Namun ada saja beberapa orang memandangnya sebagai seorang pemimpi, yang tidak pernah bisa mewujudkan keinginan luhurnya. Tapi ini bukan karena Kartini adalah seorang yang hanya kuat pikirannya namun lemah tindakannya. Hanya saja, zaman belum memungkinkan untuknya berjuang lebih dari itu.Â
Bagaimanapun kuatnya keinginannya untuk melanjutkan belajar, ia tetaplah seorang wanita Jawa yang masih terikat dengan nilai-nilai yang mengelilinginya, terutama karena kecintaan dan baktinya terhadap ayahnya tercinta yang meskipun sudah mendapatkan pendidikan Barat namun masih berpegang pada nilai-nilai leluhur. Ia hidup di persimpangan zaman ketika Belanda baru saja belum lama memulai politik etiknya.Â
Tidak ada kekuatan padanya, tidak ada kuasa yang ia punya. Satu-satunya yang ia miliki adalah keteguhan asas bahwa yang baik dan membawa kepada kebaikan dan kemajuan harus diperjuangkan, dengan cara dan jalan apapun yang ia mampu. Sampai sekarang buah dari perjuangan moralnya dalam tulisan-tulisan dan pemikiran-pemikirannya masih kita rasakan sekarang, meskipun mungkin belum sepenuhnya sesuai keinginannya.Â
Namun, bukankah itu juga merupakan bagian dari jalan yang telah diretasnya untuk melahirkan bangsawan-bangsawan pikiran yang mampu meneruskan perjuangannya yang belum selesai? Maka sudah sepantasnya untuk tetap mengenangnya, sebagai salah seorang bangsawan pikiran wanita pertama-tama. Salah satu Sang Pemula yang meretas jalan kemajuan bagi kaum sebangsanya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI