Mohon tunggu...
Ragil WIrayudha
Ragil WIrayudha Mohon Tunggu... Freelancer - melihat, mencatat dan mengingat

Hidup hanya sekali namun sejarah akan mengingatmu selamanya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Janggal, Bangsa Indonesia Belum Satu Kata dalam Memahami Corona

20 Maret 2020   22:20 Diperbarui: 20 Maret 2020   22:34 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kredit: Powell River Peak Cartoon

Sejak ditetapkannya wabah Covid-19 sebagai Bencana Nasional, pada Sabtu (14/3) oleh Presiden melalui Kepala BNPB, Doni Monardo, rupanya kehadiran pemerintah pusat tersebut belum berhasil membuat masyarakat Indonesia memiliki persepsi yang sama terhadap virus Corona. Meski secara tidak langsung, sebagian besar masyarakat Indonesia telah mengikuti perkembangan pendemi global Covid-19 ini diberbagai belahan dunia.

Secara singkat, laporan ilmiah telah menunjukkan fakta, Covid-19 bukanlah virus ganas yang memilki tingkat mortalitas tinggi, bahkan lebih rendah dari Flu Burung, namun ia memiliki sifat highlycontagious, sangat mudah menyebar. Covid-19 jika tidak ditangani akan merusak sistim pernapasan.

Terlebih bagi mereka yang memiliki imunitas rendah atau telah mengidap penyakit Jantung, Hipertensi, dan Pnemonia. Berita baiknya, sebagaimana sifat virus ringan lainnya, Covid-19 sesungguhnya bisa "diselesaikan" sendiri oleh tubuh manusia dengan syarat tidak memilki gangguan imunitas.

Akurasi informasi global diera optik bukanlah hal yang sukar didapatkan. Data pembanding mudah ditemukan. Namun mengapa di Indonesia masih terjadi dikotomi persepsi tentang covid-19? Tidak hanya dikalangan awam, pada tingkat intelektual, ilmuwan bahkan pejabatnya masih terlihat ada sekat kesatuan pandangan. Penanganan yang semestinya berjalan tenang dirusak oleh percekcokan dan saling sindir.

Yang bisa dibaca dari fenomena sosial seperti ini adalah adanya gejolak reaksi massal namun tidak berada dijalan yang sama. Masing-masing kelompok pemikiran bergerak dengan keyakinannya sendiri.

Tidak sepenuhnya aneh, karena dengan tingkat mortalitas (Case Fatality Rate, CFR)  2% (mengacu informasi WHO), Covid-19 bagi sebagian kelompok dianggap tidak perlu ditanggapi serius. 

Namun, bagi kelompok pemikiran lain, Covid-19 yang berdaya sebar tinggi ini wajib segera diatasi secara holistik komprehensif sebagaimana yang dilakukan negara-negara lain, terlebih fakta terkini mortalitas Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 8%.

Setiap bencana akan menimbulkan dampak horisontal berupa kegaduhan. Jika tidak ditangani dengan tepat, hal itu bisa mengganggu jalannya penyelesaian masalah utama. Maka sangat perlu dikaji untuk membuat komponen penyangga demi terciptanya ketenangan sosial.

Dalam permasalahan wabah Covid-19, Tim Medis adalah inti utama yang idealnya tidak bisa ditawar lagi untuk wajib dipenuhi segala sesuatu yang dibutukan demi penanganan Covid-19.

Adapun konsep pembentukan komponen penyangga penanganan wabah Covid-19 yang dimaksud adalah pelibatan empat unsur penting sebagai upaya untuk membuat satu rangkaian cipta kondisi sosial. Meliputi Intelijen, ahli komunikasi massa, ahli psikologi massa, dan ahli IT.

Intelijen sesuai dengan ketrampilan dasarnya, akan cekatan dalam menangkap gejala sosial, kemudian menganalisanya hingga menjadi produk intelijen yang valid yang bisa langsung diaplikasikan sesuai kebutuhan. Intelijen terkait kemampuan tanggulang dini akan sangat bermanfaat dalam membantu tercapainya program.

Ahli komunikasi massa bertugas membuat serangkaian formula komunikasi untuk mengarahkan masyarakat hingga akhirnya memiliki satu persepsi yang sama tentang Corona sekaligus "mengiyakan" seluruh program Pemerintah tanpa harus ada bantahan.

Ahli psikologi massa bertugas melakukan penilaian sosial kemudian membuat rumusan baku sebuah operasi psikologi yang sasaran utamanya adalah membuat masyarakat memiliki keyakinan yang sama dalam melihat Corona, menjaga keseimbangan pikiran bahwa Corona tidak berbaya namun Corona wajib dihentikan penyebarannya.

Adapun ahli IT, sebagaimana sebuah jalan besar yang diatasnya berlalulalang ribuan jenis kendaraan dan perbedaan mental pengemudi yang terkadangugal-ugalan, tim ahli IT akan melakukan operasi siber yang sifatnya mengawal mentalitas digital komunal agar senantiasa steril dari kontradiksi dan sejajar dengan arah  program penanganan wabah Covid-19.

Apakah tim penyangga itu harus Official, ataukah cukup perekrutan Volunteer? Jika setuju, semoga Pemerintah tidak perlu melakukan rapat panjang untuk menjawab pertanyaan itu.

Pamungkas, saat awan mendung gelap dan petir kilat menyambar, hampir semua makhluk yang  sedang berkelahi akan berhenti lalu mencari tempat perlindungan. Semoga dari persamaan rasa khawatir ini, tercipta langkah yang sama, meskipun hujan lebat belum pasti datangnya.

Harapan tidak akan mati, selama Kehidupan masih ada.

Solo, 20 Maret 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun