Ini catatan perjalanan akhir tahun penulis dalam rangka liburan Natal, Desember 2022 yang baru lalu. Sudah lama berlalu, sudah satu bulan, dan mungkin sudah "basi"? Ah, tidak juga sih. Makanan atau minuman yang sudah basi memang berbahaya kalau nekat dikonsumsi. Risikonya sakit perut ringan. Tapi kalau sampai keracunan? Ngeri...
Tapi berita atau catatan perjalanan, meski sudah "basi", tidak ada bahayanya untuk dibaca bukan? Nah, daripada dipendam di dalam hati mending dicurhatkan di situs ini. Hitung-hitung numpahin uneg-uneg, dan siapa tahu bermanfaat bagi banyak orang bukan?
Supaya tidak tambah ngelantur gak karu-karuan, saya mulai saja ya. Ya, itu tadi... pengalaman sewaktu berada di Kota Surabaya menjelang Natal sampai akhir tahun 2022.
Selama seminggu di ibu kota Provinsi Jawa Timur itu, saya benar-benar happy. Pagi-pagi pukul 05.00 sudah bangun, sebab di Surabaya, jam segini sudah terang loh. Beda banget dengan Jakarta dan sekitarnya yang masih gelap.
Maka di Surabaya, begitu bangun langsung keluar rumah berpakaian santai: sandal jepit, celana pendek, kaos T-shirt, dan pastinya bawa hape dan dompet atuh. Siapa tahu jalannya kepanjangan, dan pulang ke rumah sudah siang?
Dari rumah, berjalan kaki melewati perkampungan atau perumahan penduduk, hati ini terasa sangat ringan dan menyenangkan. Rutinitas selama setahun di Jakarta seolah terlepas semua, digantikan situasi, suasana dan pemandangan yang sudah beda. Sukacita!
Setengah jam kemudian, kaki ini sudah sampai di tepi jalan besar (jalan protokol), yang ternyata bernama Jl Urip Sumohardjo. Luar biasa, trotoar atau pedestrian tempat warga berjalan kaki, sangat lebar dan rapi. Bahkan beberapa anak kecil bermain sepeda-sepedaan dengan sangat leluasa di pedestrian itu.
Penulis semakin bersemangat melangkahkan kaki hingga berhenti sejenak mendengarkan suara di perempatan jalan yang ada traffic light. Intinya, setiap lampu hijau berubah merah, terdengar suara: "... Saya Eri Cahyadi, wali kota Surabaya..." Intinya walikota itu sedang menyapa warganya yang merayakan Natal, dan berharap Natal membawa damai dan sukacita bagi semua.
Dan di mana pun kita berada, di setiap persimpangan jalan yang ada lampu pengaturan lalu-lintasnya, suara Walikota Eri Cahyadi itu terdengar mengucapkan pesan dan kesan yang sama itu.
Sangat sejuk dan menyenangkan hati apabila di setiap kota, pemimpin dan kepala daerahnya melakukan hal yang sama, yakni menyapa warga yang merayakan hari raya agamanya, meski cuma lewat rekaman suara yang disetel di lampu-lampu lalu-lintas. Ini akan membuat setiap orang merasa dianggap dan dihargai keberadaannya sebagai warga negara.
Apalagi negeri kita ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), merupakan tanah air bagi banyak orang yang latar belakang suku, ras, agama dan keyakinannya berbeda. UUD 1945 menjamin keberagaman itu, dan semua warga bebas melaksanakan ibadah agama dan kepercayaannya masing-masing.
Langkah Walikota Eri Cahyadi itu walhasil membuat banyak orang merasa lega, khususnya yang minoritas dalam jumlah, senang dan tenang, sebab merasa diayomi dan dilindungi pemimpinnya. Semua warga mendapatkan perhatian yang sama. Tak ada yang merasa dinomorduakan atau dianaktirikan.
Inilah yang layak disebut sebagai kota toleran, dambaan kita semua. Semoga semua kepala daerah membelakukan hal yang sama, pada setiap tibanya hari raya masyarakat kita yang majemuk dan plural ini. Sebab sikap toleran akan membawa negeri ini ke arah kemajuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H