Mohon tunggu...
Igor Udin
Igor Udin Mohon Tunggu... -

Orang biasa, penulis lepas, trainer, arsitek, pemerhati musik marawis.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Tanpa Operasi & Ketergantungan Obat, Mungkinkah?

12 Januari 2014   21:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:53 6666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari awal ketika luka Dewi semakin parah, saya menganjurkannya melalui abang saya, suaminya, untuk berobat ke klinik pengobatan herbal dan fisioterapi Yayasan Arridlo, Cijantung, Jakarta Timur. Yayasan tersebut dipimpin oleh Prof. Dr. Arief S. Rachmat yang dengan izin Allah telah berhasil membantu menyembuhkan berbagai macam penyakit kronis yang diderita beberapa teman saya.

Namun, abang saya tidak meyakini metode pengobatan Prof. Dr. Arief S. Rachmat. Ia pernah berkunjung ke Yayasan Arridlo sekitar setahun yang lalu bersama istrinya untuk konsultasi agar bisa mendapatkan momongan. Ia menganggap Professor Arief itu orang yang ngaco, omongannya tidak karuan dan tidak jelas "kedokteran"-nya.

"Mana ada dokter yang merokok saat memeriksa pasiennya?" Demikian pendapat abang saya mengenai Professor Arief dengan nada sebal. Professor Arief memang berpendapat bahwa merokok tembakau baik untuk kesehatan jika dilakukan dengan cara yang benar.

Dewi telah dirawat di rumah sakit selama lebih dari 3 minggu. Biaya pengobatan telah melebihi angka Rp 100 juta. Namun Dewi tak kunjung membaik.

Dewi dan abang saya kemudian memutuskan untuk rawat jalan saja dan keluar dari rumah sakit. Abang saya pun mengikuti saran saya untuk berobat pada Professor Arief yang oleh pasien lain lebih akrab dengan panggilang Pak Haji.

"Dua-duanya spekulatif. Dokter spekulatif, tidak bisa memberikan kejelasan. Si professor, menurutku juga spekulatif. Tapi dia tidak menguras kantong sampai ratusan juta rupiah," kata abang saya menyampaikan alasan logisnya.

Selama Dewi dirawat di rumah sakit saya memang berkali-kali berdiskusi dengan abang saya, meyakinkan dirinya agar istrinya berobat ke Professor Arief. Ia sadar bahwa dirinya cenderung agnostik, sulit untuk meyakini hal yang belum pernah langsung ia buktikan sendiri. Padahal istrinya "agak" mempercayai Professor Arief karena pernah merasakan manfaat jamu ramuan beliau, walaupun tidak sepenuhnya yakin.

Mencoba Berobat ke Arridlo

Sabtu pagi, 11 Februari 2014, saya menjemput Dewi dan abang saya di rumah sakit swasta di Kalimalang, Jakarta Timur. Mereka kemudian saya bawa ke Jl. Pertengahan, Cijantung, dimana Professor Arief praktek. Sampai di sana waktu telah menunjukkan jam 9.20. Tidak kurang dari 200 orang memadati klinik tersebut menunggu antrian. Sebagian lainnya menunggu di warung-warung yang ada di sekitar klinik tersebut.

Dengan kondisi Dewi, ia hanya bisa menunggu di mobil. Saya pun segera mendaftarkan Dewi, abang saya dan saya sendiri untuk mendapatkan nomor antrian. Di tempat itu kita memang boleh memeriksakan diri bersama saudara atau teman untuk mempercepat waktu. Saya melihat antrian kami masuk di halaman 6 di buku pendaftaran berukuran folio. Jika 1 halaman berisi 30 nama, berarti nomor antrian kami ada di angka di atas 150!

Hari itu memang padat karena Arridlo akan libur keesokan harinya hingga tanggal 14 Februari 2014 untuk merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun