Mundurnya Edy Rahmayadi dari kursi ketua umum PSSI belum lama ini, semoga saja menjadi berkah tersendiri secara khusus bagi persepakbolaan Sumatera Utara (Sumut).Â
Sebab sebagai gubernur Sumut, Edy kini bisa fokus untuk membina dan memajukan persepakbolaan Sumut yang dalam beberapa tahun terakhir ini terpuruk.Â
Bagi masyarakat Sumut, hingar-bingar kompetisi sepakbola nasional terasa sepi-sepi saja, sebab tidak ada PSMS (Persatuan Sepakbola Medan dan Sekitarnya) yang mewakili di sana.
Dengan seorang kepala daerah yang gila bola--apalagi mantan ketua umum PSSI--diyakini, sepak bola Sumut akan kembali bersinar-sinar. Sebab Pak Gubernur tidak lagi berbagi cinta dengan yang lain, namun kini sepenuhnya diberikan untuk Sumut, termasuk dalam konteks ini, sepak bola Sumut.Â
Daerah Sumut yang sejatinya tidak terletak di bagian utara Pulau Sumatera ini--karena Aceh yang posisinya lebih utara-- ini tergolong "keren" di mata banyak orang.Â
Pengalaman penulis selama di Pulau Jawa, banyak orang non-Sumut memandang masyarakat Sumut yang ada di perantauan itu dinamis dan tahan banting. Maka sebagai warga Sumut, apalagi kelahiran Sumut, kita harus bangga. Mungkin dalam Pilkada Sumut beberapa waktu lalu, ada yang berbeda pilihan cagub.Â
Tetapi itu semua sudah usai. Kini, demi Sumut yang maju dan bermartabat, kita harus menerima dan mendukung sepenuh dan  setulus hati Pak Edy Rahmayadi menjadi kepala daerah kita, yang akan membawa Sumut menjadi daerah terkemuka di negeri ini, termasuk dalam soal sepak bola, tentu saja.Â
Bahwa Sumut itu merupakan salah satu daerah sepakbola di Tanah Air, tidak bisa dibantah. Sejarahnya pun masih mudah ditelusuri. Bagi penggemar sepak bola di Tanah Air, nama PSMS Medan tentu tidak akan terlupakan. Tim kesayangan warga Kota Medan dan Sumut ini merupakan musuh bebuyutan Persib Bandung di era Perserikatan.Â
Bahkan beberapa dekade silam, sepak bola Sumut dikenal dunia karena ada kompetisi internasional tahunan memperebutkan Piala Marah Halim (Marah Halim Cup) yang diselenggarakan di Stadion Teladan Medan, ibu kota Sumatera Utara. Tapi kompetisi tersebut sudah menghilang sejak 1995.
Beberapa tahun ini Sumut memang sepi dari hingar-bingar sepakbola Tanah Air, karena tim kebanggaan, PSMS, tidak berkibar di kompetisi utama. Musim lalu (2018), PSMS masuk lagi ke Liga 1 (Liga Gojek). Namun sayang sekali, tim berjuluk Ayam Kinantan ini tidak hanya terdegradasi, namun dalam daftar klasemen dia berada urutan paling bawah. Dari 18 peserta, PSMS berada di urutan terakhir (18) dengan nilai 37. Dari 34 pertandingan yang diikuti home and away, Pasukan Hijau-hijau tercatat hanya menorehkan 11 kali menang, 4 kali seri, dan sisanya (19 kali) kalah.Â