Pendahuluan
Membaca berita hari ini (17/5/2024) di berbagai platform berita online tentang polemik UKT mahal bagi setiap calon maupun mahasiswa-mahasiswi di perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, mengingatkan penulis 12 tahun silam ketika masih duduk di bangku SMA.
Penulis adalah alumnus Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pinangsori yang terletak di Kecamatan Pinangsori, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Tepatnya di Desa Albion-Perancis. Sekolah penulis adalah salah satu SMA terbaik di kecamatan tersebut.
Dalam benak penulis, kala itu (2010-2013) hanya dua tujuan menyelesaikan studi di SMA, yakni, "Tamat sekolah, langsung mencari pekerjaan dan menghasilkan uang untuk Bapak Mamak. Kedua, ingin masuk sekolah bola."
Mengapa ingin masuk sekolah bola? Karena penulis sejak masih Kecil sudah menyukai sepakbola dan juga memiliki DNA dari Bapak Mamak olahragawan.Â
Mamak mantan atlet lomba pelari dari tingkat SMP yang sempat menyicipi sampai ke Nasional. Meski terhenti langkah Mamak, tidak menjuarai lomba lari nasional pada masa itu. Juga Bapak adalah pemain sepakbola tarkam di desa penulis.
Itulah mengapa alasan penulis ingin meniti karier di sepakbola dengan masuk sekolah bola dengan maksud bisa menjadi pemain timnas. Namun ketepatan TUHAN berkata lain pada diri penulis.
Tidak mengapa, sebab setiap jalan-jalan anak manusia memiliki jalannya sendiri karena anugerah dari Sang Atas.
Kepanjangan UKT
Apa itu UKT? mengutip dari KOMPAS.COM, kepanjangan UKT ialah uang kuliah tunggal. Maksudnya adalah besaran jumlah biaya untuk belajar di sebuah universitas.Â
Peraturan tentang UKT muncul berbarengan dengan berlakunya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 55 Tahun 2013.
Dalam pasal 1 ayat 3 di Permendikbud menyatakan, uang kuliah tunggal merupakan sebagian biaya kuliah tunggal yang ditanggung setiap mahasiswa-mahasiswi berdasarkan kemampuan ekonominya. Biaya UKT tersebut dikurangi biaya yang ditanggung pemerintah.
UKT juga keseluruhan biaya operasional setiap mahasiswa-mahasiswi per semester pada program studi di PTN (Perguruan Tinggi Negeri).Â
Setiap mahasiswa-mahasiswi yang mendapatkan keringanan uang kuliah dari pemerintah, UKT dimaksudkan untuk meringankan beban mahasiswa dan orangtuanya atau walinya.
Lebih lanjut penulis mengutip dari Kompasiana.com, menurutnya, seperti dikutipnya dari KOMPAS.COM, studi lanjut di perguruan tinggi hanya diperuntukkan bagi lulusan SMA, SMK, dan Madrasah Aliyah yang ingin mendalami lebih lanjut suatu ilmu tertentu dan spesifik.
Itu berarti sama saja dengan mengatakan bahwa tidak semua lulusan SMA, SMK, dan Madrasah Aliyah harus melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi karena sifatnya adalah pilihan.
Memang penulis adalah tidak lulusan dari perguruan tinggi negeri. Sehingga tidak merasakan apa itu namanya UKT mahal (pada masa itu). Penulis hanya lulusan dari Sekolah Tinggi Teologi yang ada di Sumatera Utara.Â
Tepatnya STT BMW Medan (Sekolah Tinggi Teologi Bina Muda Wirawan Medan). Sekolah notabene keagamaan. Dalam hal ini perguruan tinggi swasta Kristen.
Seperti yang penulis singgung di atas, penulis sedari dulu, tidak ada niatan untuk melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi atau masuk PTN.Â
Namun TUHAN-nya penulis berkata lain dalam diri penulis, penulis harus masuk ke STT untuk dipersiapkan dalam panggilannya sebagai hamba Allah.
Biaya UKT
Tidak tahu pasti, ya, apakah UKT sama dengan yang namanya di STT tentang biaya perkuliahan satu tahun full.
Di STT BMW Medan (tidak tahu di STT lainnya), tahun pertama dan kedua masuk perkuliahan disponsori full oleh Yayasan yang membawahi sekolah tinggi teologi tersebut, yakni YMRI. Semua mahasiswa-mahasiswi yang masuk STT BMW Medan, tidak membayar uang perkuliahan selama 2 tahun full.
Namun memasuki tahun ketiga, barulah semua mahasiswa-mahasiswi diwajibkan membayar uang perkuliahan per bulannya sebanyak 500.000 (tidak tahu regulasi tahun 2024 ini apakah sudah berubah atau tidak) dan bisa di cicil.
Lalu memasuki tahun keempat, masa selesai studi, hanya membayar uang wisuda, biaya pembangunan. Hanya itu saja.
UKT di perguruan tinggi negeri atau swasta lainnya, apakah jumlah biayanya besar? Kalau berdasarkan Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020, besaran jumlah UKT ditentukan dan ditetapkan oleh pemimpin PTN bagi semua mahasiswa-mahasiswi dari setiap jalur penerimaan.
Beberapa besaran UKT di perguruan tinggi tersebut:
Golongan Pertama: Besaran UKT paling tinggi Rp 500.000. Sementara Golongan Kedua: Besaran UKT paling rendah Rp 501.000 dan yang paling tinggi Rp 1.000.000.
Kesimpulan
Melihat data-data di atas dan pengalaman penulis sendiri di dalam menempuh pendidikan tinggi, menurut penulis, baiknya pemerintah tidak hanya mewajibkan sekolah sampai 9 tahun.
Namun biarlah peraturan tentang pendidikan bisa direvisi untuk semakin lebih baik lagi dan tidak membuat biaya pendidikan ke perguruan tinggi mahal oleh karena para pemimpin atau pemilik perguruan tinggi tersebut. Sebab pendidikan adalah satu pintu menuju Indonesia maju.
Meskipun melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi tidak wajib, namun biarlah para pelajar yang di SMA, SMK dibekali lagi dengan soft-skill spesifik oleh pemerintah dan dipersiapkan lapangan pekerjaan bagi lulusan SMA dan SMK dan bisa bersaing diberbagai perusahaan ternama tanpa melihat dari sisi ijazah.