Mohon tunggu...
Hans Roga
Hans Roga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa fakultas filsafat

PENCINTA MUSIK

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Gerakan Emansipasi Perempuan: Perspektif Injil Lukas

3 November 2021   21:04 Diperbarui: 3 November 2021   21:11 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

            Dalam diskursus publik kaum intelektual, dua futurolog Naisbith dan Patricia Aburdene dalam bukunya yang berjudul Megatrend 2000, meramalkan bahwa abad ke-21 merupakan abad perempuan. Perempuan di era milenial ini seyogianya menyambut abad ke-21 ini dengan penuh optimisme. Akan tetapi profil kaum perempuan saat ini masih hiudp dalam situasi dilematis di mana di satu sisi kaum perempuan dituntut untuk berperan dalam semua sektor, tetapi disisi lain muncul pula tuntutan agar perempuan tidak melupakan kodrat mereka sebagai perempuan.

Hal lain yang masih dipersoalkan hingga saat ini adalah pengaruh ajaran agama dalam membentuk persepsi mayarakat terhadap perempuan. Seperti kita ketahui bersama agama besar seperti agama kirsten dan islam mengajarkan bahwa perempuan (yang dipersonifikasi dalam diri Eva) diciptakan oleh Tuhan dari tulang rusuk Adam, suatu personifikasi dari kaum laki-laki. Ajaran ini telah kita terima sebagai sebuah aksioma hidup tanpa kita sadari pengaruhnya terhadap opini masyarakat kepada perempuan. Ideologi “Adam-Eva” ini sungguh masih kuat merwarnai persepsi masyarakat kita saat ini yang mengkalim bahwa perempuan itu by origin bukan hanya lemah fisik tetapi juga lemah imannya yang dilihat dalam sudut pandang jatuhnya manusia kedalam dosa. Persoalan inilah yang seakan masih mendominasi seluruh alam pikiran masyarakat kita saat ini.

Dari kajian persoalan di atas penulis menawarkan suatau gerakan emasipasi perempuan dalam perspektif Injil Lukas yang bertujuan untuk merubah cara pandang kita terhadap kaum perempuan dan memberantas pandangan ideologi yang menjadi sumber persepsi yang mempengaruhi kaum perempuan saat ini dalam mengembangkan diri mereka sebagai manusia.

 Gambaran Perempuan Menurut Injil Lukas

            Lukas secara eksplisit tidak membicarakan soal kedudukan perempuan dalam konteks sosio-kultur-juridis. Tetapi teks-teks yang dicantumkan dalam Injil Lukas menjadi sumber rujukan untuk dibicarakan mengenai eksistensi kaum perempuan. Begitu kita membolak-balik halaman-halaman dalam Injil Lukas, banyak wanita dari bergai usia dan keadaan, lewat di depan mata kita. Di jumpai wanita-wanita dengan penyakit-penyakit atau penderitaan fisik, seperti seorang yang kerasukan roh selama delapan belas tahun; ia menjadi bungkuk dan tidak dapat berdiri lagi dengan tegak (Luk 13:11), atau ibu mertua Simon yang terbaring karena sakit demam (4:39); atau wanita yang sakit pendarahan (8:43-48). Mereka disembuhkan satu per satu, dan yang disebut terakhir yang sakit pendarahan, yang menyentuh jumbai juba Yesus di tengah banya orang dipuji oleh Yesus karena imannya yang besar: “Imanmu telah menyelamatkan engkau”. Lalu ada putri Yairus yang dibangkitkan Yesus sambil berkata kepadanya: “Hai anak, Aku berkata kepadamu bangunlah” (8:54). Juga ada janda dari Nain yang putera tunggalnya dibangkitkan Yesus yang menyertai tindakannya ini dengan ungkapan penuh belas kasihan dan `cinta: “ Ia menaruh belas kasihan dan berkata kepadanya: jangan menangis” (7:13).

Kadang-kadang wanita yang dijumpai Yesus dan yang menerima anugerah begitu banyak daripada-Nya juga menyertai Dia waktu Ia bepergian dengan para Rasul menjelajahi kota-kota dan desa-desa sambil mewartakan Kabar Gembira mengenai Kerajaan Allah; para wanita ini “melayani mereka dengan kekayaan mereka”. Lukas menyebut nama seperti Joana, isteri daribendahara Herodes, Susana dan bayank perempuan lain (lih. Luk 8:1-3).

Adakalanya kaum wanita tampil dalam perumpamaan-perumpamaan yang digunakan Yesus dari Nazaret untuk memberi ilustrasi menegnai kebenaran Kerajaan Allah bagi para pendengar-Nya. Misalnya terjadi dalam perumpamaan tentang dirham yang hilang (Luk 15:8-12). Yang amat mengesankan adalah cerita tentang sedekah seorang janda. Sementara orang-orang kaya menaruh persembahan mereka ke dalam peti persembahan, seorang janda miskin memasukan dua peser ke dalam peti itu”. Lalu Yesus berkata: “janda miskin ini telah memberi lebih banyak daripada semua orang itu. Janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya (Luk 21:1-4). Dengan ini Yesus memperkenalkan dia sebaagi sebuah model untuk setiap orang dan membelanya, karena dalam sistem sosio-juridis jaminan itu para janda adalah orang-orang yang benar-benar tidak mempunyai pembela (lih. Luk 18: 1-7).

Dalam seluruh ajaran Yesus bagaimana pun juga dalam tingkah laku-Nya, tidak ditenemukan sesuatu yang mencerminkan diskriminasi terhadap perempuan sebagaimana lazimnya waktu itu. Sebaliknya kata-kata dan karya-Nya mengungkapkan rasa hormat dan penghargaan yang patut bagi kaum wanita. Tindakan Yesus terhadap kaum perempuan adalah suatu pembaharuan, suatu gerakan emansipasi bahwa perempuan memiliki martabat yang sama dihadapan laki-laki. 

Gerakan emansispasi: Panggilan Kodrati dan Panggilan Adikodrati

Panggilan Kodrati

            Secara narutral panggilan perempuan menganut kategori ganda seperti yang diungkapkan oleh St. Edith Stein yakni kategori panggilan maternal dan kategori panggilan profesi atau karir. Pertama, panggilan maternal merupakan panggilan kodrati di mana perempuan harus mengandung, melahirkan, menyusui. Perempuan harus menjadi isteri bagi suami dan ibu bagi anak-anak. Dalam menjalankan peran natural ini, perempuan harus hadir untuk mengasihi, melindungi, dan menjaga kehidupan. Inilah kecenderungan maternal. Hal ini yang menjadi problem utama yang dihadapi kaum perempuaan saaat ini. Untuk itu St. Edith Stein menandaskan bahwa: “karakter maternal selalu dipahami dalam terang pendamping atau penolong yang sepadan. Karena itu ia hadir untuk kebahagiaan bersama manusia yang lain, mmengambil bagian dalam segala hal…dalam hal besar maupun kecil, dalam suka maupun duka, dalam pekerjaan dan setiap persoalan .

Dari pernyataan di atas nampak jelas keunggulan atau kualitas perempuan yang tidak ditemukan atau di ambil dari luar dirinya tetapi pada dan dalam dirinya. Kualitas yang dimaksud adalah menjadi penolong atau pendamping yang sepadan, terlibat secara penuh dalam setiap situasi suka-duka dan hadir untuk kebahagiaan yang lain. Misalnya dalam Injil Lukas digambarkan bahwa wanita yang dijumpai Yesus dan yang menerima anugerah begitu banyak dari Yesus juga menyertai Yesus waktu Ia bepergian dengan para Rasul menjelajahi kota-kota dan desa-desa sambil mewartakan Kabar Gembira mengenai Kerajaan Allah; para wanita ini “melayani mereka dengan kekayaan mereka” (lih. Luk 8:1-3).

Beberapa kualitas ini mencerminkan betapa perempuan itu luar biasa, perempuan hadir untuk mengisih wilayah yang tak tersentuh oleh laki-laki. Perempuan menyuguhkan kehangatan, kesegaran dan kehidupan pada setiap insan dan dunia yang melingkupinya. Dalam menyatakan kualitas tak ada niat untuk menjadi besar. Yang diutamakan mereka adalah menjadi bagian dari kehidupan ini. Umumnya perempuan menghasilkan buah dalam keheningan. Perempuan tidak banyak berkata-kata. Perempuan lebih menghayati spiritualitas tindakan. Untuk itu, tindakan adalah kata-kata tanpa kata-kata.

Kedua, panggilan profesi. Panggilan profesi merupakan panggilan kodrati lainnya. Secara spesifik dipahami sebagai perwujudan diri atau aktualisasi diri. Profesi tertentu itu diperoleh tidak harus dengan menjadi laki-laki. Meskipun dalam Injil Lukas tidak digambarkan bagaimana kaum wanita berperan dalam semua lini kehidupan, tetapi dengan praktek hiudp, model atau teladan hidup, mereka sudah memberikan suatu kontribusi bagi banyak orang.  Sebab sesungguhnya perempuan dari kodratnya dapat eksis diberbagai lini kehidupan. Namun dengan meniti karir di bidang tertentu, perempuan tidak boleh mengabaikan panggilan maternal. Panggilan karir atau profesi harus dimaknai sebagai suatu panggilan untuk mengabdi sesama dan dunia secara keseluruhan. Itulah tanggung jawab perempuan. Peremuan untuk perempuan dan untuk dunia diluar dirinya.

Karena itu, untuk mempertangggujawabkan tentang paggilan profesi ditawarkan beberapa poin penting untuk didalami. Pertama, perempuan itu harus memiliki sikap responsibilitas pada kemanusiaan. Dari kodratnya perempuan memang sangat peka pada setiap kenyataan sosial. Apa yang terjadi pada dunia hidup bersama adalah bagian yang tak pernah luput dari atensi perempuan. Perempuan merasakannya dalam suatu keseluruhan dirinya. Karena itu kaum perempuan seantiasa terpanggil untuk membawa suatu perubahan dalam caranya sendiri. Parisipasi aktif pada wilayah publik merupakan suatu perwujudan eksistensial. Perempuan hadir untuk suatu keutuhan hidup.

Kedua, talenta. Talenta adalah sesuatu yang terberi dan diusahakan agar kelihatan dalam hidup. Untuk perempuan tindakan afirmatif patut diberikan sebab perempuan memiliki aneka talenta. Dari buku-buku kuno dan kini terbentang suatu deretan keusksesan yang telah diraih oleh perempuan. Bahkan perempuan-perempuan sukses ada di antara kita, entah itu rekan seperjuangan, partner politik maupun bisnis. Akan tetapi aksi fenomenal kaum perempuan seringkali kurang mendapat perhatian atau respon yang cukup dari khayalak. Untuk itu, pada masa kini dan masa sebelumnya timbul aneka usaha di kalangan perempuan untuk mempromosikan sejumlah hal besar kary kaum perempuan pada ruang publik. Tujuannya adalah agar kaum perempuan tidak dipandang sebelah mata. Perempuan adalah suatu kekuatan besar yang bisa mengubah dunia.

Ketiga, tendensi individual. Tendensi utama perempuan adalah kelur dari dirinya dan merangkum dunia diluar dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari tanggung jawabnya. Hal ini menjadi mungkin karena setiap fakultas pada perempuan senantiasa bertumbuh dan berekembang secara harmonis. Keharmonisan inilah yang menampakan perempuan untuk melihat dan memahami dunia sekitarnya sebagai dunianya juga. Tak ada suatu distansi di antara dirinya dan dunia.

Panggilan Adikodrati

            Panggilan adikodrati atau panggilan supranatural adalah panggilan atas dasar rahmat. Panggilan istimewa ini diterima sebagai jawaban bebas atas kehendak Allah demi membangun Kerajaan Allah. Hal ini ditegaskan oleh St. Edith Stein, “bahwa pada masa sekarang sejak berdirinya Gereja Kristus, Allah memanggil orang dari keluarga-keluarga dan profesi tertentu untuk mejadi pelayannya yang kudus. Tentunya paggilan ini diberikan kepada laki-laki dan perempuan. Itulah yang disebut sebagai panggilan supranatural, sebab panggilan itu datang dari atas, dari dunia yang lain dan mendorong sekaligus mengangkat manusia untuk melampaui naturalitasnya. Karena itu, rahmat menyempurnakan kodrat dan tidak membinasakannya”.

            Dari peryataan di atas tersingkap secara perlahan-lahan adanya rumusan negatif terhadap permpuan di dalam Gereja. Misalnya, St. Agustinus merasa heran mengapa Tuhan menciptakan jenis wanita, seandainya yang dibutuhkan Adam adalah dua orang laki-laki bersama sebagai sahabat, bukan seorang laki-laki dan perempuan. Satu-satunya fungdi perempuan adalah melahirkan anak yang menularkan dosa asal kepada kepada generasi berikutnya. Demikian halnya juga dengan Tertulianus yang mencela wanita sebagai iblis penggoda, sebuah bahaya abadi bagi umat manusia. Hal ini senada dengan konsep ideologi Adam dan Eva yang menekankan bahwa perempuan (yang dipersonifikasi dalam diri Eva) diciptakan oleh Tuhan dari tulang rusuk Adam, suatu personifikasi dari kaum laki-laki. Dengan demikian, argumentasi yang dibangun merupakan bagian dari tindakan untuk memutuskan mata rantai pemikiran di dalam Gereja yang memahami kehadiran permpuan secara non positif. Apa yang dikemukankan oleh Edtih Stein membuka seluruh pemahaman baru terhadap perempuan yang lebih pantas dan seharusnya. Kemudian Lukas juga menggambarkan perempuan dan laki-laki itu memiliki martabat yang sama yang mana melalui sikap Yesus terhadap perepuan-perempuan mau menunjukan suatu bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap kaum perempuan.

            Dalam terang rahmat, maka perempuan mempunyai kesempatan yang sama denga laki-laki untuk mengabdi Allah secara istimewa. Panggilan apapun bentuknya terbuka untuk laki-laki dan perempuan. Inti dari panggilan itu adalah penyerahan diri yang total kepada Allah dan kita diubah berkat karya Allah. Dalamnya terjadi penetrasi yang agung antara yang insani dan yang ilahi. Panggilan ini khas dan perempuan adalah adanya sebagai citra Allah. Karena itu, dalam pegabdian khusus ini, laki-laki disebut sebagai Kristus yang lain sedangkan perempuan adalah kekasih atau mempelai Kristus.

Penutup

            Hingga kini perempuan belum sepenuhnya menyadari kekuatan dan kulitasnya sendiri. Minimnya kesadaran ini terjadi akibat kuatnya kultur dan ajaran Gereja yang membatasi ruang bicara dan ruang tindakan perempuan. Tentu pandangan ini tidak bisa mengubah kualitas perempuan. Oleh karena itu, Injil Lukas memberikan suatu jawaban yang digambarkan melalui sikap Yesus terhadap perempuan. Dalam seluruh ajaran Yesus bagaimana pun juga dalam tingkah laku-Nya, tidak ditemukan sesuatu yang mencerminkan diskriminasi terhadap perempuan sebagaimana lazimnya waktu itu. Sebaliknya kata-kata dan karya-Nya mengungkapkan rasa hormat dan penghargaan yang patut bagi kaum wanita. Tindakan Yesus terhadap kaum perempuan adalah suatu pembaharuan, suatu gerakan emansipasi bahwa perempuan memiliki martabat yang sama dihadapan laki-laki. 

            Disisi lain perempuan juga tidak pernah lepas dari panggilanya sebagai perempuan. Secara eksistensi perempuan dipanggil untuk mengbdi pada wilayah prifat dan wliayah publik. Tampinya perempuan pada ruang publik merupakan sebuah sejarah yang harus dimaknai oleh perempuan. Dengan demikina panggilan permpuan sangat penting bagi perempuan untuk tetap berada pada jalur yang tepat dalam menhayati eksistensi dan perannya dalam ruang prifat dan ruang public dan sekaligus merombak pola piker laki-laki akan rendahnya kualitas perempuan.

 

Kepustakaan:

Dokumen:

Seri dokumen Gerejawi-No. 32, Muliaris Dignitatum (Martabat Kaum Perempuan), Jakarta, KWI, 2010

Buku-buku

Amstrong, Karen, Sejarah Tuhan, Zaimul Am (penerj), Bandung: Mizan, 2012

Soetrisno, Lokeman, Kemiskinana Perempuan Dan Pemberdayaan, Yogyakarta: Kanisius, 1997

Tinambunan, Edison R. L., Perempuan Menurut pandangan Edith Stein, Malang: Dioma, 2003

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun