Mohon tunggu...
Igor Udin
Igor Udin Mohon Tunggu... -

Orang biasa, penulis lepas, trainer, arsitek, pemerhati musik marawis.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Tanpa Operasi & Ketergantungan Obat, Mungkinkah?

12 Januari 2014   21:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:53 6666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kamu itu tidak ada tumor. Kalau kamu betulan tumor sebesar ini (ia mengepalkan tangannya), kamu tidak mungkin bisa jalan ke sini," cerita Kholis menirukan ucapan Professor Arief saat pertama kali memeriksanya.

Walaupun agak ragu dengan ucapan Professor, Kholis tetap mencoba mengikutinya karena ingat temannya ada yang betulan sembuh dari tumor. Makan tepat waktu, minum jamu 3 kali sehari, minum kopi 2 kali sehari, dan minum sari kacang panjang sebelum dan setelah tidur, ia lakoni dengan disiplin.

"Lima hari aja, Mas. Saya bebas derita," ungkap Kholis yang saat itu tiga kalinya ia memeriksakan diri pada Professor Arief.

"Lawong saya lihat Menkes aja berobat ke sini," jelas Kholis.

"Siapa? Fadilah Supari?" tanya abang. Baru kali itu abang saya merespon obrolan. Saya tahu ia memang tidak mudah mempercayai cerita orang. Saya sendiri tidak tahu siapa yang dimaksud. Setelah mencari di Google, rupanya yang dimaksud adalah Siti Fadilah Supari.

"Iya. Saya juga pernah melihat dia di sini pas saya bawa ibu saya dulu," tukas Bang Akmal.

Tinggalkan Obat-obatan. Beranikah?

Waktu telah menunjukkan jam 13.00, nama kami belum juga terdengar dari pengeras suara Toa di pelataran klinik Arridlo. Sedangkan Dewi, kakak ipar saya, kakinya tampak semakin bengkak. Beberapa orang di warung menyarankan agar saya mendaftarkannya sebagai pasien emergency.

Di Arridlo memang terdapat layanan reguler bagi pasien yang belum parah, dan layanan emergency bagi yang sakit parah sehingga lebih diutamakan. Saya melihat nomor antrian reguler baru di angka 02, sedangkan emergency di angka 12. Setelah memberikan penjelasan kepada petugas pendaftaran, Bang Andi, Dewi mendapatkan nomor antrian emergency 33. Berarti saya dan abang saya tidak jadi ikut periksa.

Sekitar jam 14.30 nama Dewi dipanggil. Ia pun masuk bersama abang saya. Setelah keluar dari ruang periksa, dia disuruh minum segelas jamu dan diberikan satu paket obat untuk lima hari berupa jamu, kacang panjang, obat-obatan berupa Bisolvon, Combantrin dan Amoxan. Obat yang tidak biasa memang, di dunia kedokteran modern, bagi pengidap diabetes.

Selama di perjalanan pulang menuju Bogor, Dewi mengaku galau. Oleh Professor Arief, ia tidak diperkenankan lagi menggunakan insulin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun