Buku lainnya adalah Patjar Kuning yang diterbitkan di Yogyakarta pada tahun 1940 yang dimana salah satu ceritanya adalah mengenai seorang detektif yang melakukan investigasi terhadap kematian penduduk asli setelah dilakukan penangkapan dan ditempatkan di bawah tahanan rumah. Detektif ini bekerja untuk sebuah perusahaan asing. Di sisi yang lain, terdapat juga karya Teguh Karya yang memiliki judul Seputih Hati Semerah Bibir.
Salah satu hal yang menjadi atensi pada periode Jepang tidaklah lain selain masalah kesehatan. Merujuk pada situasi dan kondisi yang terjadi pada saat itu, dapat dikatakan masih cukup banyak hal yang belum diketahui dalam sejarah.Â
Pada saat yang bersamaan, terdapat wanita di bawah pendudukan Jepang. Pada waktu itu, dapat dikatakan tidak banyak catatan mengenai hal ini sebab lebih mengarah terhadap wanita penghibur. Pada faktanya, tidak sedikit wanita Jepang yang bekerja di Indonesia sebagai seorang perawat pada waktu itu, meskipun demikian terdapat juga yang hanya untuk baik penelitian maupun hiburan.
Pada waktu materi selesai dipaparkan, seperti biasanya dilakukan pembukaan untuk sesi diskusi dan tanya jawab. Pada sesi ini, pertanyaan diberikan oleh para peserta kuliah umum dan kemudian diberikan penjelasan jawaban oleh Prof. William.Â
Untuk pertanyaan pertama, datang dari salah satu mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Airlangga, Sangwa Cahyo, mengajukan permohonan kepada Prof. William untuk memberikan penjelasan yang lebih detail tentang dua orang indonesia pada Perang Dunia II yang mendapatkan kekejaman dari ideologi totalitarian yakni NAZI, yang dimana pada waktu tersebut orang Indonesia sedang melakukan pemberontakan dalam melakukan perlawanan terhadap kolonialisme, dengan datangnya Jerman mereka tidak senang sebab mereka sudah mengira bahwa Jerman merupakan negara yang melakukan pertentangan terhadap demokrasi dan bersikeras terhadap komunisme. Kisah mengenai perlawanan Jepang dalam Perang Dunia II selalu dibesar-besarkan.Â
Untuk pertanyaan kedua, kembali lagi datang dari salah satu mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Airlangga, Aji Wisesa, yang dimana yang menjadi fokus pertanyaannya selain melakukan pembelajaran sastra Indonesia pada abad ke-20, adalah guru besar. Seperti yang dapat diketahui, Prof. William turut serta melakukan pembelajaran mengenai bentuk-bentuk budaya yang terkenal lainnya, misalnya adalah musik dan film. Prof. William belum mampu memberikan penjelasan jawaban, namun beliau mengatakan sangat tertarik terhadap hal tersebut.Â
Sepulangnya dari Indonesia, ia melanjutkan studi sosiolinguistik dan melakukan penulisan melalui banyak esai selama studi. Salah satu filmnya, "Seputih Hatinya Seperti Bibirnya", merupakan film dari tahun 1980-an. Ia melakukan perfilman terhadap beberapa film ini dan mencoba melakukan koreksi pemanfaatan keheningan, yakni waktu tidak berbicara, asalkan berhenti.Â
Untuk pertanyaan selanjutnya, kembali lagi terdapat antusiasme yang tinggi dari Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Airlangga yang dimana pertanyaan tersebut berasal dari salah satu mahasiswanya, Dea Novi. Pertanyaan diberikan olehnya mengenai sejarah penyakit malaria di Indonesia, apa saja jalan lain atau alternatif bentuk dan pengobatannya, apakah terdapat praktek perdukunan atau gaib?Â
Pada tahun 1940, umumnya penyakit malaria digunakan oleh dokter proyek untuk menemukan obat tidak hanya untuk malaria, namun juga untuk penyakit lain. Obatnya diambil melalui obat-obatan yang bersifat herbal, dan dilakukan peracikan oleh dokter dalam percobaan, selanjutnya digunakan untuk orang yang mengidap penyakit namun belum berkembang pada tahun itu.Â
Selanjutnya pada tahun 1944, dokter di bawah bimbingan Jepang memulai proyek baru lagi. Meskipun demikian, terdapat beberapa orang di koran yang disembuhkan dari misteri, selain profesor. Dari hal tersebut, Prof. William tidak mempelajarinya secara mendalam sebab orang Jawa pada periode tersebut tidak yakin terhadap pengobatan modern Barat, namun lebih terhadap pengobatan hal-hal yang misterius.
Berbagai pertanyaan terus dilontarkan dari para peserta umum yang memiliki antusiasme tinggi. Pada waktu-waktu menjelang akhir, acara kuliah umum dilakukan penutupan dengan pertanyaan terakhir yang datang dari salah satu mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Airlangga, Lutfi Lauzuardi, yang memberikan pertanyaan mengenai apakah masa kependudukan Jepang terdapat semacam dewan parlemen atau dewan rakyat yang memilki tugas untuk membuat Undang-Undang yang mewajibkan masyarakat Indonesia yang pada waktu itu menjadi wilayah kependudukan.Â