Mohon tunggu...
Hanif Azhar
Hanif Azhar Mohon Tunggu... Part-time student, Full-time traveller -

Pokemon Master wannabe!

Selanjutnya

Tutup

Drama

Drama Nol Tak Hingga

14 Mei 2010   23:06 Diperbarui: 7 Juli 2017   13:41 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kejujuran, kata yang mudah diucapkan, namun sulit diterapkan. Kejujuran, suatu perbuatan unik yang sudah langka di tengah kehidupan. Kejujuran, kata banyak orang hanyalah bualan di zaman metropolitan. Ya, itulah kejujuran. Bahkan, saya yakin kita semua pasti pernah mengalami fakta-fakta unik terkait kejujuran. Segitu langkakah kejujuran? Lalu bagaimana peran serta pendidikan selama ini ? ya... just another geje opini in Education Day of my lovely country . . .Let me tell you a story . . .

Siang itu, puluhan mahasiswa baru (maba) sedang melaksanakan masa orientasi. Bersama senior-seniornya, mereka pun dididik untuk menjadi sosok manusia yang tangguh dan tanggap dalam segala kondisi. Beberapa tugas besar yang melatih kekompakan maba pun disematkan di dalamnya. Mulai dari pembuatan yel-yel unik sampai pin angkatan kreatif. Setiap pagi, mereka dituntut untuk berangkat dan pulang bersama. Selain itu, porsi dan menu makan yang mereka bawa pun tak boleh beda. Ceramah-ceramah yang cukup membosankan harus mereka lahap siang-malam. Evaluasi terkait kelengkapan peralatan dan dateline progres menambah gerahnya suasana. Parahnya, kegiatan ini dilaksanakan selama empat hari penuh, dan akan berlanjut kalau mereka tidak mampu menunjukkan progres yang bagus. “lo kira kami ini apaan? Anak panti asuhan apa?,” gumam Jono (bukan nama sebenarnya), salah satu maba. Pressing demi pressing pun menjadi hidangan mereka setiap hari. Satu persatu maba lemah pun tergeletak tak berdaya di ruang medik. “Bagi maba lembek yang pengen pura-pura sakit, segera mundur dari barisan dan menuju Mc-D (sebutan untuk ruang medik, red),” sindir salah seorang senior. Enak rek, isuk-isuk sudah nongkrong di Mc-D, tambahnya. Beberapa hari kemudian, tiba-tiba terdengar adanya suatu tindak kriminal diantara senior-junior tersebut. Menurut kabar yang beredar, beberapa senior angkatan atas menghabisi Jono sampai babak belur. Bahkan, katanya sampai meninggalkan beberapa jahitan di tubuh korban. Sontak tragedi ini menimbulkan polemik sampai seluruh penjuru kampus, termasuk pihak birokrasi. Keesokan harinya, beberapa senior mereka tidak tampak lagi berkeliaran di kampus. Kabar yang beredar di masyarakat kampus adalah mereka terkena skors satu semester dari rektorat. Bahkan, dua diantaranya disinyalir tidak akan menginjakkan kaki lagi di kampusnya. Mereka mendapat ganjaran dua huruf paling menyeramkan di dunia pendidikan, D.O alias Drop Out. Sungguh mengenaskan. 

*** 

Ya, itu hanyalah sepenggal cerita realitas di sekitar saya. Kedengarannya cerita itu sangat datar di telinga mahasiswa kampus, apalagi mahasiswa kampus teknik. Saya hanya ingin mengajak pembaca untuk membayangkan satu hal. Bayangkan, apabila realitas diatas dibumbuhi sebuah kebohongan besar di tengah institusi pendidikan. Kebohongan yang menghancurkan banyak pihak yang bersangkutan. Bayangkan, seandainya si Jono ternyata berlaku tidak jujur dan membuat cerita palsu hanya untuk memuaskan nafsu terhadap senior-seniornya itu! Kalau dijabarkan, efek dari sebuah kebohongan kecil ini sangatlah dahsyat. Mulai dari beberapa mahasiswa senior yang di-skors, bahkan sampai dikeluarkan dari kampus. Selain itu, niat baik senior untuk mendidik juniornya pun jadi terhambat. Hubungan silaturahmi antara kedua belah pihak otomatis akan retak, entah sampai kapan. Dan tidak hanya itu, senior yang menjadi tersangka juga harus mempertanggungjawabkan tuduhan yang tidak pernah dilakukannya kepada banyak pihak. Mulai dari pihak kampus, orang tua korban, senior-senior pendahulunya, dan kepada orang tua mereka sendiri. Tindakan Jono benar-benar dahsyat dan tak termaafkan. Hanya bermodalkan kepolosan wajah seorang maba, semua pihak pun sempat tertipu. Walaupun akhirnya beberapa pihak menyadari akan kebohongannya, namun efek itu tak kan hilang ditelan waktu. Banyak sistem yang rusak karena hal itu. Dan yang paling parah, masa depan dua mahasiswa terancam suram dibuatnya. Mungkin pembaca bertanya-tanya, mengapa penulis mengangkat kisah tersebut. Dan mungkin masih bingung korelasinya dengan hari pendidikan. Ya, sebelum saya menulis, saya ingat akan pesan eyang Soe Hok Gie. Mungkin mayoritas teman-teman mahasiswa juga sudah sering mendengarnya. Dia pernah menulis dalam catatannya :

“Aku ingin mahasiswa-mahasiswa ini menyadari bahwa mereka adalah the happy selected few yang dapat kuliah dan oleh karena itu mereka harus menyadari dan melibatkan diri dalam perjuangan bangsanya. Dan kepada rakyat aku ingin tunjukkan, bahwa mereka dapat mengharapkan perbaikan-perbaikan dari keadaan dengan menyatukan diri dibawah pimpinan patriot-patriot universitas.” 

Pemikiran saya simpel saja. Begitu besarnya pengaruh pergerakan mahasiswa baik itu secara vertikal maupun horizontal, sebenarnya menjadi keuntungan tersendiri. Mahasiswa adalah Agent of Change. Mereka bisa menjadi fungsi sosial kontrol bagi pemerintah. Di sisi lain, mereka dapat terjun langsung ke lapangan masyarakat untuk berkontribusi. Kalau seorang mahasiswa yang dikatakan eyang Soe Hok Gie the happy selected few ini tidak bisa menjalankan amanah dengan benar, saya tidak bisa membayangkan wajah suram Indonesia dua puluh tahun mendatang. Kalau orang-orang berpendidikan di suatu negara sudah bobrok akhlaknya, tunggu saja kehancurannya. Dari beberapa pemikiran saya diatas, sebenarnya solusi itu mampu dipecahkan oleh individu masing-masing. Diantaranya melalui : 

1. Mulai dari hal-hal terkecil 

Hal ini kelihatannya sangat sepeleh. Namun sangat berpengaruh. Karena, dari hal-hal kecillah sesuatu itu menjadi besar. Kalau dari kecil sudah terbiasa tidak jujur, besar kemungkinan kalau besar berbakat koruptor. Sebagaimana para tikus kantor yang memainkan skenarionya di atas jagad perpolitikan nasional. Saking lihainya, masyarakat pun dibuat buta olehnya. Yang baik menjadi buruk, dan yang bejat menjadi malaikat. Dalam hal ini, saya sangat salut dengan pemandangan yang saya lihat di plaza sekitar kampus FMIPA. Saya melihat adanya sebuah kantin kejujuran. Kantin itu hanya tersedia kotak uang tanpa penjaga. Walaupun tanpa pengawas, para mahasiswanya pun tetap terjaga kejujurannya. Ya, minimal dari hal kecil tersebut mampu melatih kejujuran mahasiswa. 

2. Kesadaran pribadi 

Kesadaran pribadi juga tidak kalah pentingnya. Bahkan, menurut saya hal ini adalah salah satu kuncinya. Hal kecil yang langka dijumpai. Cerita kecil yang sering saya jumpai di kampus, masalah larangan merokok di institusi pendidikan misalnya. Mahasiswa dan seluruh warga kampus tahu hal tersebut. Tapi pelanggaran masih sering saya temukan. Pernah saya sharing hal tersebut bersama pak Tutus, salah satu ahli hukum di BAUK ITS. Menurutnya, sistem tersebut sulit diterapkan di Indonesia terkait kebudayaan masyarakatnya sendiri. Hal ini butuh proses dan waktu yang relatif lama. Dalam hati kecil, saya hanya mampu bergumam, “kalau tidak dimulai dari sekarang, terus kapan lagi bro.” 

3. Pembenahan akhlak dalam sistem pendidikan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun