Mohon tunggu...
Hanny Setiawan
Hanny Setiawan Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Indonesia Baru

Twitter: @hannysetiawan Gerakan #hidupbenar, SMI (Sekolah Musik Indonesia) http://www.hannysetiawan.com Think Right. Speak Right. Act Right.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Arti Demokrasi Itu Mati

28 September 2014   06:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:14 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melihat permasalahan disahkannya UU Pilkada tak Langsung dari sudut praktis sudah jelas bahwa hal tersebut di design dan dimainkan oleh dua orang utama yaitu SBY, dan Prabowo.  Mereka berdua bermain oper-operan bola politik panas.  SBY butuh perlindungan, Prabowo butuh partner.  Klop.  #ShameOnYouSBY yang tiba-tiba hilang dari trending box twitter.com tetap akan menjadi trending di hati rakyat.

Di sisi lain, ada trending menarik yang secara spontan muncul di masyarakat yaitu "Demokrasi Sudah Mati".  Dan ternyata itu pun menjadi perdebatan.  Benarkah demokrasi sudah mati, hidup saja belum pernah katanya.  Atau, kan demokrasi perwakilan masih hidup?  Cuma mengembalikan ke sila ke-4 katanya.

Kalau 6 x 4 atau 4 x 6 saja antra pakar matematika Iwan Pranoto dan Yohannes Surya bisa berbeda konsep, apalagi konsep abstrak seperti demokrasi.  Dengan gampang orang membuat narasi, dan cerita dari sebuat kebenaran maka tiba-tiba kebenaran itu bisa berubah arti.

Contoh yang saya sangat suka adalah ilustrasi kata ANJING.   Berikut saya berikan gambar anjing untuk menggambarkan kata anjing.

[caption id="attachment_325946" align="aligncenter" width="400" caption="indoku.co.id"][/caption]

Kata anjing menjadi terlihat jelas dan berarti dari gambar diatas bukan?  Ketika seorang anak belajar berbahasa, pertama kali dia ketemu gambarnya atau bendanyanya dulu.  Bukan abstraknya.  Setelah itu dia mulai mengerti, anjing itu seperti diatas.  Dan kata anjing akhirnya disimpan dalam otak anak itu.  Sehingga setiap kali ada kata anjing, gambar-gambar anjing akan muncul dikepalanya.

Tapi tiba-tiba kata ANJING menjadi berubah makna ketika diberi cerita atau narasi yang berbeda.  Lihat kalimat-kalimat berikut:

1.  Anjing kamu!

2.  Kemarin saya ditipu teman nih, makan sate ayam diberi daging anjing.

3. Jangan hiraukan komplotan merah putih, Anjing menggonggong kafilah berlalu.

4.  Luar biasa anjing.com kemarin IPO 100 Milyar.

Keempat kata anjing diatas tidak serta merta bisa langsung menggambarkan gambar diatas.  Konteks sebuah kalimat akan memberi arti kata itu.  Paragaraf kalimat itu akan memberi arti kata kalimat itu.  Akhirnya, cerita dari paragaraf itu akan memberi arti dari pargaraf it.  Istilahnya CONTEXT is a KING.

***

Kata demokrasi tidak berbeda jauh dari kata anjing.  Kita bisa memakai kata demokrasi "sesuka kita".  Dalam konteks inilah KMP + SBY Cs mempermainkan cerita dan narasi demokrasi.  Sehingga akhirnya, esensi dari demokrasi itu sendiri menjadi kabur, atau coba di kaburkan.  Bahkan ditambahi kata-kata sakti lainnya "liberal" dan "barat".  Demokrasi Pancasia, katanya, yang sesuai dengan sila ke-4.

Konteks mana yang benar adalah pertanyaan yang valid, bukan sekedar apa arti kata demokrasi!  Meskipun demikan, seperti kata anjing, arti denotatif atau arti leksikal dari kata demokrasi tetap melekat didalamnya.

Pancasila adalah konteks kita bernegara.  Disusun dengan sangat profetis dan mengagumkan bukan hanya bagi kita orang Indonesia, tapi bagi dunia.

Inti demokrasi yang ada di sila ke-4 tidak bisa lepas dari Sila ke-1, ke-2, dan ke-3 yaitu Theisme, Humanisne, dan Nasionalisme.   Ini sangat mengagumkan.  Demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang berke-Tuhanan dan tidak liar sehingga melupakan Tuhan.  Tuhan tetap menjadi nomer satu bagi bangsa Indonesia.  Humanisme ada diatas nasionalisme karena kalau kita bicara bangsa-bangsa dan ras manusia itu kepentingannya diatas nasionalisme. Hak Asasi Manusia hanya bisa dicabut oleh Tuhan sendiri, bukan oleh negara.

Baru setelah kita mengerti konteks TUHAN dan MANUSIA, nasionalisme kita menjadi indah.  Bukan nasionalisme yang chauvinis yang cuma bisa ngajak perang asing, memfitnah aseng padahal anjing-anjing koruptor yang mencuri harta bangsa.

Demokrasi dalam konteks Pancasila jelas mengedepankan Hak Asasi Manusia yang diberikan secara otoratif dari Tuhan sendiri kepada setiap manusia.  Semua rakyat Indonesia punya mulut yang bisa dipakai. Itu artinya SUARA RAKYAT.  Jadi tidak mungkin demokrasi Pancasila akan membelenggu hak-hak warganya.  Justru demokrasi Pancasila memberikan kebebasan seluas-luasnya terhadap semua WNI(nasionalisme), asalkan tidak melanggar HAM (humanisme), dan menghargai kepercayaan masing-masing (Theisme).

Indah sekali pancasila bukan?  Sebab itulah I am proud to be Indonesian.  Bangsa ini diberkati Tuhan luar biasa. Diversity yang membawa kepada Unity bukan uniformity membuat kita semakin mengerti dan teguh dalam kepercayaan kita masing-masing kepada Tuhan.

***

Sebagai penutup, kita harus ingat masih ada sila ke-5 yang menjadi tujuan akhir dalam kita bernegara KEADILAN SOSIAL atau Sosial Justice.

Kita tidak bisa hanya menggembar-gemborkan demokrasi, demi rakyat, demi APBN, dsb, apabila yang hendak kita capai dari UU adalah membunuh Hak Bersuara.  Hal itu sama saja mengkrangkeng anak kita dikandang anjing dengan alasan supaya lebih mudah dan murah memelihara anak.

Pilkada tak langsung jelas lebih gampang.  Diktator atau Raja atau Kepimpinan tunggal adalah jauh lebih gampang lagi.  Semua tergantung para pemimpin.  Bikin saja konstitusi baru, presiden Jokowi memilih semua.   Kan lebih mudah, dan murah?  Jadinya Raja Jokowi, atau mau Raja Prabowo?

Dilain pihak Pilkada langsung, seperti juga halnya demokrasi, selalu lebih sulit dan harganya lebih mahal. Tapi itulah harga sebuah HAK ASASI MANUSIA.  Mengapa semua manusia diberi Tuhan DNA yang berbeda apabila Tuhan tidak percaya setiap dari kita spesial dan indah di matanya.

Rakyat masih goblok? Rakyat masih bodoh?  Data dari AC Nielsen, diatas 50% Indonesia sekarang adalah kelas menengah, dan 10% orang kaya, 40% berarti masih mungkin masih dikategorikan "miskin".  Tapi miskin tidak sama dengan bodoh juga.  Artinya apa?  Artinya tugas negara harus fokus untuk MENCERDASKAN Kehidupan bangsa.  Negara adalah eksekutif, legislatif, dan yudikatif bersama-sama.   Bukan malah menghilangkan dan membuat semakin buta politik.

Saya tantang anggota DPR manapun untuk beli suara saya kalau bisa.  Mau dikasih 10 T pun saya akan tetap pilih Jokowi, bukan Prabowo.  Artinya, tidak semua rakyat bisa dibeli.  Tidak semua pejabat juga mau membeli.  Masih banyak orang baik di negeri ini, jangan anggap semua seperti LHI dan Anas Urbaningrum.

***

Jadi apa artinya UU Pilkada tak langsung membuat demokras mati?  Ya jelas mati dalam konteks kita rakyat tidak bisa lagi memilih secara langsung kepala daerah kita.  Kan sudah diserahkan ke DPRD?  DPRD tugasnya mengawasi bukan memilih eksektif.  Eksekutif dan Legislatif harus tunduk kepada pilihan rakyat.  Karena rakyatlah yang memiliki kedaulatan.

dan berikut adalah orang-orang yang bangga sudah merenggut hak suara rakyat.  Minimal orang-orang ini sudah menzolimi saya Hanny Setiawan sehingga tidak bisa memilih Bupati Sukoharjo dan Gubernur Jawa Tengah, tempat dimana saya tinggal.  Puas sudah menzolimi orang?

[caption id="attachment_325954" align="aligncenter" width="700" caption="merdeka.com"]

14118354311634760134
14118354311634760134
[/caption]

Dan mereka bisa tersenyum dikarenakan karena dua orang berikut ini (you know who), yang memberi akses kepada penzoliman tersebut:

[caption id="attachment_325957" align="aligncenter" width="480" caption="news.metrotvnews.com"]

1411835607870502703
1411835607870502703
[/caption]

Pendekar Solo

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun