Mohon tunggu...
Hans Roga
Hans Roga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa fakultas filsafat

PENCINTA MUSIK

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Injil Sinoptik dalam Konteks Pandemi Covid-19 Masih Relevan?

31 Agustus 2021   09:04 Diperbarui: 31 Agustus 2021   09:15 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pendahuluan 

Adalah suatu kenyataan bahwa kehidupan umat manusia saat ini mengalami dekadensi baik dari segi sosial, ekonomi, moral dan bahkan kehidupan beragama. Hal ini diakibatkan oleh munculnya virus corona atau covid 19. Di tengah situasi pandemi yang lagi membuming, kecemasan dan ketakutan akan situasi hidup tentu menguasai seluruh aspek kehidupan manusia. 

Kini manusia berada dalam situasi yang tidak pasti entah mati-entah hidup. Berita-berita kematian akibat covid-19 terus melonjak dari hari ke hari seakan menghantui sisa hidup setiap orang. Dalam situasi seperti ini, Gereja yang bukan saja sebagai sebuah institusi tetapi juga sebagai persekutuan Umat Allah, mendapat tantangan tersendiri. 

Banyak orang mulai mempertanyakan soal keberimanannya akan Allah. Apakah Allah sedang menjauhkan atau sedang sedang mencobai umat manusia? Atau fenomena ini merupakan bentuk murka Allah terhadap ulah manusia?

Dalam pada itu bagi orang-orang kristiani jangan sampai kehilangan harapan untuk tetap beriman kepada Allah. Beriman berarti kita percaya dan menaruh harapan sepenuhnya kepada Allah sebagai Sang Penyelamat. 

Bagi kita yang dipanggil untuk hidup dalam satu persekutuan dengan Kristus, sejatinya membawa terang kabar sukacita Injil bagi orang-orang yang ada disekitar kita dengan mewartakan Kristus sebagai penyelamat. 

Namun dalam situasi yang semakin pelik ini, masih relevankah Injil khsusnya Injik sinoptik yang memberikan kesaksian tentang hidup dan ajaran Yesus yang hidup 2000-an tahun yang lalu, kemudian di yakini sebagai sebuah Kabar Gembira bagi umat manusia? Oleh karena itu, tulisan ini dibuat sebagai bentuk tanggapan sekaligus jawaban atas persoalan yang sedang dihadapi umat manusia saat ini.

Injil dan sinoptik

Bagi umat kristiani kata Injil dan kata sinoptik bukanlah sebuah istilah yang  baru. Kata ini sering digunakan di mana-mana oleh umat kristiani, baik dalam studi keagamaan, dalam katekese atau dalam hal apa saja yang berhubungan dengan kegiatan- kegiatan rohani. Namun apakah kedua istilah ini sungguh sudah di pahami dengan baik oleh umat kristiani? Atau hanya sebuah ungkapan yang tak bermakna? Berikut akan diuraikan sedikit tentang kedua istilah ini.

Kata Injil mempunyai arti yang sangat luas. Kata ini berasal bahasa Yunani "evangelion" yang berarti utusan yang baik. Dalam Perjanjian Lama kata itu dipakai sebagai terjemahan kata besorah yakni utusan dan bissorah yakni memberitakan. Sedangkan dalam Perjanjian Baru, Injil pertama-tama berarti Kabar baik yang diwartakan oleh Yesus. 

Yesus sesungguhnya adalah Injil itu sendiri. Kemudian dalam ajaran Gereja khususnya dalam Dei Verbum no. 18 dikatakan bahwa Injil merupakan kesaksian utama tentang hidup dan ajaran Sabda yang menjadi daging dan menjadi penyelamat kita. 

Siapakah Sabda itu? Sabda itu ialah Yesus Kristus yang datang ke dalam dunia untuk menyelamatkan umat manusia. Sering dalam pemahaman kita, Injil itu dilihat sebagai kumpulan dari buku-buku. 

Padahal sesungguhnya Injil adalah sebuah kesaksian yang menyangkut hidup dan ajaran Yesus. Hal ini pun ditegaskan secara langsung oleh St. Hieronimus bahwa barang siapa tidak mencintai Kristus, tidak mengenal Kitab Suci. 

Memang pada dasarnya ketika kita melihat Injil hal utama yang dimengerti adalah kitab atau buku. Akan tetapi intinya adalah Injil itu adalah kesaksian utama tentang bagaimana hidup dan ajaran Yesus yang tertuju pada keselamatan.

Persoalan sinoptik sebenarnya merupakan gabungan dari ketiga injil yakini Matius, Markus dan Lukas yang memiliki kemiripan dalam memberi kesaksian tentang hidup dan karya Yesus. 

Kata sinoptik berasal dari bahasa Yunani syn: sama, Opsis: cara pandang. Namun disisi lain juga ada perbedaan dalam paralelisme dari ketiga Injil itu, misalnya gaya bahasa dan lain sebagainya.

Injil sinoptik dalam situasi pandemi

Di tengah situasi yang mengancam kehidupan umat manusia, apakah Injil sinoptik masih relevan? Dalam menyikapi persoalan covid 19, umat kristiani dipanggil untuk terlibat aktif agar menjadi pewarta kabar sukacita yang bisa mengantar setiap insan untuk bisa mengalami kehadiran Allah secara personal dalam setiap tugas dan karya yang diemban. 

Hal ini membutuhkan iman yang otentik. Beriman berarti kita sungguh menanggapi pewahyuan diiri Allah yang tercermin dalam pribadi Yesus.

Melalui sakramen pembaptisan kita sebagai umat kristiani telah masuk sebagai anggota Gereja yang hidup dalam satu persekutuan dengan Kristus sebagai kepala Gereja itu sendiri. Dalam situasi yang kurang menjamin, kita kita dipanggil untuk menjadi saksi dalam mewartakan keselamatan. 

Menjadi saksi berarti kita, menjadi utusan dalam mewartakan Injil. Namun hal yang patut di pertanyakan adalah apakah dalam menjalankan misi pewartaan itu, kita hadir untuk memberitakan atau mengabarkan Injil. 

Memberitakan berarti kita menjadi orang yang diutus untuk menyampaikan berita layaknya seorang penyiar televisi yang sekedar menyampaikan suatu kejadian yang telah terjadi dan tidak ada kaitan personal dengan dirinya. Sedangkan mengabarkan berarti, menyampaikan suatu peristiwa yang akan terjadi dan dialami secara personal oleh pribadi yang mengabarkan itu.

Dalam terjemahan Ibrani kata memberitakan diambil dari kata bissorah. Kemudian kata besorah digunakan oleh orang-orang Yunani "Evangelion, evangelium" (Latin) yakni mengabarkan. Jadi kedua kata itu terkandung 2 arti yang berbeda. 

Meskipun kata itu di ambil dari bahasa Ibrani. Kata evangelium itu bukan hanya lebih pada kata bessorah, tetapi lebih pada konteks bahwa ada keterlibatan langsung dari pihak yang menyampaikan berita tersebut.

Meskipun demikian dalam konteks Perjanjian Baru khususnya ketiga Injil (Matius, Markus, dan Lukas) masih menggunakan metode pemberitaan. 

Artinya bahwa para penginjil itu belum mempunyai link untuk masuk ke dalam ikatan emosional dalam mewartakan Yesus. Mereka adalah orang-orang yang secara langsung mengenalnya, menyatakan kepada kita siapakah Yesus itu, bagaimana mereka berproses sedikit demi sedikit menangkap rahasia pribadi-Nya dan bagaimana hidup mereka sendiri di ubah oleh pribadi itu. Itulah yang mereka wartakan. 

Sedangkan dalam konteks saat ini kita dipanggil bukan hanya untuk menjadi pemberi berita/ penyiar (membaca Kitab Suci saja), tetapi juga sekaligus menjadi pengabar. 

Dengan menjadi pengabar, kita menghadirkan dan mewartakan Kristus yang telah hidup 2000an tahun itu mesti sungguh dialami secara personal, sehingga oleh-Nya hidup kita diubah, dibentuk dan pada akhirnya kita bisa memberi kesaksian kepada setiap orang. Kita menjadi pribadi evangelium bukan lagi sekedar bisorah.

Maka dari itu di tengah situasi pandemi ini kita mulai bisa merasakan untuk menjadi bagian pengabaran dan bukan hanya sekedar pendengar dari pemberitaan. 

Menjadi bagian berarti kita terlibat aktif dalam mewartakan Kristus yakni dengan memberi kesaksian hidup kepada seluruh umat manusia di manapun kita berada. Kristus yang telah hidup 2000 tahun lalu dihidupkan kembali saat ini melalui pewartaan yang kita sampaikan. 

Berhasilnya sebuah pewartaan hanya bila ada kesaksian hidup dan adanya kerja sama dengan kary Roh Kudus yakni Roh yang telah dijanjikan Allah kepada kita. Melalui Roh yang sama itu, karya pewartaan kita bisa berjalan dengan baik.

Penutup

Injil sinoptik tentunya dalam masa pandemi masih sangat relevan. Meskipun gaya bahasanya berbeda dalam mengisahkan tentang siapakah Yesus itu, tapi masih sangat relavan dengan kehidupan saat ini. Gereja sebagai sebuah institusi telah melahirkan begitu banyak pewarta di mana melalui pewartaan yang diberikan begitu banyak orang mulai menyadari diri untuk mengikuti Yesus secara radikal. 

Dalam pada itu mereka yakin bahwa dalam menjalankan karya misi yang dipercayakan oleh Gereja, Roh Kudus turut menyertai mereka. Dengan demikian keberadaan kita sebagai anggota Gereja, dipanggil untuk menjalankan misi perutusan kita masing-masing yang telah dipercayakan Gereja kepada kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun