Mohon tunggu...
Hans EdwardHehakaya
Hans EdwardHehakaya Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Advokat dan Pemerhati Budaya

Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Forensik Universitas Airlangga. Sehari hari bertugas selaku Advokat dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

RIP Om Alex

12 Agustus 2020   18:29 Diperbarui: 12 Agustus 2020   18:27 11000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RIP OM ALEX  (IN MEMORIAM ALEX TANUSEPUTERA)

Pendeta Alex Tanuseputera adalah salah satu pendeta gereja di Surabaya yang terkenal dengan konsep Successful Bethany Families. Warisan fenomenal beliau secara fisik berupa Gedung Gereja Graha Bethany Nginden yang dibangun tahun 2000 dan berkapasitas 20.000 orang jemaat. Gedung ini dianggap sebagai gedung gereja terbesar di Asia Tenggara.

Beliau berpulang dengan tenang pada Kamis 6 Agustus 2020 di Surabaya dalam usia 79 tahun. Tulisan ini saya buat untuk mengenang beliau dari sisi sosoknya sebagai pemusik dan musikus . Jika selama ini sudah banyak tulisan perihal sosok beliau sebagai pendeta yang luar biasa dari sisi pelayanan dan kharismanya, maka ijinkan saya mengenang beliau sebagai sosok yang lain yaitu Pemusik.

Saya mengenal beliau secara pribadi bukan saja saat menjadi  penasehat hukum beliau, tapi juga sesama pemusik dan penikmat musik. Om alex trampil memainkan alat tiup trumpet. Sebagai sosok yang musikalis, lagu andalan beliau adalah Sweet Apple Cherry Pie ataupun Il Silenzio . Beliau sangat mengagumi tiupan trumpetis kelas dunia Nini Rosso (Italia) dan Edie Calvert (Inggris) yang dijuluki "Trumpet Emas/The Golden Trumpet

Selama bergaul dengan beliau, inti pembicaraan bukan berkutat pada masalah hukum yang memang sangat rumit dan sempat membuat nama  buruk bagi Bethany tapi lebih pada  lagu, alat musik hingga mobil USA dan Eropa periode klasik hingga modern. Jarang sekali kami berbicara perihal masalah gereja ataupun pribadi keluarga beliau.

Membaca pemberitaan saat kematian beliau , di satu sisi menunjukan betapa banyak pihak yang kehilangan sosok beliau sebagai Pendeta yang terkenal dengan khotbah dan kharismanya, tapi disisi lain menunjukan adanya pemberitaan negatif bahkan mulai dari tidak benar sampai sok tahu.

Prosesi kematian adalah proses dimana kita mengenang kisah hidup almarhum dengan segala kebaikannya . Menurut pepatah Jepang, saat kematian yang dikenang adalah bagaimana almarhum ketika hidup, dan bukan saat bagaimana dia wafat, apalagi dengan segala kontroversinya.

Secara pribadi saya sedih melihat sentimen negatif yang mempertanyakan kenapa jenazah beliau tidak disemayamkan di gereja Manyar atau Nginden sebagai legacy dari almarhum. Bahkan dengan disemayamkan di rumah duka Adi Jasa justru mengesankan seolah beliau terbuang dan tidak diperhatikan oleh gereja yang sudah dibangunnya dengan susah payah.

Apakah mereka paham, di saat Pandemi ini jika disemayamkan di gereja Bethany sudah pasti pihak yang melayat akan banyak dan sulit dibatasi. Apalagi lokasi ke 2 gereja tersebut yang berada di tengah wilayah pemukiman padat penduduk selama ini patuh untuk tidak mengadakan kegiatan ibadah selama 5 bulan. 

Pengumpulan masa pelayat  yang banyak, berpeluang menimbulkan masalah baru dimana Gereja Bethany bisa menjadi kluster baru penyebaran virus Covid 19. Sulit dibayangkan jika hal itu terjadi, dan sebagai anggota jemaat gereja tentu tidak menginginkan gerejanya menjadi tempat penyebaran kluster baru Covid 19.  

Apakah mereka paham soal Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/413/2020 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19)? Jelas disebutkan untuk persemayaman jenazah harus diajukan izin khusus jika dilakukan dalam waktu lama dan sedapat mungkin  tidak dilakukan untuk mencegah penularan penyakit, maupun penyebaran penyakit antar pelayat.

Dan aturan ini dibuat untuk menghindarkan kerumunan masa pelayat, yang pastinya sulit melakukan physical distancing. Dengan tegas diatur bahwa jumlah pelayat plus keluarga keluarga tak lebih dari 30 orang. Pertimbangan ini untuk mencegah terjadinya penyebaran Covid-19 di antara pelayat/jemaat. 

Sungguh aturan diatas sulit dilaksanakan jika harus disemayamkan di Gereja Bethany Nginden dan Manyar. Sulit dibayangkan ratusan pelayat akan berjejal dan berkerumun dalam gedung gereja dan siapa yang bisa menjamin physical distancingnya? Siapakah yang bertanggung jawab jika terjadi kluster penularan baru Covid 19 di Gereja Betnay Nginden atau Manyar? Sudah pasti Pak Aswin Tanuseputera sebagai gembala sidang yang jadi sasaran tembaknya.

Jika sudah demikian tentunya jangan lantas dianggap bahwa ada pelarangan dari pihak gereja Bethany Manyar dan Nginden yang dipimpin oleh anaknya Pendeta Aswin Tanuseputera, yang dimunculkan sebagai figur yang tidak menghormati alamarhum ayahnya. Tentunya alasan yang utama dibutuhkan  perijinan dan protokol kesehatan ketat untuk menjadikan ruang gereja menjadi tempat persemayaman tidaklah mudah. Dan seluruh pengurus Gereja Bethany telah sepakat untuk taat dan patuh untuk tidak mengadakan ibadah selama ini demi menghindari jatuhnya korban jiwa.

Saya juga sedih kalau dibilang antara Om Alex dan Pak Aswin masih bermasalah hingga saat ini, sehingga dianggap hubungan keduanya buruk sekali. Apakah mereka paham jika secara hukum Om Alex dan Pak Aswin sejak awal bersama sama berjuang untuk mempertahankan gereja Bethany dan asetnya  dari berbagai masalah hukum yang ujungnya hanya "berniat menguasai aset-aset gereja Bethany".  

Faktor politik adu domba oleh Sengkuni dan Yudas di sekeliling merekalah yang membuat kesan seolah bapak dan anak berseteru hingga saling lapor polisi dan gugat di pengadilan. Yang dimasalahkan selalu terkait legalitas jabatan gembala gereja plus aset-asetnya. Puji Syukur kepada Tuhan YME, atas kasih dan anugerahNya telah memberikan hikmat dan penyadaran bagi keduanya untuk saling berdamai selamanya untuk tidak lagi bertarung karena hasutan-hasutan jahat itu.

Sejarah telah mencatat bahwa pada tgl 03 Maret 2015 dibuatlah akta Perdamaian di hadapan notaris yang intinya ke 2 pihak berdamai dan saling mencabut laporan dan mengakhiri perseteruan hukum tak berujung dan sejak saat itu sudah selesai semuanya. Hasilnya aset Gereja Bethany Nginden dan cabang-cabangnya tetap utuh bahkan tetap dimiliki atas nama Gereja dan bukan lagi milik pribadi Om Alex maupun Pak Aswin, seperti rumor yang beredar selama ini

Sebagai 1 (satu) diantara 6 (enam)  saksi yang ikut menandatangani akta Perdamaian tgl 03 Maret 2015, sudah jelas bahwa perdamaian diantara mereka adalah nyata dan sudah  terjadi, sehingga jika ada yang bilang berseteru, tentunya merupakan halusinasi saja.

Bahkan saat disebutkan tidak hadirnya Pdt Aswin melayat almarhum Om Alex, dimaknai sebagai bentuk ketidakhormatan anak pada ayahnya alias anak durhaka. Wah ngawur betul yang punya pikiran seperti itu,  dan sok tahu sekali seolah bisa membaca pikiran Pdt Aswin. Saya pribadi berjumpa dengan Pdt Aswin tgl 6 Agustus 2020 siang hari di kediamannya. 

Saya datang kesana karena mendengar beliau isolasi mandiri, karena  pagi harinya hadir di rapat gereja dimana salah satu pesertanya terindikasi positif Covid 19. Sehingga sesuai protokol, beliau harus melakukan isolasi mandiri dan tidak mungkin hadir untuk melayat. Hal ini dilakukan karena, selain rentan terpapar juga rentan menularkan kepada orang lain. Dan di zaman pandemi ini keselamatan jiwa adalah yang utama, karena physical distancing mutlak diperlukan.

Akhir kata, saya mengucapkan " This is not goodbye but see you later " buat Om Alex yang berpulang dalam damai dan sukacita. Sudah saatnya kita mengenang beliau dan kiprahnya semasa hidup dengan segala sisi positifnya dan bukan malah membicarakan hal negatif apalagi terkait keluarganya. Gunakan hati nurani kita, dengan Prinsip Mikul Duwur Mendem Jero dengan mewartakan semua yang baik dan mengubur yang dalam perihal almarhum haruslah dipakai. Bayangkan jika itu terjadi pada keluarga kita sendiri, dan tidak seorangpun yang mau terjadi atas hal tersebut.

Om Alex telah menyelesaikan pertandingan terakhirnya dengan baik dan memelihara iman dan meninggalkan warisan berupa pelayanan gereja, motivasi dan ribuan jemaat gereja Bethany berikut aset-asetnya untuk kemuliaan nama Tuhan.

Harus diingat ini bukanlah karena Om Alex yang hebat untuk bisa melakukan itu tetapi semuanya karena TUHAN sendirilah yang melakukan pekerjaanNya di tengah jemaat gereja Bethany hingga saat ini. Dan kita semuanya termasuk Om Alex tersembunyi di belakangaNya.

Requiescat In Pace (Rest In Peace) Om Alex.

 Hans Edward Hehakaya, Pemusik dan Rekan almarhum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun