Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

"The Spirit of Korea"

27 Juli 2018   09:50 Diperbarui: 29 Juli 2018   18:12 1246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tribun Travel - Tribunnews.com

Siapa yang tidak kenal Samsung, LG, Hyundai, Daewoo, dan KIA? Pasti dari kita semua ada yang pernah memakai produk-produk tersebut. Made in Korea. Negara ginseng itu kini tengah menggilas kita dengan produk-produk elektronik dan budaya popnya.  Bintang-bintang pop Korea digilai generasi muda Indonesia. Korean wave melanda dunia. Indonesia? Mungkin sibuk dengan sinetron politik tanpa henti dan tak gunanya itu.

Itulah Korea. Namun untuk menjadi Korea (Selatan) yang seperti ini bukan perkara mudah untuk bangsa Korea. Mereka harus melalui pahit getir perang dan penjajahan. Jatuh-bangunnya perekonomian. Perjalanan gerakan buruh yang panjang. Jaya dan bangkrutnya perusahaan-perusahaan sampai inovasi yang gemilang.

Korea yang sebenarnya bukan hanya seperti yang dibayangkan orang dengan bintang-bintang filmnya yang gagah dan cantik-cantik. Untuk mencapai kejayaan, bangsa Korea (Selatan) harus menempuh jalan yang panjang.

Korea adalah nama untuk sebuah bangsa yang tinggal di Semenanjung Korea di dekat perairan Jepang dan berbatasan dengan China di bagian utara. Korea kini terbelah menjadi dua buah negara: Korea Selatan yang demokratik-liberal dan Korea Utara yang komunis. Kedua negara Korea ini dipisahkan oleh ideologi politik dan ambisi yang berbeda. Terpisah akibat oleh Perang Korea. Korsel didukung AS dan negara-negara Barat sedangkan Korut didukung (bekas) Uni Soviet dan China.

Kini Korsel digolongkan sebagai negara maju di dunia. Korsel bukan lagi bangsa paria. Korsel pernah dijajah Jepang dan perempuan-perempuannya dijadikan jugun ianfu, budak seks tentara Jepang pada Perang Dunia II. Perbudakan ini menimbulkan trauma sendiri bagi bangsa Korea dalam berhubungan dengan Jepang. Namun di sisi lain, Jepang mewariskan disiplin dan teknologi kepada bangsa Korea.

Korsel pasca Perang Korea dilanda kehancuran luar biasa. PD II dan Perang Korea mewariskan trauma besar bagi bangsa Korea.  PBB menyatakan perang terhadap Korut dan menyerukan agar negara-negara Barat melibatkan diri dalam perang tersebut. Keterlibatan negara-negara asing turut menambah beban perang tersebut, termasuk AS. Tidak bisa dipungkiri, AS telah berperan besar mengusir  tentara komunis Korut kembali ke utara. Namun banyak keluarga yang terpisah akibat perang. Perang memang tidak mewariskan kebaikan.

Pada dekade berikutnya, Korsel mulai bangkit. Berbagai macam infrastruktur dibangun seperti jalan raya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Perusahaan-perusahaan besar Korsel (Chaebol)) jatuh bangun seperti LG, Hyundai, Samsung, dan Daewoo. Dari Korea kita bisa belajar bagaimana keuletan bangsa itu dalam membangun dirinya sendiri. Bagaimana mereka bisa melangkah di tengah terpaan zaman. Bangsa Korea cenderung homogen. Mereka mempunyai etika sendiri yang digali dari budaya, nilai-nilai Konfusianisme dan agama Budha. Konfusianisme sendiri masuk dari China.

Negara-negara yang menganut Konfusianisme mempunyai etika hidup sendiri seperti penghormatan kepada orang yang lebih tua, menghargai pendidikan, kemandirian, kewiraswastaan, kerja keras, rajin menabung, hemat, dan lain sebagainya. Bangsa Korea cenderung ulet dan pekerja keras karena mereka memiliki keterbatasan sumber daya alam. Secara tradisional, bangsa Korea adalah petani padi. Hamparan sawah terbentang luas di pedesaan. Mereka juga pemakan ikan seperti halnya bangsa Jepang.

Semangat Korea untuk bangkit patut kita teladani. Tidak hanya mengagumi bintang-bintang K-Pop saja. Bangsa Korea telah melalui pahit-getirnya kehidupan.  Perjalananan bangsa Korea melampaui jelas tidak mudah. Mereka harus berani menghadapi ancaman dan tantangan. Korsel pernah dipimpin oleh diktator militer. Namun rakyat kemudian menggulingkannya. Demokrasi berjaya di Korsel hingga kini.

Di Korsel, bukannya tidak konflik politik. Perbedaan ideologi dan pendapat  sudah menjadi makan sehari-hari rakyat Korsel. Sering kali di parlemen terjadi adu mulut dan baku hantam. Naik-turunnya presiden dan menteri karena korupsi dan penyalahgunaan wewenang menjadi biasa. Namun demokrasi mereka bekerja. Check and balance berjalan dengan baik

Memang dibandingkan dengan kita, Indonesia jelas lebih besar, lebih majemuk, dan lebih kaya sumber daya alam.  Namun produktivitas kita rendah. Daya saing kita meningkat tetapi masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga. Bangsa kita terkena kutukan sumber daya alam.

Kita tidak lebih terdidik dibandingkan mereka. Korsel adalah bangsa dengan tingkat literasi tertinggi di Asia. Selain itu, sistem pendidikan Korea juga sangat kompetitif. Mereka mendorong generasi muda Korea untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya. Mereka beranggapan karena tidak mempunyai sumber daya alam mereka harus meraih ilmu pengetahuan dan teknologi setinggi-tingginya.

Perusahaan-perusahaan Korea merancang berbagai macam produk mutakhir siap jual. Mereka mengapalkannya ke negara-negara berkembang dan juga negara-negara maju. Korsel memang bukan China. Produk-produk Korsel dan China jelas berbeda. 

Perusahaan-perusahaan China melakukan peniruan mentah-mentah terhadap produk-produk perusahaan yang lebih mapan. Namun Korsel melakukan modifikasi dan menambahkan rancangan mereka sendiri. Handphone Korea, misalnya, jelas bukan jiplakan produk serupa dari Barat.

Bangsa Korea berhasil melakukan inovasi terhadap produk-produknya. Mereka juga melirik negara-negara berkembang untuk menanamkan modalnya. Korsel berupaya tmembangun soft-diplomacy di negara-negara berkembang. 

Indonesia merupakan salah-satu negara tujuan investasi tersebut. Korsel membangun pusat-pusat penelitian, pusat pengembangan bahasa Korea, dan membuka program studi Korea di beberapa universitas di Indonesia. Korsel berusaha memperkenalkan budaya Korea di beberapa negara Asia. Hal ini dilakukan agar rakyat di negara-negara tersebut menjadi konsumen produk-produk Korsel.

Korsel bersama China dan Jepang berusaha menjalin kerjasama dengan ASEAN. Korsel sangat membutuhkan negara-negara ASEAN sebagai mitra dialognya. Kerjasama ekonomi antara Korsel dan ASEAN telah terjalin erat. Di masa mendatang kerjasama ini terus dimatangkan di berbagai bidang. Di Korsel sendiri, adan universitas Hankuk yang mengajarkan bahasa-bahasa asing --termasuk bahasa Indonesia kepada mahasiswa-mahasiswi Korea.

Hubungan Indonesia dan Korsel sendiri telah terjalin lama. Indonesia membeli beberapaa peralatan perang produk Korea seperti pesawat tempur, kapal selam, meriam, tank, dan lain sebagainya. Kerjasama ini akan dilanjutkan di Indonesia. Indonesia akan belajar ke Korsel untuk membuat alutsista. Di masa depan, Indonesia dengan bantuan Korea akan membangun kapal selamnya sendiri di Indonesia.

Sebagai sebuah bangsa yang tengah membangun, Indonesia harus belajar kepada Korea.  Korsel tidak punya sumber daya alam, tapi punya sumber daya manusia yang maju. Indonesia harus move on dari kondisi sekarang yang kurang menguntungkan. Mereka punya tekad untuk menjadi negara maju. Indonesia pun harus bertekad untuk menjadi negara maju di masa mendatang. Dan hal ini bukan tidak mungkin. Ekonomi  Indonesia terbesar ke-16 di dunia. Indonesia digadang-gadang akan menjadi negara maju di masa depan. Untuk itu generasi muda Indonesia harus mempersiapkan diri.

Belajar kepada negara lain bukan sesuatu yang hina. Indonesia harus menjadi bangsa pembelajar. Indonesia pernah mengecap pahit-manisnya perjalanan sebuah bangsa. Kita hanya perlu membenahi diri agar terus menjadi negara maju di masa mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun