Kelangkaan minyak goreng baru baru ini terjadi disebabkan karena adanya pengurangan produsen minyak goreng untuk dipasarkan dalam rangka memenuhi kebutuhan logistik didalam negeri.
Pengurangan ini di picu oleh karena harga minyak goreng (CPO) di pasar dunia terjadi peningkatan yang signifikan dalam hal ini tentunya berdampak pada harga yang sangat menjanjikan .
Keadaan ini telah telah diketahui oleh para produsen minyak dalam negeri sebagai pelaku pasar dan stokholder dalam memainkan bisnis keuntungan besar dari sisi hukum ekonomi atas permintaan dan penawaran tanpa mempertimbangkan semangat nasionalitas kebangsaan.
Sadar tidak sadar Minyak goreng merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia dan konsumennya adalah paling terbesar yang dikomsumsikan oleh masyarakat pada setiap harinya di dalam negeri. Selain juga diminati oleh konsumen masyarakat dunia terhadap Crude Palm Oil( CPO) Sehingga terjadi kelonjakan harga minyak goreng (CPO) dunia.
Kenaikan ini ditandai dengan Program Pemerintah mengeluarkan Kebijakan Mandotary Biodiesel B30 yang pada pokoknya bagi produsen diwajibkan untuk mewajbkan pencampuran 30 % diesel dengan 70 % bahan bakar minyak jenis solar dimana dimaksudkan adanya minyak nabati melalui proses Viskositas tinggi produksi bahan bakar menuju ke biodiesel yang ramah lingkungan dan memenuhi standar bahan bakar solar dan mampu mengurang penghematan devisa negara terhadap impor solar pada tahun 2021.
Selain permintaan CPO dunia meningkat dan peralihan minyak nabati ke pengguna CPO sebagai dampak Covid-19 sehingga peluang maraup keuntungan bagi para produsen atau pengusaha minyak goreng dalam negeri tertarik untuk menjual keluar negeri dibandingkan menjual didalam negeri dengan mengabaikan kebutuhan masyarakat dalam negeri yang berakibatkan kelangkaan minyak goreng hampir diseluruh Indonesia . Padahal diketahui bahwa Indonesia adalah negara terbesar penghasil kelapa sawit di dunia.
Dampak lain bisa terjadi oleh karena kelangkaan minyak goreng terhadap gangguan iklim perekonomian dalam negeri yakni inflasi secara umum terhadap sektor industri yang menggunakan minyak goreng, rumah tangga dan semua produksi yang menggunakan minyak goreng sebagai bahan produksinya.
Di sisi lain saat tengah kelangkaan ketersediaan minyak goreng, sangat disayangkan ada pihak-pihak atau oknum-oknum pengusaha baik perorangan mauapun badan hukum yang diduga menyimpan dalam jumlah besar, dengan tidak mendistribusikan ke pasar yang langsung dibutuhkan masyarakat. Hal ini sangat mengganggu kesetabilan Ekonomi negara dan dapat di kualifikasi perbuatan melawn hukum.
Hukuman bagi pelaku Aksi Penimbun Penyimpan Minyak Goreng.
Pelaku Tindak Pidana bagi Penimbun minyak goreng dapat dikenai hukuman pidana penjara selama 5 tahun atau denda maksimal Rp50 miliar.
Sanksi hukum untuk penimbun tersebut tertuang dalam Pasal 107 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan dan Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.
Pasal 107 tersebut berbunyi ” pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)”.
Dalam UU Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan melarang adanya penimbunan dalam jumlah besar. Pasal 52 ayat (1) UU Pangan menyebutkan, “Dalam hal Perdagangan Pangan, Pemerintah menetapkan mekanisme, tata cara, dan jumlah maksimal penyimpanan Pangan Pokok oleh Pelaku Usaha Pangan”.
Usaha dan tindakan pemerintah dalam melakukan pengawasan penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan Tindak Pidana penimbunan telah dilakukan, namun pemerintah juga perlu melakukan terobosan dan tindakan heroik memperkuat proses pengawasan distribusi termasuk soal ekspor CPO hingga distribusi minyak goreng di dalam negeri dan melakukan pengawasan terhadap para pelaku usaha termasuk konsumen. Jangan sampai penimbunan juga terjadi di level konsumen.
Ketegasan Pemerintah dalam menindak secara tegas diperlukan dengan melakukan operasi pasar serta melakukan berbagai langkah-langkah konkrit dan inovatif dari praktek-praktek gelap dengan memotong jalur distributor sehingga bisa menekan harga minyak.
Sikap Bapak Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah secara resmi mengambil sikap dan tegas melarang minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) terhitung, kamis 28 Apri 2022 dan produk turunanya dilarang untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng di pasar Domestik.
Hal ini membuktikan volume produksi pemeritah atau negara masih mencukupi dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri sementara ekspor harus disesuaikan dengan priotas kebutahan dalam negeri.