Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

It Took a Village

28 Agustus 2017   07:42 Diperbarui: 28 Agustus 2017   12:11 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pandangan dan model masyarakat Barat ini yang kemudian dicoba dipaksakan kepada masyarakat non-Barat. Globalisasi tidak hanya terjadi pada ranah ekonomi saja, tetapi melebar dalam masalah budaya. Globalisasi budaya ini sangat gencar dilancarkan kepada negara-negara dunia ketiga. Globalisasi budaya ini tidak lain dari upaya westernisasi kepada masyarakat non-Barat. Selain itu, Barat juga coba mengekspor demokrasi dan kapitalisme liberal kepada seluruh dunia. Negara yang tidak demokratis dianggap aneh dan ketinggalan zaman. Dalih mereka adalah demokrasi mensyarakat partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan urusan publik.

Indonesia, sebagai salah-satu contoh, adalah laboratorium percobaan modernisasi dalam arti luas. Indonesia mengadopsi demokrasi liberal dan kapitalisme. Di bidang kemasyarakatan,  rakyat Indonesia banyak yang mengadopsi model masyarakat Barat. Akibatnya, masyarakat Indonesia mengalami perubahan sosial yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya Indonesia. Masyarakat Indonesia kian individualistis, materialistis, dan hedonistik. Perubahan sosial ini berlangsung begitu cepat dan kurang disadari oleh pemuka-pemuka masyarakat. Perubahan tata nilai ini menjungkir---balikkan nilai-nilai agama, budaya dan moral.

Kota-kota di Indonesia penuh dengan mal dan pusat perbelanjaan. Mal adalah kuil manusia modern. Mal adalah perwujudan kapitalisme global. Di mal, keinginan direkayasa dengan iklan menjadi kebutuhan. Nilai-nilai hedonistik mengjangkiti masyarakat dari kelas bawah sampai kelas atas.

Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi di seluruh dunia. Bangsa-bangsa Afrika adalah yang terparah terkena dampak dari globalisasi budaya.  Pendidikan Indonesia tertinggal 5-10 tahun dari negara-negara maju. Begitu dengan negara-negara dunia ketiga di seluruh dunia.

Di era kapitalisme turbo ini, pendidikan menjadi komoditas. Pendidikan seolah-olah hanya menjadi tanggung-jawab pemerintah saja. Masyarakat kurang dilibatkan dalam pendidikan. Masyarakat Indonesia tidak memikirkan nilai-nilai dan moral lagi. Mereka disibukkan dalam pertarungan ekonomi.  Namun di beberapa daerah yang kurang tersentuh pembangunan, keterlibatan masyarakat dalam pendidikan masih dipertahankan.

Pendidikan adalah hak warga negara dan kewajiban warga negara yang terjangkau bagi warga negara. Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan merupakan satu keharusan. Di era demokrasi partisipatif seperti sekarang. Demokrasi harus mendasarkan pada budaya setempat. Begitu juga dengan pendidikan. Wallahu a'lam bisshowab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun