Setelah anak saya pulang KKN selama satu bulan di Ngantang Kabupaten Malang, kami merencanakan untuk kemping di awal bulan Agustus 2023. Terpikir mumpung belum musim hujan dan masih liburan kuliah.
Persiapan mulai kami lakukan dengan mengeluarkan ransel-ransel, menyiapkan alat masak seperti kompor lipat, panci lipat, gas botol dan tetek bengek lainnya. Tak lupa motor-motor diservice terlebih dahulu dan juga bannya tambah angin.
Akses Menuju Ledok Ombo Camp Ground
Perjalanan dari rumah kami menuju Bumi Perkemahan Ledok Ombo Poncokusumo, Kabupaten Malang sekitar satu jam-an. Saya menyetir sendiri motor manual dan anak saya dibonceng temannya dengan motor matic punya saya.
Dan kami berkonvoi menyusuri jalan pintas melewati Tajinan dari rumah kami di Wonokoyo, Kota Malang. Jalan pintas ini memang tidak terlalu lebar, hanya cukup dilewati dua kendaraan roda empat saat bersimpangan.
Sampai akhirnya kami memasuki jalan besar menuju Poncokusumo dan jalanan menanjak karena memang posisinya di lereng Gunung Semeru. Perjalanan di bulan Agustus saat itu banyak diinterupsi dengan kegiatan anak sekolah yang berlatih gerak jalan di jalan raya. Kami beberapa kali berhenti dan menunggu dengan sabar saat menunggu mereka lewat.
Dan akhirnya kami melihat tulisan Ledok Ombo di sebelah kiri dengan percabangan jalan kecil. Akses yang dilewati tidak semulus jalan besar tadi.
Di sebelah kanan suara aliran sungai dengan batu-batu besar terlihat saat kami lalui hingga kami menemui papan bertuliskan monggo pinarak yang berarti silakan masuk dalam bahasa Jawa.
Harga Tiket Masuk Ledok Ombo Poncokusumo
Masuk di parkiran motor ada petugas dan kami membayar HTM Ledok Ombo Campsite. Per orang dikenakan Rp 15,000 untuk menginap satu malam. Parkir kendaraan motor roda dua Rp 5,000. Untuk parkir roda empat Rp 10,000.
Kami menyewa tenda yang bisa muat 3-4 orang Rp 40,000. Jasa memasang tenda Rp 10,000. Ditawarkan sewa sleeping bag Rp 10,000 tetapi kami tidak ambil. Karena kami sudah membawa tiga buah sleeping bag sendiri.
Suasana Bumi Perkemahan Ledok Ombo
Perjalanan menuju Bumi Perkemahan Ledok Ombo dengan kanan kiri banyak pepohonan yang rindang. Begitu juga saat sudah masuk ke dalam Bumi Perkemahan Ledok Ombo. Pohon-pohon besar menyambut kami dan memang infonya perkemahan tersebut sudah ada sejak jaman Belanda.
Jajaran pohon pinus yang rapi berarti memang dulu ditanam dengan sengaja. Suasananya adem dan teduh padahal pagi itu saat kami dalam perjalanan lumayan terik matahari bersinar.
Petugas mendirikan tenda tak jauh dari deretan warung-warung. Hari itu hari Jumat dan yang kemping baru kami saja. Tetapi ada saja pengunjung yang datang tetapi tidak kemping. Di sekitar camping ground ada cafe bernuansa alami yang banyak didatangi oleh pengunjung.
Kami berjalan-jalan di sekitar tempat camping di Malang ini sambil melihat fasilitas yang ada seperti mushola, toilet, gazebo dari kayu dan rumah pohon. Makan siang segera kami lakukan dengan membuka perbekalan dari rumah. Angin semilir dan hawa yang sejuk, setelah makan siang kami semua masuk tenda dan tidur siang.
Baru kali ini kami tidur siang di tenda, dan ketika bangun segar sekali badan rasanya. Ternyata salah satu warung sudah buka dan saya membeli telor congkel yang mirip takoyaki. Saya bertanya ke pemilik warung kalau misalnya HP kami low batt apa boleh nge-charge dan dijawab boleh dengan membayar seikhlasnya.
Keberadaan warung untuk kami sangat menguntungkan karena kami bisa leluasa bolak balik membeli air mineral. Kami memang tidak membawa banyak air minum tetapi bersyukur ada warung yang menjual air mineral.
Setelah menikmati telor congkel kami mulai bingung mau ngapain lagi, nih. Akhirnya kami putuskan untuk jalan-jalan ke sekitar sungai dekat camping ground. Awalnya nyasar karena memang sepi tidak ada orang yang kami temui untuk bertanya. Kami hanya mengandalkan suara sungai dan kami mengikutinya dan akhirnya ketemu juga.
Sungai kecil di Ledok Ombo ini dengan banyak batu menarik hati untuk segera berfoto di sana. Ingin jalan menuju air terjun pendek dengan batu-batu besar tetapi ada pesepeda yang sedang masak-masak di sana.
Dua pancuran dari bambu menumpahkan air dari atas ke sungai kecil dengan derasnya dan membuat kami makin semangat berfoto di sana. Hari semakin sore dan kami kembali ke tenda mempersiapkan makan malam.
Anak-anak mulai menyiapkan kompor dan masak sosis, chicken wings yang sudah saya marinasi dari rumah juga menggoreng kentang. Lalap, sambal dan nasi juga masih ada dari perbekalan.
Api unggun menemani makan malam kami yang hawanya mulai terasa dingin. Suasana gelap di sekitar kami dan sunyi membuat saya setelah makan malam langsung bernajak tidur. Belum ada yang kemping lagi selain kami. Kami beruntung ditemani sinar lampu dari warung di kejauhan yang masih buka.
Saat itu Malang di bulan Agustus memang lagi dingin-dinginnya karena pengaruh angin dari Benua Australia. Saya tidur di dalam sleeping bag dengan pakaian lengkap menggunakan jaket serta kaus kaki.
Di waktu Subuh dengan cuaca masih gelap gulita saya ngibrit sendirian ke toilet yang menurut saya lumayan jauh dan menembus kabut tebal. Perut saya mules, masih untung nggak cepirit di celana, huhu. Batin saya berkata, hebat juga saya jalan sendirian di hutan pinus menuju toilet sendirian.
Sekembalinya ke tenda, saya mengecek suhu yang menunjukkan 19 derajat celcius. Entah kalau di luar tenda berapa suhunya mungkin lebih dingin lagi karena memang masih berkabut,
Saya memasak air di teras tenda. Belum berani keluar tenda untuk masak di meja. Selain gelap juga hawanya dingin sekali. Membuat teh panas akan membantu tubuh saya lebih hangat lagi. Sambil menunggu matahari terbit saya mulai memanaskan sisa lauk tadi malam yang masih bisa dimakan untuk sarapan.
Anak-anak bangun tetapi belum semangat untuk sarapan. Mereka hanya minum susu dan teh saja. Kemudian saya punya ide untuk sarapan di tepi sungai. Saya langsung siap-siap membawa peralatan masak, bangku lipat, tikar, makanan, kerupuk dan lainnya.
Kami menyusuri jalan yang kemarin melewati ladang selada air dan merambat tembok-tembok di pinggir sungai. Akhirnya tiba juga kami di air terjun pendek dengan batu-batu besar. Bahagianya kami akhirnya bisa sampai juga karena kemarin ada pesepeda di tempat tersebut.
Saya mulai memasak mie instan dengan sosis, tak lupa beberapa buah cabe yang saya bawa dari rumah dicuci dulu di sungai. Air buat merebusnya pake air mineral ya bukan air sungai hehe. Dan kami semua sarapan dengan lahap, padahal hanya makan mie instant dari satu panci. Asyiknya memang rame-rame jadi makannya bisa lebih banyak.
Kami berfoto ria lagi setelah sarapan dan indahnya ahh.. ada pelangi di percikan air yang turun dari pancuran. Anak saya belum pernah melihat pelangi seumur hidupnya yang melewati usia 20 tahun.
Setelah puas kami pun kembali ke tenda dan segera mengemas barang-barang. Tak lama petugas datang untuk melipat tenda kami. Walau kemping di Ledok Ombo Camping Ground hanya semalam, tetapi kami mendapat pengalaman yang seru, dan tak akan terlupakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H