya soal memilih, tetapi juga soal memperjuangkan hak untuk didengar. Selain itu, lembaga-lembaga yang menjadi pilar demokrasi, seperti DPR, perlu benar-benar menjalankan fungsi mereka sebagai wakil rakyat, bukan sekadar sebagai perpanjangan tangan partai politik.

Kedua, perlu ada pengawasan ketat terhadap praktik politik uang dan manipulasi suara. Jika ini terus dibiarkan, demokrasi kita akan kehilangan maknanya. Transparansi dalam setiap proses politik harus ditingkatkan, agar rakyat bisa melihat bahwa suara mereka benar-benar diperjuangkan.

Pertanyaan yang sering muncul adalah, apakah Indonesia masih bisa disebut negara demokrasi? Jawabannya tergantung pada bagaimana kita sebagai bangsa menjalankan prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri. Demokrasi bukan hanya soal prosedur, tetapi juga soal nilai. 

Demokrasi yang sejati adalah demokrasi yang menghormati hak setiap individu, memperjuangkan kesejahteraan rakyat, dan memberikan ruang yang adil bagi semua suara, tanpa memandang status sosial atau ekonomi.

Sebagai generasi muda, kita memiliki peran besar untuk menjaga nilai-nilai demokrasi ini. Kita harus kritis, berani berbicara, dan tidak mudah menyerah pada keadaan. Karena pada akhirnya, masa depan demokrasi Indonesia ada di tangan kita semua. Jika kita ingin demokrasi tetap hidup, maka kita harus terus memperjuangkannya, bukan hanya untuk kita, tetapi juga untuk generasi-generasi yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun