Dalam bahasa Persia, Hafizh kadang-kadang menyebut “Lidah dari Yang Tak Kasat,” karena banyak sekali puisinya tampak menjadi kidung-kidung cinta yang indah dan memabukkan dari Tuhan kepada dunia kekasih-Nya. Hafizh berbagai kemabukannya dengan magis dan keindahan dari kehidupan ilahiah yang berdenyut di mana-mana, di sekeliling kita dan di dalam diri kita. Dia mencemooh kemunafikan dan kesetengah-tengahan, juga mendesak kita untuk naik di atas sayap-sayap cinta. Dia mendorong kita untuk merayakan bahkan pengalaman-pengalaman hidup paling biasa sebagai berkah ilahi paling mulia. Dia mengundang kita untuk “terjaga sesaat” dan mendengarkan musik penuh kebahagiaan dari tawa Tuhan.
Apa itu cinta dan tawa mulia
Yang menguncup dalam kalbu kita?
Ia adalah suara kemenangan
Dari jiwa yang sedang terjaga!
Rumahku Surgaku, Depok, 30 Juli 2016
Rujukan
Daniel Ladinsky, Hafizh: “Aku mendengar Tuhan tertawa”, Surabaya: Risalah Gusti, 2004.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H