Beberapa hari yang lalu saya melakukan perjalanan dari kota Probolinggo menuju kembali ke kota Surabaya. Saya dengan terpaksa naik bus antar kota kelas ekonomi, karena kebetulan jalur yang saya lalui hanya tersedia bus kelas itu. Setelah beberapa saat menunggu akhirnya saya mendapatkan bus jurusan ke kota Surabaya.
Bus yang saya tumpangi agak penuh penumpang, sehingga tempat duduk yang saya dapatkan berada pojok kanan paling belakang.Â
Kondisi bus tersebut agak usang, tidak terlihat lampu penerangan didalamnya seperti halnya bus lainnya, hanya terlihat beberapa speaker yang ada di langit-langit interior bus itu, entah speaker itu berfungsi atau tidak. Beruntung saya naik pada saat kondisi siang hari, sehingga tidak memerlukan penerangan lampu.
Tak lama setelah saya duduk, terlihat beberapa pedagang asongan juga ikut naik bus tersebut sambil menjajakan barang dagangannya, ada yang menjual makanan, minuman ringan dan topi.Â
Mereka berjalan sambil terhuyung-huyung karena pada saat itu bus sudah mulai tancap gas, sambil terhuyung-huyung dari bagian depan, mereka menjajakan dagangannya kepada para penumpang bus.
"Saya beli dua saja, Pak!" jawab saya kepada si penjual.
"Beli tiga saja mas, cuma lima ribu saja," tangan si bapak mencoba menarik tiga bungkus kacang dagangannya.
Saya pun dengan tegas tetap bersikukuh untuk membeli dua bungkus saja, "Nggak pak, dua saja."
"Kembali dua ribu pak!" uang lima ribuan yang ada di kantong saya keluarkan dan serahkan kepada si bapak.
Dengan sigap ia menarik dua bungkus kacang dan menyerahkan kepada saya, seraya menerima uang lima ribuan yang sudah saya sodorkan kepadanya.
Tak lama kemudian ia menyerahkan kembalian uang sebesar dua ribu Rupiah kepada saya.
Saya pun berpikir, suatu usaha yang bagus si bapak ini, untuk mengecoh calon pembeli, dengan iming-iming mendapatkan tiga bungkus dengan harga lima ribu Rupiah padahal kalau membeli tiga, uang yang saya harus bayarkan hanya sebesar empat ribu lima ratus Rupiah saja. Sengaja saya membeli dua bungkus kacang agar saya tidak terjebak strategi dagangnya yang agak licin itu.
Dengan tenang saya menikmati kacang yang saya sudah beli itu, sambil melongok pemandangan yang ada di luar jendela. Tidak ada rasa menang atau kalah dalam diri saya, setelah usaha tawar menawar tadi. Hanya pikiran bersyukur, saya masih sadar untuk tidak terjebak trik dagang si bapak penjaja makanan ringan itu.(hpx)
Cerita ini pernah tayang di steemit.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H