Mohon tunggu...
Hanter Oriko Siregar
Hanter Oriko Siregar Mohon Tunggu... Penulis - Advokat/Legal Consultant

Tiada yang benar-benar saya ketahui, tapi segala sesuatu dapat saya pahami dengan belajar dan sepanjang hidup adalah pelajaran

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Ketika Hukum Beralih Fungsi dan Tujuan, Ia adalah Pecundang

15 Februari 2019   12:03 Diperbarui: 15 Februari 2019   12:39 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.tribunnews.com

Pelecehan seksual diatur dalam buku kedua tentang kejahatan, misalnya kejahatan kesusilaan---terdapat dalam (Pasal 281--Pasal 303). Pelecehan seksual (cabul) yang dilakukan laki-laki atau perempuan yang telah kawin (Pasal 284), perkosaan (Pasal285), membujuk berbuat cabul orang yang masih belum dewasa (Pasal293). Dari hasil ketentuan pasal tersebut KUHP hanya menitikberatkan intinya bentuk fisik atau terjadinya kontak fisik.

Hal ini menjadi salah satu kelemahan KUHP. Terlebih lagi didukung oleh Kasus Baiq Nuril---di mana menjadi polemik di tengah-tengah masyarakat. Dia yang menjadi korban pelecehan seksual verbal tapi justru digugat oleh pelaku menggunakan Undang-Undang informasi dan Transaksi Elektronik  (UU ITE) dengan hukuman penjara 6 bulan beserta denda RP 500 juta.

Dan Kasus pelecehan Baiq Nuril yang dilakukan oleh mantan atasannya berakhir pada ketidakpastian hukum itu sendiri. Tidak ada norma atau aturan hukum yang mengatur pelecehan seksual verbal adalah bentuk kelemahan daripada hukum itu sendiri.  Hal ini menjadi salah satu dasar utama yang menjadi faktor penyebab pelecehan seksual tiap tahunnya meningkat.

Kita bisa melihat data yang dirilis oleh Komnas Prempuan dalam perkara kasus pelecehan seksual di Indonesia, berdasarkan Catatan Tahunan yang diluncurkan Komnas Perempuan pada tahun 2017 terdapat 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan. Jumlah itu meningkat dari tahun 2016 sebanyak 259.150 kasus.

Berangkat dari data di atas, sangat memprihatinkan bahwa tindakan kekerasan seksual tersebut tidak boleh dipandang sepele. Karena itu kehadiran UU PKS tersebut sudah dalam kategori mendesak, mengingat korban yang semakin meningkat.

Kehadiran UU PKS ini diharap nantinya bisa melindungi para korban kekerasan seksual. Berhubung cita-cita dan tujuan bangsa untuk melindungi masyarakatnya.

Dalam UUD dan juga pandangan Hak Asasi Manusia, kita menyadari bahwa penegakan kemerdekaan, kebebasan, keadilan, persamaan, persaudaraan dan perlindungan hukum adalah hak-hak yang secara kodrati dapat dituntut kapan pun, di mana pun dan oleh siapa pun yang merasa telah menjadi korban kejahatan.

Prinsip tersebut juga tertuang dalam ketentuan pasal 27 ayat (1) "Semua orang sama di muka hukum (Equality before the law)---Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali".

Untuk itu KUHP dengan regulasi hukum terkait pelecehan seksual yang tidak cukup jelas adalah kekosongan hukum. Hal itu merupakan perwujudan dari bentuk ketidakadilan tersebut. Kehadiran RUU PKS menjadi bentuk pemenuhan rasa keadilan, meski para korban merasa tidak pernah adil.

Perluasan makna kekerasan seksual dalam RUU PKS tersebut jangan hanya ditunjukkan kepada perempuan dan anak yang di bawah umur, meskipun pada dasarnya korban kekerasan seksual didominasi oleh anak-anak dan perempuan. Akan tetapi siapapun yang menjadi korban, baik itu perempuan, anak-anak dan laki-laki harus dijerat sesuai aturan hukum yang dilanggar. Ini demi memenuhi azas persamaan di muka hukum.

Tidak luput juga bahwa pentinglah menghukum si penjahat secara setimpal (proportionately) sesuai dengan beratnya kejahatan. Hukuman sedikit mungkin cukup untuk kejahatan kecil, tapi hukuman banyak perlu untuk merespon kejahatan yang besar. Maka oleh karena itu prinsip kesetaraan (equality), dengan mana jarum skala dari keadilan cenderung tidak lebih ke satu sisi daripada ke sisi lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun