Mohon tunggu...
Hans Hayon
Hans Hayon Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masa Depan Ketahanan Pangan di Flores Timur

4 Februari 2018   04:30 Diperbarui: 4 Februari 2018   05:03 1345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rekomendasi Kebijakan

Dalam upaya melakukan penguatan terhadap potensi pertanian yang sudah ada di Flotim, perlu dilakukan beberapa hal ini antara lain: Pertama, Selama ini petani didera oleh kebijakan peningkatan produktivitas pertanian melalui pupuk dan obat-obatan kimiawi yang bukan hanya menciptakan ketergantungan melainkan juga merusak lahan pertanian yang pada akhirnya menciptakan degradasi dan pencemaran lingkungan seperti air sawah menjadi tidak sehat, kehidupan flora dan fauna menjadi terganggu.

Untuk itu, pemerintah mesti mengendepankan kearifan lokal dalam segala jenis kebijakan pertanian sambil tetap mengutamakan diversifikasi jenis tanaman pangan. Kedua, masalah hak asasi petani. Biaya mengolah tanah, harga bibit, pupuk serta obat-obatan, dan pemeliharaan tanaman ternyata tidak sebanding dengan harga gabah yang dikontrol oleh pemerintah yang semakin hari semakin relatif murah. Memang ada petani yang diuntungkan dalam hal ini tetapi jumlahnya sedikit. 

Kegiatan petani ini sebagai pemilik traktor, penggilingan padi, dan penebas ditengarai menciptakan posisi petani gurem menjadi semakin marginal. Dengan kata lain, dampak negatif dari pembagunan pertanian adalah menciptakan "kolonialisme internal" di pedesaan di mana petani kaya atau agak kaya menindas petani miskin. Ketiga, lemahnya fungsi institusi lokal. 

Dengan adanya kebijakan sentralisasi pembangunan pertanian, institusi-institusi lokal menjadi mandul dan tidak berfungsi. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, para petani diwajibkan terhimpun dalam kelompok tani yang dibentuk dan dikontrol oleh pemerintah. Kelompok seperti itu sulit sekali mandiri karena pengelolaannya harus mengikuti pentunjuk pemerintah. Keempat, perlu dibuka balai pelatihan tenaga kerja pertanian di Flotim. Hal ini penting mengingat tanpa adanya pelatihan yang memadai, masyarakat hanya melihat pertanian sebagai sesuatu yang bersifat subsisten. 

Maksudnya, orang bertani hanya sekadar memenuhi kebutuhan sendiri dan bukannya demi produktivitas yang besar untuk menunjang perekonomian daerah. Kelima, pertanian dalam bidang pendidikan. Antara Dinas Pendidikan dan Dinas Pertanian Flotim hendaknya bekerja sama untuk memikirkan bagaimana caranya memperkenalkan pertanian kepada generasi muda sejak usia dini melalui "rekayasa" terhadap mata pelajaran tertentu di semua sekolah. 

Mengenai hal ini, sependek ingatan saya, beberapa tahun zilam di SDK Nurabelen, kami diberikan tanggung jawab untuk mengelola "kebun sekolah" berdasarkan kelas. Di lahan tersebut, kami menanam aneka tanaman dan setiap hari dibagi tugas untuk merawat tanaman tersebut. Sayangnya, hal itu tidak dilanjutkan setelah saya tamat hingga saat ini.

Dipublikasikan di Flores Pos, Sabtu 20 Januari 2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun