Mohon tunggu...
Hantu Nasionalis
Hantu Nasionalis Mohon Tunggu... Administrasi - Hobby Nulis aje

merah darahmu sama dengan merah darahku....Satu merah putih.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Perjalanan Menuju Misi Rahasia

10 Maret 2012   09:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:15 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata rahasia ini bukan seperti yang anda pikirkan, saya hanya tidak mau menyebutkannya saja. Tapi swear, bukan bidangspionase atau kegiatan mata mata apalagi teroris.

Saat itu, hari rabu pukul 09.00, kami memulai perjalanan menuju Cilacap, Jawa Tengah. Dengan mengendarai sebuah mobil kecil nan imut ditambah menggemaskan (karena berwarna merah jambu), si pinky nama panggilan mobil itu. Peralatan yang harus dipasang di kapal Tanker sudah di bungkus dan disiapkan, dari jauh hari pun sudah loaded didalam si Pinky ini. Lama perjalanan diprediksi sekitar 9 jam, dari sebuah daerah bilangan jawa barat namun tepat dipinggiran ibukota. Saya tidak mau menyebutkan nama daerah tersebut karena anda pasti berasumsi disana banyak tukang bubur. Hayoooo……Pasti dehh langsung tau????

Dari point start hingga keluar jalan berbayar tidak ada kejadian yang bisa banyak diceritakan, selain memang biasa biasa saja juga karena saya tidur. Hehe…

Namun setelah mulai memasuki daerah Garut dengan spesifik nama Nagreg, mulai ada kejadian yang unik namun tidak juga tidak biasa. Yaitu, RAZIA POLISI…

Sebenarnya sekitar +/-20Km sebelumnya juga ada kegiatan semacam itu, namun kali ini Pinky disuruh ke pinggir oleh beliau yang terhormat (ehemm). Tanya jawab klise terjadi, seperti selamat siang pak, boleh liat aidi (baca : ID), lihat SIM. Lihat ke bangku belakang dan menanyakan barang apa yang dibawa dan dijawab oleh kawan saya hanya barang belanjaan berupa elektronik. Kemudian, disuruh menghadap ke kantor pinggir jalan beliau tersebut yang pas saya lihat ada tulisan berwarna kuning yang berbunyi “Warung Nasi Katineung”. Kawan saya dan beliau yang terhormat itu terlihat bertukar pikiran sambil sesekali tersenyum. Kawan saya tersenyum serba salah dan seakan tahu bakal kearah mana pembicaraan tersebut dan beliau yang terhormat tersenyum seakan yakin akan mendapatkan tujuannya dan bersifat ingin dimaklumi.

Singkat tulisan, selesailah arena senyum senyum dan tukar pikiran mereka itu. Beliau tetap dengan senyumnya, namun kawan saya dengan senyum seperti menyesali mengapa harus terlibat tukar pikiran dengan beliau yang terhormat tadi. 50.000 rupiah adalah hasil mufakatnya. Dengan alasan plat nomor polisi yang tengah bertengger di hidung dan di buntut si Pinky adalah tidak asli. Entah apakah hasil diskusi dari pengendara lainnya, dari motor hingga kendaraan umum, yang berjejer terkena tukar pikiran paksa itu berakhir dengan kemufakatan yang sama atau bahkan lebih.

Komentar dari kawan saya adalah itu karena kurangnya sedekah saat ingin berangkat hingga dipaksa atau terpaksa mengeluarkan sedekah kepada fakir miskin berseragam yang digaji tiap bulan dan telah mengalami perbaikan gaji dibanding puluhan tahun sebelumnya tersebut.

Selamat dari mulut harimau, kami mencari tempat ibadah yang didekatnya ada rumah makan dan tentunya ada kamar kecil. Biar bisa menjalani beberapa kegiatan yang berhubungan dengan tempat tempat disebut dalam satu tempat kawasan. Sebenarnya, sebelum mencari tempat dengan spesifikasi seperti tadi, kami bercanda agar ada satu tambahan lagi, yaitu ada tukang duren. Jadi lengkapnya, kami mencari tempat untuk ibadah, namun dekat dengan rumah makan, kamar kecil dan ada tukang duren disekitarnya. Susah mungkin mencari tempat dengan detil seperti itu, namun selepasnya kami dari makan, ibadah dan buang air baik besar maupun kecil,  kami melihat Masjid yang dikelilingi bermacam macam tempat makan dan makanan, ada WC umum air bersih dan yang hebatnya ada tukang duren di pinggir areal masjid itu. Lumayan cukup bisa membuat kami tertawa, ternyata ada tempat dengan spesifikasi yang sesuai canda kami, mengingat kami ada dijalan yang menuju Jawa Tengah. Apalagi, kami melihat jarangnya kendaraan yang berhenti untuk beristirahat, pasti jarang pula yang berdagang.

Hingga tak terasa kami mulai melihat gapura besar yang menandakan perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Namun terasa perbedaan dari keadaan jalannya. Dari sebelum gapura masuk, jalan masih terasa dan terlihat mulus namun setelah masuk gapura, mobil yang kawan saya kendarai mulai bergoyang kiri kanan naik turun. Otomatis saya dipaksa mengikuti pola goyangannya, kanan kiri turun naik. Dan saya baca disekitar papan yang ada dipinggir jalan, dari papan iklan hingga papan yang menerangkan bahwa bangunan dibelakang papan reklame itu adalah kantor pemerintahan setempat, seperti kelurahan dan kecamatan, ternyata kami telah memasuki daerah yang bernama Cilacap yang masih berbahasa sunda, atau tepatnya, menurut penduduk setempat, daerah itu belumlah Cilacap namun Majenang. Whatever, kami sudah ada di Jawa Tengah.

Sekarang tinggal mencari pelabuhan kapal tanker yang ada di Cilacap. Yang ternyata masih sangat jauh. Belokan dan lubang juga kubangan telah menemani kami sepanjang perjalanan ini demi untuk melaksanakan misi rahasia. Misi yang saya tidak mau sebutkan, namun bukan kegiatan spionase atau mata mata bahkan teroris apalagi melawan hukum.

Karang Pucung….

Kami sampai ke suatu daerah yang bernama Karang Pucung. Berhenti sejenak, beli rokok, beli roti dan beli soft drink. Mungkin, dalam pikiran saya, kami akan sebentar lagi memasuki daerah pelabuhan sandar kapal tanker. Malu bertanya sesat dijalan, kami bertanyalah pada salah seorang pemuda berpakaian kaos yang menandakan bahwa dia adalah salah satu personel Angkatan Darat, kemanakah arah menuju pelabuhan Cilacap? Dia menjawab dan menjelaskan arahnya yang masih jauh dan berliku liku lagi. Kami melewati Banyumas, seperti yang kami baca tercantum di papan reklame pinggir jalan. Masih belum Cilacap…

Tidak seberapa lama, muncul gapura yang bertuliskan huruf besar “KABUPATEN CILACAP”

Akhirnya……………………………

Tanya kiri kanan (lagi) untuk menuju pelabuhan sandaran kapal, kami melewati pasar. Isi perut terlebih dahulu, makan nasi dengan lauknya. Saya lihat ada gorengan yang kata tukang warungnya itu adalah Mendoan, ukurannya 3 kali ukuran mendoan pinggir jalan yang biasa saya beli di Jakarta. Mantap!!!

Ohya... Pasar itu namanya Pasar Sidodadi (CMIIW) dan lebih terkenal dengan nama Pasar Pucung. Kami menghubungi orang yang direkomendasikan untuk mengantar kami ke kapal Tanker yang akan kami pasang suatu Alat. Sedangkan saya menghubungi salah satu penduduk lokal yang kebetulan sudah saya kenal sangat baik. Orang yang dihubungi kawan saya sebagai pengantar menyuruh kami menuju tempat untuk pertemuan, sedangkan tempat tersebut tidak kami ketahui dimana letak dan arah ja;lannya. Untunglah, penduduk lokal yang saya kenal dengan sangat baik itu datang dan mengantar kami ke tempat yang dimaksud.

Hujan mengguyur sesaat kami akan berangkat, saya dan kawan saya ada didalam mobil, sedangkan kenalan saya mengendarai motor, kehujanan namun dia tetap bersedia mengantarnya. Terimakasih kawan.....


Kami bertiga akhirnya (lagi), sampai dan bertemu dengan penghubung kami.... Hujan tetap setia. Jam menunjukkan lebih dari pukul 9 malam. Penghubung kami bercerita tentang uji coba dalam kehidupan hingga uji coba Nuklir. Dari bintang suara yang dikerumuni gadis gadis geulis pisan hingga kesuksesan. Dari Nyi Roro Kidul hingga Nyai Lanjar. Dari ingin istirahat hingga harus on board saat itu juga agar tidak kepikiran terus sampai pagi bila kerjaan mengantar ini ditunda hingga esok pagi.

Baiklah..... Bila harus saat ini juga ditengah hujan gerimis harus naik dan memasang peralatan dan tidak bisa ditunda esok pagi, kami setuju. Motor boat sudah siap dan peralatan juga item pendukung pun sudah siap, kami meluncur membelah malam dan air menuju tujuan pemasangan. Kurang lebih satu jam perjalanan air...


Namun, ternyata kapal tersebut tidak atau belum ada di sandarannya, padahal konon kabarnya sudah bersandar di areal sekian. Terpaksa balik lagi dan ditengah perjalanan balik, hujan menggila dengan derasnya.... Kami menggigil dan basah seluruh jengkal kulit kami. Ujung jari sudah mengkerut keriput, entah dengan ujung yang lainnya. Namun saya yakin disuatu tempat di badan saya ini mengkerut kedinginan.


Saat hampir sampai ke dermaga boat, personil group Band...maaf... Maksud saya, personil dari kru motor boat itu menunjuk ke arah kejauhan dan berkata bahwa kapal tujuan kami baru saja masuk. Terpaksa, harus besok pagi pemasangannya, karena kapal itu setidaknya harus bongkar muatan menghabiskan waktu 3 hingga 4 jam, menurut personil motor boat yang kami tumpangi....


Selanjutnya, keesokan pagi harinya adalah kisah yang lain.... Kisah suntuk juga konyol karena kawan saya berjoged joged dengan mimik muka yang menjijikkan karena sukses menginstall peralatan dari sebelumnya dipusingkan karena error.


Selain kisah itu, ada kisah yang tidak saya ceritakan secara detil. Kisah yang membuat sepi................

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun