Tulisan ini lahir dari kepedulian yang mendalam terhadap kondisi Kabupaten Flores Timur (Flotim) yang sejak saya lahir sampai sekarang seolah-olah belum mengalami perubahan yang cukup signifikan. Berkaitan dengan hal itu, saya mencoba menganalisis visi Bupati Flotim periode 2017-2022, Antonius Hubertus Gege Hadjon bertajuk "Flores Timur Sejahtera dalam Bingkai Desa Membangun Kota Menata".Â
Sebelumnya, Yoseph Lagadoni Herin pada periode 2011-2016 mengusung visi "Flores Timur yang maju, sejahtera, bermartabat, dan berdaya saing". Untuk mewujudkan visi di atas, pemerintah saat ini menjabarkan misi dalam lima komponen yakni: Pertama, selamatkan orang muda Flores Timur; Kedua, selamatkan infrastruktur Flores Timur; Ketiga, selamatkan tanaman rakyat Flores Timur; Keempat, selamatkan laut Flores Timur; dan Kelima, reformasi birokrasi.Â
Dari semua misi tersebut, kategori misi yang paling menonjol dan berbeda dari pemerintahan sebelumnya yakni "Selamatkan tanaman rakyat dan selamatkan laut Flotim". Dalam tulisan ini, saya mencoba membahas mengenai ketahanan pangan dengan berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana seharusnya pemerintah menempatkan pertanian sebagai fokus utama dalam pelaksanaan kebijakan.
Ketahanan Pangan Flotim
Ketahanan pangan sebagai sebuah istilah, muncul setelah terjadinya revolusi hijau di Meksiko melalui penemuan varietas gandum baru oleh pakar Amerika, Borlaugh, yang mendapat hadiah nobel di bidang pertanian. Penemuan ini mematahkan teori Thomas Robert Malthus, "makanan bertambah sesuai dengan deret hitung, sedangkan pertambahan penduduk sesuai dengan deret ukur" yang mengakibatkan langkanya pangan dan pemusnahan alami manusia. Untuk konteks Indonesia, revolusi hijau dijalankan atas wilayah pedesaan sekitar awal tahun 80-an, khusus di Pulau Jawa.
Meskipun asumsi saya di bawah ini boleh jadi meleset karena menggunakan sampel yang agak terbatas untuk menilai ketahanan pangan di Flotim, tetapi ada baiknya fokus pembaca diarahkan pada tujuan analisis tersebut dibuat.
Ada pun produksi padi sawah di Flotim sebanyak 3.945 ton pada tahun 2014 dan menurun pada tahun 2015 sebesar 2.507 ton. Sementara itu, produksi padi ladang sebanyak 28.348 ton pada tahun 2014 dan menurun pada tahun 2015 menjadi 19.085 ton. (BPS Provinsi NTT, 20 Juli 2016).Â
Terdapat beberapa hipotesis mengenai data di atas antara lain: Pertama, fokus Dinas Pertanian Flotim. Setelah mempelajari data mengenai produksi padi sawah dan padi ladang menurut kabupaten/kota di Pulau Flores, ditemukan beberapa kesimpulan bahwa produksi padi sawah terbesar disumbangkan oleh Kabupaten Manggarai Barat sebanyak 199.096 ton pada tahun 2014 dan meningkat menjadi 123.064 ton pada tahun 2015 dan diikuti oleh Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur.Â
Dalam kategori ini, Flotim menduduki peringkat paling bawah. Sementara itu, untuk produksi kategori padi ladang, Flotim menduduki peringat pertama sejak tahun 2012 sampai tahun 2015 diikuti kabupaten Sikka pada posisi kedua. Dari penjelasan di atas, hendaknya fokus dinas terkait mestinya pada pengelolaan padi ladang di samping mengingat rendahnya curah hujan dan kondisi topografi Kabupaten Flotim.
Kedua, opsi pada diversifikasi produksi tanaman pangan. Berdasarkan data yang diolah dari BPS Provinsi NTT 22 Juli 2016 mengenai produksi tanaman pangan menurut kabupaten 2014-2015, khusus di Flotim, produksi jagung sebesar 29.293 ton pada tahun 2014 dan menurun pada tahun 2015 menjadi 21.534 ton.Â
Sementara itu, produksi kedelai sebanyak 0 ton pada tahun 2014 dan meningkat 15 ton pada tahun 2015, produksi kacang tanah sebanyak 1.307 ton pada tahun 2014 dan menurun pada tahun 2015 sebanyak 946, produksi kacang hijau sebanyak 36 ton pada tahun 2014 dan 527 ton pada tahun 2015, produksi ubi kayu sebanyak 44.974 ton pada tahun 2014 dan 37.931 ton pada tahun 2015, produksi ubi jalar sebanyak 742 ton pada tahun 2014 dan 623 ton pada tahun 2015.Â