Mohon tunggu...
Riana Kanthi Hapsari
Riana Kanthi Hapsari Mohon Tunggu... Administrasi - Food Tech Alumni :)

Food Tech Alumni :) https://hapsaririana.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

3D Food Printing dan Makanan Luar Angkasa

30 Desember 2020   10:43 Diperbarui: 30 Desember 2020   10:57 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bekal makanan apa sajakah yang dibawa astronot ketika melakukan perjalanan ruang angkasa?

Seperti manusia di bumi, astronot membutuhkan asupan kalori yang cukup untuk melakukan kegiatan-kegiatan selama misi di luar angkasa. Selain kalori cukup, nutrisinya juga harus seimbang untuk menjaga tubuh dan organ tetap berfungsi baik/ tidak sakit.

Pada tahun-tahun pertama perjalanan manusia ke luar angkasa, makanan yang dibawa sangat sederhana. Bentuknya lebih menyerupai makanan militer pada masa perang. Contohnya makanan yang dibawa John Glenn pada proyek Mercury NASA tahun 1961. Sebagian besar makanan yang dibawa pada saat itu berbentuk semiliquid yang dikemas dalam tabung aluminium seperti kemasan pasta gigi. 

Ada pasta apel, pasta cokelat, hati hewan, sayuran, dan daging blender semiliquid. Dari segi nutrisi mungkin sudah sesuai dengan kebutuhan, namun dari sisi tekstur dan sensori tidak akan cukup untuk mendapatkan pengalaman makan yang menyenangkan seperti biasanya.

Pada perjalanan-perjalanan selanjutnya yakni proyek Gemini, Apollo 8, Skylab (stasiun luar angkasa pertama), dan perjalanan dengan Space Shuttle (ulang alik), makanan yang dibawa lebih bervariasi dengan adanya teknologi-teknologi makanan kering beku (freeze dried), rehydratable food, dan thermostabilized food. Dengan teknologi-teknologi ini astronot dapat menikmati potongan ayam kalkun, sereal, jus buah, puding, potongan kue, frankfurters, sushi, dan lain-lain. 

Di Skylab bahkan sudah memiliki sistem dapur terbaiknya sendiri. Juga Space Shuttle yang baru-baru ini menyediakan dispenser air panas dan oven konveksi. Oven konveksi cukup panas untuk memanaskan makanan namun sayangnya tidak cukup panas untuk memanggang.

Yang pertama harus diperhatikan mengenai makanan luar angkasa adalah cara penyajiannya. Pada kondisi gravitasi nol makanan akan mudah tercecer sehingga mesti dikemas dalam wadah khusus. Untuk minumannya menggunakan sedotan satu arah. Jenis makanan dengan banyak remah sangat dihindari  karena remahannya dapat melayang dan masuk menyumbat mesin atau alat-alat di pesawat ruang angkasa. Bahkan masuk ke dalam mata atau telinga. 

Untuk alasan ini astronot menggunakan roti tortilla khusus saat membuat menu seperti sandwich atau hamburger. Untuk alasan yang sama gula dan garam disajikan dalam bentuk cair. Makanan segar seperti buah-buahan dikemas dalam kemasan vakum tertutup. Baru-baru ini pada November 2019, dalam ekspedisi Cygnus 12, NASA melakukan beberapa asesmen untuk melihat kemungkinan memanggang kue di luar angkasa dengan oven gravitasi nol. Sementara untuk pembuatan kopi espresso sudah terwujud pada ekspedisi 42 yang lalu.

Selanjutnya adalah umur simpan dan kapasitas penyimpanan makanan. Makanan yang dibawa mesti memenuhi beberapa kriteria terkait dengan akses karena untuk saat ini produksi bahan makanan/ sistem pertanian pada kondisi gravitasi nol masih dalam tahap pengembangan. Juga, suplai makanan dari bumi paling cepat tersedia 6 bulan sekali saja dengan jumlah terbatas dan umur simpan rendah. Nantinya untuk misi-misi yang lebih jauh seperti perjalanan ke bulan atau ke Mars makanan diharapkan memiliki umur simpan yang lebih panjang, sekitar 3-5 tahun penyimpanan.

Hambatan yang paling terlihat terkait dengan umur simpan adalah tidak adanya pendingin atau freezer yang digunakan khusus untuk menyimpan makanan. Jadi, kebanyakan makanan disimpan di pantry pada suhu ruangan. Pada beberapa kesempatan, makanan dari bumi dapat 'dititipkan' di freezer pesawat kargo seperti pesawat SpaceX Dragon yang fungsi sebenarnya adalah menjemput sampel percobaan dari luar angkasa. Seperti di bumi, kemasan makanan juga menjadi bahan bekas yang mesti dibuang sehingga harus fleksibel dan tidak menghabiskan banyak tempat.

Beberapa makanan ruang angkasa merupakan makanan yang diiradiasi (diawetkan dengan teknologi radiasi) untuk memperpanjang umur simpan. Baru-baru ini juga dikembangkan produk Space Age Mac N Cheese yang dibuat dengan kombinasi teknologi Microwave Assisted Thermal Sterilization (MATS) dan plastic protective film untuk menghasilkan produk mac n cheese siap makan dengan umur simpan lebih dari tiga tahun.

Yang tidak kalah penting tentu saja adalah pengalaman sensori (rasa, aroma, tekstur) dan nutrisi dari makanan. Untuk sensori, yang diinginkan adalah makanan dengan kualitas rasa yang sama (tidak berubah signifikan) dari awal makanan dibawa hingga umur simpannya berakhir. NASA mengamati bahwa keadaan gravitasi nol tidak berpengaruh besar terhadap proses kerusakan makanan. Jadi, kurang lebih sama dengan yang terjadi di bumi. Hanya pada beberapa kasus astronot mengalami sedikit perubahan dalam sensasi mengecap di hari-hari awal perjalanan, seperti jadi menginginkan makanan yang lebih pedas.

Makanan diharapkan memenuhi 1) Kebutuhan kalori harian minimal 1900 kalori untuk wanita dan 3200 kalori untuk pria, 2)Mengandung cukup makronutrien* dan mikronutrien* terutama vitamin D. Pesawat ruang angkasa dibuat tertutup untuk menghindari radiasi kosmik dan radiasi matahari. Hal ini menjadikan astronot tidak terpapar langsung sinar matahari yang membuat tubuh mereka tidak dapat otomatis menyintesis vitamin D seperti jika berjemur di bumi. 

Di sisi lain gravitasi nol membuat tulang menjadi lemah sehingga membutuhkan banyak vitamin D. Pada beberapa penelitian, vitamin D yang bersumber dari sayuran lebih dianjurkan karena tidak menghasilkan reaksi asam sehingga lebih baik untuk kekuatan tulang. Kemudian 3)Mengandung antioksidan untuk menangkal radikal bebas selama berada di luar angkasa. Penjelasan tentang radikal bebas dan antioksidan dapat dibaca pada tulisan saya sebelumnya lewat tautan berikut.

Melihat salah satu artikel yang dipublikasi oleh IFT (Institute of Food Technologists) pada Oktober 2019, peneliti sedang mengembangkan teknologi untuk membuat produk daging berbasis sel di luar angkasa. Menyusul teknologi lainnya seperti menumbuhkan varian padi untuk membuat nasi di luar angkasa. Daging berbasis sel ini merupakan kolaborasi antara 3D Bioprinting Solutions di Rusia, Aleph Farms di Israel, dan Meal Source Technology dan Finless Foods di Amerika Serikat. Dengan teknologi ini, dapat dibuat dalam skala kecil steak dari jaringan otot pada 3D bioprinter di kondisi mikrogravitasi.

Teknologi cetak tiga dimensi pada makanan prinsipnya sama dengan teknologi cetak tiga dimensi yang diaplikasikan pada bidang lainnya, hanya tintanya saja yang menggunakan bahan makanan. Bahan makanan diekstrusi melalui nozzle yang akan menghasilkan bentuk yang diinginkan, disusun lapis demi lapis (Liu et al, 2018).

Dengan teknologi cetak tiga dimensi, dimungkinkan untuk membuat bentuk-bentuk makanan kompleks yang tidak mungkin dilakukan menggunakan mesin biasa atau manual dengan tangan. Selain itu teknologi ini dapat membantu dalam hal pemenuhan nutrisi yang disesuaikan dengan kebutuhan. 

Misalnya, untuk mereka yang ingin mengurangi asupan gula terkait berat badan atau penyakit dapat dibuat kue yang mengandung gula kalori rendah sebagai pengganti gula sukrosa (gula tebu biasa). Atau kue dengan gula sukrosa namun dibuat dengan beberapa adonan berbeda per lapisan. Satu penelitian menyebutkan distribusi sukrosa pada kue rendah gula dengan membuat lapisan 3D ini dapat meningkatkan persepsi manis yang dirasakan dibandingkan kue yang sama dengan gula sukrosa yang diaduk homogen seperti biasanya (Saunders, 2018).

Contoh lainnya adalah optimasi aktivitas antioksidan pada kue 3D yang dikapsulasi dengan polifenol. Polifenol adalah salah satu senyawa antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas. Pada satu penelitian ini diamati pengaruh proses enkapsulasi, waktu, suhu, dan jumlah lapisan terhadap aktivitas antioksidan (Oliveia et al, 2020).

Teknologi 3D Food Printing diharapkan menjadi salah satu alternatif dalam menyediakan makanan luar angkasa. Baru-baru ini NASA ingin menggunakan teknologi 3D untuk memproduksi makanan luar angkasa yang tahan lama untuk perjalanan panjang mereka.

Teknologi 3D dapat digunakan untuk membuat makanan dengan makronutrien (karbohidrat, protein, lemak), membentuk struktur dan tekstur, serta memberi lapisan mikronutrien (vitamin, mineral) lengkap. Untuk penyimpanan dapat digunakan wadah steril kering untuk stok makronutrien, wadah steril lainnya untuk mikronutrien dan flavor dalam bentuk liquid atau dispersi (Liu, Z et al, 2017).

Teknologi ini dapat menjadi alternatif jawaban masalah yang dihadapi seperti mudah hilangnya mikronutrien selama penyimpanan dan kebutuhan kapasitas penyimpanan serta energi yang besar jika harus menyediakan freezer.

Referensi

Liu, C & Ho, C & Wang, Jia-Chang. 2018. The development of 3D food printer for printing fibrous meat materials. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering. 284. 012019. 10.1088/1757-899X/284/1/012019

Oliveira, Sara & Gruppi, Alice & Vieira, Marta & Matos, Gabriela & Vicente, Antnio & Teixeira, Jos & Fucios, Pablo & Spigno, Giorgia & Pastrana, Lorenzo. 2020. How additive manufacturing can boost the bioactivity of baked functional foods. 10.13140/RG.2.2.28593.61282

Zhenbin Liu, Min Zhang, Bhesh Bhandari, Yuchuan Wan. 2017. 3D printing: Printing precision and application in food sector. Trends in Food Science & Technology, Volume 69, Part A, Pages 83-94

IFT. 2019. Growing Cell-Based Meat in Space. Institute Food of Technologists

(dapat diakses di di sini)

IFT. 2020. Space-Age Mac N Cheese. Institute of Food Technologists

(dapat diakses di di sini)

John Uri. 2020. Space Station 20th: Food on ISS. NASA Johnson Space Center

(dapat diakses di di sini)

NASA. 2018. Eating in Space. National Aeronautics and Space Administration

(dapat diakses di di sini)

Saunders, Sarah. 2018. Using 3D Printing to Reduce the Amount of Sugar in Cookies... Without Making Them Inedible

(dapat diakses di di sini)

Scott M. Smith, Janis Davis-Street, Lisa Neasbitt, Sara R. Zwart. 2012. Space Nutrition. National Aeronautics and Space Administration

(dapat diakses di di sini)

*Tulisan ini juga dapat dibaca di blog pribadi saya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun