Mohon tunggu...
Rina Sulistiyoningsih
Rina Sulistiyoningsih Mohon Tunggu... -

Seorang Wanita Biasa, campuran Jawa dan Padang... Lahir di Sentani, Irian jaya..menghabiskan masa sekolah di Pontianak lalu lanjooot ke Malang..Sekarang lagi menikmati kesuksesan hidup... menyusuri setapak...sesekali menoleh kanankiri, berhenti sesaat di persimpangan, tak ingin larut dalam titik beku.... menatap masa depan dan meraih impian.... Wanita Single yang 'gila kerja' sampe lupa mandi hehehe... suka menulis puisi dan cerpen sejak bergabung dengan www.kemudian.com dua tahun yang lalu dan bercita-cita ingin punya buku sendiri.... semoga....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cinta yang Terbenam - Sebuah Cerpen

16 Juni 2010   14:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:30 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Letizia, gadis manis yang setahun lagi akan memasuki kepala 3 dalam perjalanan hidupnya saat ini sudah ada di depanku. Duduk menatap tajam ke arahku. Dingin.
Jemarinya saling bertautan, sesekali memainkan kukunya yang berwarna peach senada dengan warna perona bibirnya yang tipis. Cantik tapi pucat, sama seperti kulitnya yang bersih namun bagiku seperti layu tak terkena sinar matahari selama beberapa waktu. Akupun menatapnya. Dalam. Tetap diam. Sesekali desah panjang terdengar di kupingku. Mungkin Letizia juga mendengar milikku. Ah… sampai kapan kau bungkam, Letizia.

Cappucino di hadapanku sudah hampir habis. Letizia belum juga mencicipi Orange Juice yang dipesannya sejam lalu. Aku tak mengerti apa yang ia pikirkan.

“Zia, bisakah kita mulai?” tanganku memegang tangan kanan Letizia, ingin menggenggamnya erat.

Poni Letizia semakin menutupi wajahnya saat ia menundukkan kepalanya. Letizia menggeleng lembut.

Kutarik lagi tanganku.

“Oke, kalau kamu siap, akupun siap mendengarkan” ujarku sambil menyeruput Cappucino favoritku yang hampir dingin hingga tak bersisa.

“ mungkin semua jadi sia-sia ” suara lembutnya mengagetkan aku

“ ada apa?”

“ inilah kenapa aku memilih untuk berhubungan dengan seseorang yang jauh, yang bahkan nyaris tak pernah kutemui. Sudah tigabelas pria. Tigabelas. Sejak aku mengenal arti cinta sesungguhnya, bukan cintanya monyet seperti yang selalu kaualami itu !” senyumnya lalu merekah diantara sendu tuturnya.

Kupandangi Letizia dengan senyum genitku. Aku menopang daguku dengan tangan kiriku. Gelasku kosong. Kulirik gelas milik Letizia. Tanganku iseng mengaduk-aduk minumannya dengan sedotan.

“ lalu, apa sebenarnya yang sudah terjadi denganmu, Zia?” tanganku tetap usil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun