Dengan menafsirkan kembali kisah Abraham mempersembahkan Isaak, Derrida mengatakan bahwa Abraham menunjukkan diri sebagai pribadi yang bertanggungjawab terhadap Tuhan dengan kesediaan melaksanakan apa yang diperintahkan. Namun, justru dengan memenuhi tanggung jawab itu, Abraham serentak menjadi pribadi yang paling tidak bertanggungjawab, sebab ia mengorbankan anaknya sendiri (2005:35).
Itu sama seperti Anda memuja perempuan yang tidak melakukan aborsi namun melarikan diri dari tanggungjawab membela perempuan lain yang melakukan aborsi, mendewakan mereka yang mematuhi protokol kesehatan dan melarikan diri dari tanggungjawab memberi pemahaman bagi mereka yang belum mengerti, dan seterusnya.
Jika demikian, apa yang harus dibuat?
Derrida menyimpulkan bahwa Abraham mengorbankan Isaak tanpa mengharapkan apa pun maka ia bertindak di luar mekanisme pertukaran ekonomi yang biasa mewarnai tindakan manusia. Itu berarti iman Abraham adalah ketidaktahuan akan sesuatu yang tidak dapat dipastikan.
Dengan demikian, Anda mestinya bertanggungjawab terhadap sesuatu atau seseorang tanpa ada jaminan tertentu karena jika ada jaminan (kepuasan emosional, intelektual, mental, kesehatan, ekonomi) maka tanggungjawab tersebut batal. Dengan kata lain, Anda tidak perlu bertanggungjawab terhadap seseorang (perempuan pelaku aborsi dan mereka yang melanggar protokol kesehatan) hanya karena supaya dianggap warga negara yang teladan, umat agama yang soleh, dan mahasiswa yang pintar. Tindakan Anda mesti berada di luar mekanisme pertukaran ekonomi semacam ini.
Kedua, beriman artinya tidak beriman. Bagi Derrida, agama harus dibahas secara filosofis, karena agama adalah pertanyaan paling mendasar, pertanyaan mengenai pertanyaan (2002: 76).
Esensi ini sering dikaburkan oleh pereduksian dalam agama-agama di mana berdasarkan whayu agama lalu dilihat semata-mata sebagai penyedia jawaban.
Di hadapan konsep kebaikan dan keburukan, atau kebencian dan cinta, atau Allah dan iblis, kita disuruh memilih kebaikan dan cinta serta menghindari keburukan dan kebencian, dan seterusnya.
Padahal, menurut Derrida, If believe in God is not also a culture of atheism, if it does not go through a number of a atheistics steps, one does not believe in God (2005:46).
Artinya, orang Katolik sejati hendaknya secara sadar memilih ateisme sebagai salah satu cara ia beriman.
Mengapa demikian?