Sudah 5 hari sejak kedatangan Elon Musk, CEO SpaceX ke Indonesia, tepatnya di Denpasar, Bali untuk meresmikan Starlink pada Minggu, (19/5/2024). Peresmiannya di gelar di salah satu Puskemas yang ada di Bali yang dihadiri Elon Musk sendiri dan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, demikian seperti yang dikutip dari Kompasiana.com.
Peresmian layanan Starlink tersebut menjadi penegasan dimulainya layanan internet berbasis satelit orbit rendah. Maksudnya sistem satelit menggunakan sinyal radio melalui ruang hampa. Starlink sebetulnya sudah resmi beroperasi di tanah air sejak April 2024 kemarin, namun belum diresmikan secara skala nasional.
Adakah Kemungkinan Terjadi Eksploitasi Kedaulatan Digital?
Indonesia perlu mengantisipasi dan belajar dari pengalaman negara-negara yang terkena kedaulatan siber yang berkaitan dengan keamanan dalam negeri. Sudah ada contoh di berbagai negara, seperti negara Botswana, Republik Demokratik Kongo, Â Kamerun, Zimbabwe dan Afrika Selatan.
Konsep kedaulatan digital RI tentang pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, badan hukum Indonesia, kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data strategis serta harkat dan martabat bangsa sudah tertuang di UU No. 19 Tahun 2016 (UU ITE), PP No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP 71/2019), dan Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
Mengutip dari SHNet, eksploitasi (sosial di ruang) digital adalah penggunaan teknologi untuk memanfaatkan orang lain untuk tujuan pribadi. Hal ini melibatkan penggunaan informasi pribadi untuk mengambil keuntungan atau membuat orang lain merasa terancam.
Mengutip dari Kompas.id, terkait keamanan data pribadi, dalam laman Starlink disebutkan bahwa mereka berhak mengumpulkan data dan informasi konsumen namun, Starlink juga memberikan hak kepada konsumen untuk mengakses, mengoreksi, membatasi, dan menghapus data pribadi yang telah dihimpun.
Salah satu mencegah eksploitasi sosial di ruang digital, perlunya suatu pendekatan dan atau cara mengatur setiap bagian privasi yang terdapat di setiap platform media sosial dan juga aplikasi percakapan serta jangan pernah sama sekali menggunakan informasi pribadi yang sifatnya sensitif kepada orang yang tak dikenal.
Dugaan penulis, semoga penulis salah, harapannya tidak terjadi di masa yang akan datang bahwa kemudian setiap masyarakat Indonesia atau yang lebih ekstrim lagi, tempat-tempat atau daerah-daerah yang kaya akan alam (SDA) Indonesia yang belum sama sekali "tersentuh" oleh manusia, dimanfaatkan oleh "mereka" yang pemegang kekuasan global dalam bidang teknologi dan informasi mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia dengan teknologi mereka.